Sabtu, 27 Maret 2010
Kita sering diajar menggantungkan cita-cita setinggi langit. Apa yang kita cita-citakan akan dapat kita peroleh. Seperti membuat perusahaan software sebesar Microsoft, restoran sebanyak McDonald's. Namun pernahkah kita pikir, untuk apa dan siapakah cita-cita tersebut? Hampir semua cita-cita yang kita pancangkan itu adalah untuk kita sendiri, agar kita dapat meraih prestise, harga diri, gengsi, kehormatan atau nilai diri dan kesenangan.
Semestinya sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Yesus, kita harus menyadari dan menerima bahwa yang berhak memiliki visi atau cita-cita adalah pemilik hidup kita, yaitu TUHAN, dan bukan manusia. Oleh sebab itu kita tidak boleh mudah mengatakan "aku punya visi", sebab hidup kita hanya untuk melakukan kehendak ALLAH dan menyelesaikan pekerjaan-NYA, bukan cita-cita kita sendiri. Karena itu cita-cita yang kita tujukan untuk diri kita sendiri sesungguhnya dipandang oleh TUHAN sebagai dosa.
Mari kita belajar menyadari bahwa kehidupan kita harus diatur dan dikendalikan oleh TUHAN. Rasul Paulus mengatakan, dirinya adalah "tawanan Roh" (Kisah Para Rasul 20 : 22). Ia juga mengajarkan bahwa semua yang kita lakukan -baik makan, minum, atau apa pun juga- haruslah untuk kemuliaan ALLAH (1 Korintus 10 : 31).
Apakah Paulus itu anak TUHAN super yang memiliki ukuran iman dan kesusilaan khusus? Tidak. Ia adalah model anak TUHAN yang normal, yaitu pengikut Kristus yang sejati. Oleh sebab itu dari kehidupan dan pelayanannya kita dapat meneladani hal-hal yang indah. Juga dalam pernyataan yang ditulis tabib Lukas di Kisah Para Rasul 18 :21, "Aku akan kembali kepadamu, jika ALLAH menghendakinya". "Jika ALLAH menghendakinya" menunjukkan sikap Paulus terhadap TUHAN yang dilayaninya, yaitu tidak akan bertindak jika TUHAN tidak memerintahkannya. Ini adalah kehidupan yang menyerah kepada pengaturan ALLAH. Tidak mengatur dirinya sendiri, tetapi mengijinkan ALLAH mengatur dirinya. Kehidupan semacam ini menunjukkan kedewasaan rohani seseorang.
Maka semua cita-cita kita yang hanya kita tujukan untuk kesenangan diri kita sendiri harus kita lepaskan, dan sebagai gantinya marilah dengan sekuat tenaga mengejar cita-cita yang sesuai dengan kehendak TUHAN. Dengan demikian semua yang kita lakukan hanyalah untuk kemuliaan-NYA.
0 komentar:
Posting Komentar