Renungan Harian Virtue Notes, 28 Pebruari 2011
Karena Sepiring Makanan
Bacaan: Kejadian 27: 34-40
27:34 Sesudah Esau mendengar perkataan ayahnya itu, meraung-raunglah ia dengan sangat keras dalam kepedihan hatinya serta berkata kepada ayahnya: "Berkatilah aku ini juga, ya bapa!"
27:35 Jawab ayahnya: "Adikmu telah datang dengan tipu daya dan telah merampas berkat yang untukmu itu."
27:36 Kata Esau: "Bukankah tepat namanya Yakub, karena ia telah dua kali menipu aku. Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku." Lalu katanya: "Apakah bapa tidak mempunyai berkat lain bagiku?"
27:37 Lalu Ishak menjawab Esau, katanya: "Sesungguhnya telah kuangkat dia menjadi tuan atas engkau, dan segala saudaranya telah kuberikan kepadanya menjadi hambanya, dan telah kubekali dia dengan gandum dan anggur; maka kepadamu, apa lagi yang dapat kuperbuat, ya anakku?"
27:38 Kata Esau kepada ayahnya: "Hanya berkat yang satu itukah ada padamu, ya bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!" Dan dengan suara keras menangislah Esau.
27:39 Lalu Ishak, ayahnya, menjawabnya: "Sesungguhnya tempat kediamanmu akan jauh dari tanah-tanah gemuk di bumi dan jauh dari embun dari langit di atas.
27:40 Engkau akan hidup dari pedangmu dan engkau akan menjadi hamba adikmu. Tetapi akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu."
Dalam kisah mengenai Esau dan Yakub, kita dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai akibat seseorang yang kehilangan kesempatan untuk diberkati Tuhan (berkat jangan selalu dimengerti sekadar materi).
Sejak kecil kalau penulis mendengar kisah ini, ada perasaan sedih dalam hati saya. Saya tak habis pikir, mengapa Esau sebodoh itu. Dalam ay. 34 tertulis, “… meraung-raunglah ia dengan sangat keras dalam kepedihan hatinya…” Esau meraung-raung dengan sangat keras dalam kepedihan hati, tetapi sudah terlambat. Ia telah menukar hak kesulungannya dengan Yakub yang berhak memperolehnya. Jarang Alkitab mencatat kalimat seperti yang terdapat dalam ayat ini. Mari pelajaran ini kita perhatikan dengan serius, agar nasib yang dialami Esau tidak pernah terjadi dalam hidup kita.
Dalam Perjanjian Baru, kisah mengenai penyesalan Esau ini juga dikutip oleh penulis kitab Ibrani. Dalam nasihatnya, ia menuls, “Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan. Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata” (Ibr. 12:16–17).
Cabul di sini aslinya menggunakan kata πόρνος (pórnos) yang berarti “pelacur”. Tapi yang dimaksud lebih luas daripada cabul porno, yaitu mendewakan sesuatu. Orang Kristen seharusnya dipersiapkan untuk menjadi mempelai wanita Kristus, sehingga apabila masih mendewakan harta benda, kebanggaan pribadi, pangkat, pendidikan, hobi dan sebagainya, itu berarti ia melacurkan diri, atau cabul.
Nafsu rendah yang dimaksud adalah keinginan terhadap hal-hal fana. Hari ini air mata kita dan waktu yang tersedia bisa menyelamatkan kita, tetapi suatu hari nanti, air mata penyesalan kita tidak bisa menyelamatkan lagi, sebab tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri. Banyak waktu, tenaga dan kesempatan yang kita hambur-hamburkan bukan untuk kehidupan yang bernilai di keabadian.
Seperti sepiring makanan menjatuhkan Esau, kesenangan-kesenangan sesaat telah menjerumuskan banyak orang ke dalam kegelapan abadi. Orang menganggap mencari Tuhan bukan hal yang utama. Banyak kegiatan hidup yang dimiliki menyita seluruh perhatian sehingga Tuhan tidak mendapat kesempatan dan tempat sama sekali. Mari bertobat, selagi masih ada kesempatan.
Jangan hamburkan waktu kita untuk kesenangan-kesenangan sesaat di dunia, tetapi fokuskan seluruh perhatian kita kepada Tuhan.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.