RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Pencerahan Setiap Hari


Renungan Harian Virtue Notes, 31 Desember 2011
Pencerahan Setiap Hari


Bacaan: Keluaran 16:19-20

16:19 Musa berkata kepada mereka: "Seorangpun tidak boleh meninggalkan dari padanya sampai pagi."
16:20 Tetapi ada yang tidak mendengarkan Musa dan meninggalkan dari padanya sampai pagi, lalu berulat dan berbau busuk. Maka Musa menjadi marah kepada mereka.


Pertobatan terhadap sikap hati yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan terjadi manakala pikiran kita dicerahi oleh Roh Kudus yang menuntun kita untuk memahami kebenaran Firman Tuhan. Pencerahan seperti ini dibutuhkan terus-menerus, sehingga pembaharuan batiniah yang kita alami terjadi secara berkesinambungan tiada henti.

Pencerahan-pencerahan oleh Roh Kudus seperti inilah yang mengenyangkan jiwa kita. Inilah manna baru dari Tuhan yang selalu segar, bukan manna basi yang bekas kemarin, sehingga berulat dan berbau busuk. Seperti Musa yang marah terhadap orang-orang yang melanggar perintah Tuhan agar tidak meninggalkan manna sampai besok paginya, sebetulnya Tuhan juga patut marah terhadap orang-orang yang makan manna basi. Itu pun untuk kebaikan umat-Nya sendiri, sebab jika manna baru memimpin orang kepada kerajaan Terang, manna basi memimpin orang kepada kerajaan kegelapan yang membinasakan.

Namun manna baru yang diberikan oleh Tuhan Yesus sering dianggap tidak menarik; orang lebih mencari manna basi, yang disampaikan oleh pembicara-pembicara yang tidak memperoleh pencerahan yang benar dari Roh Kudus. Manakala seorang pembicara merasa sudah puas dengan pemahaman teologi yang telah dimiliki dan level rohani yang telah dicapainya, ia tidak akan mengalami pencerahan. Yang disangkanya pencerahan dari Roh Kudus ternyata datang dari setan yang merasuk melalui virus materialisme. Jemaat pun tidak sadar akan manna basi ini, sebab mereka tidak mencari Tuhan; yang dicarinya adalah mukjizat, berkat jasmani dan kemakmuran lahiriah untuk kepentingan dirinya sendiri.

Kalau begitu bagaimana caranya supaya kita mengalami pencerahan setiap hari? Caranya ialah memiliki kehausan dan kelaparan akan kebenaran (Mat. 5:6), yaitu kerinduan untuk mencapai tingkat-tingkat Kekristenan yang semakin sempurna dan memuaskan hati Bapa. Rindukan manna yang baru, yaitu kebenaran yang diilhamkan Roh Kudus dalam diri kita.

Kebenaran dari Allah itu selalu baru, dan dapat membangkitkan rasa takjub yang luar biasa, sehingga kita akan mencintai kebenaran itu dan terus memburunya untuk memperoleh yang baru lagi. Suara kebenaran adalah barang langka dan mahal yang tidak bisa didapat di sembarang tempat, dan tidak bisa dibiarkan berlalu. Apabila masa untuk mendengar kebenaran itu dilewatkan, kesempatan itu pun berlalu.


Untuk mengalami pencerahan setiap hari, kita harus terus memiliki kehausan dan kelaparan akan kebenaran.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Kecerdasan Roh


Renungan Harian Virtue Notes, 30 Desember 2011
Kecerdasan Roh


Bacaan: Matius 23:26-27

23:26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.
23:27 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.


Mungkin kita mengenal orang yang rajin ke gereja, dan tampaknya merupakan orang Kristen yang baik, tetapi sering pula mengkritik kesalahan orang lain. Mereka dengan mudahnya menuduh orang lain bersalah berdasarkan apa yang kelihatan dari luar saja, dan mungkin pula gosip-gosip.

Tetapi orang-orang seperti ini biasanya tidak merasa diri perlu bertobat. Mereka merasa diri sudah menjadi orang Kristen yang baik. Sikap tidak ingin mengoreksi diri dengan jujur semacam ini mengakibatkan mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka juga perlu pembenahan diri yang sangat signifikan, dan mereka masih jauh dari tingkat kedewasaan yang dikehendaki Tuhan.

Orang-orang yang tidak peka terhadap kehendak Allah ini berarti tidak peka pula terhadap keadaan diri yang sebenarnya melukai hati Tuhan. Ini sangat mirip dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang dikecam oleh Tuhan Yesus. Ia mengatakan bahwa para pemuka agama Yahudi itu dari luar tampak bagus, seperti kuburan yang dicat putih, namun di dalamnya penuh tulang-belulang yang busuk.

Namun mengapa mereka bisa kelihatan baik? Memang mereka bisa bertumbuh secara moral umum. Seiring bertambahnya usia, tak heran pula bila orang semakin bisa menguasai diri, sopan dan tampak bijaksana. Namun tidak demikian dengan batinnya, sebab secara iman Kristiani yang murni, untuk semakin menjadi manusia yang sesuai dengan rancangan Allah, seseorang tidak otomatis menjadi semakin dewasa bila usianya bertambah.

Ini menimbulkan pertanyaan penting: Bagaimana membuat seseorang menyadari keadaannya yang sangat berbahaya tersebut? Tidak ada cara lain kecuali mengonsumsi kebenaran Firman Tuhan yang murni. Kesalahan dan pelanggaran umum dapat dihindari sebab banyak tuntunan hukum yang dapat mencelikkan pengertian orang. Tetapi untuk mengerti kualitas manusa batiniah yang benar, dibutuhkan kecerdasan roh yang dituntun oleh Firman Tuhan. Tanpa ini, kita tidak akan dapat mengenali kesalahan dan dosa dari sikap batiniah kita, sehingga tidak memiliki proyeksi kehidupan kita di masa mendatang.

Kecerdasan roh dibangun dari pengertian-pengertian terhadap Firman Tuhan berupa hasil dari eksplorasi terhadap Alkitab dan pengalaman hidup setiap hari. Roh Kudus mengajar kita untuk mengaktifkan logika dan nurani kita. Maka bila kita menyadari telah bersalah, kita harus pula berkomitmen untuk berubah. Jika kita mau, Tuhan mau menggarap kita untuk menjadi manusia yang sesuai dengan gambar-Nya.


Untuk mengerti kualitas manusia batiniah yang benar, kecerdasan roh kita berperan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Menguji Batin


Renungan Harian Virtue Notes, 29 Desember 2011
Menguji Batin


Bacaan: Wahyu 2:23

2:23 Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.


Kalau orang memohon ampun kepada Tuhan dan mengaku dosa, biasanya yang diakui adalah kesalahan atau pelanggaran lahiriah secara umum, seperti perzinahan, pembunuhan, penipuan dan sebagainya. Tetapi sebagai orang percaya, kita perlu menyadari bahwa seluruh cara berpikir, sikap hati dan gerak perasaan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah juga adalah dosa yang perlu kita akui. Ini adalah dosa dalam batin. Misalnya, hasrat menjadi orang terhormat, ingin terkenal, ingin dihargai sesama, iri hati, serakah, rakus, dan sikap mencintai dunia.

Pengakuan dosa dan pertobatan atas hal-hal ini akan membangun kehidupan kesucian yang benar. Justru hal-hal inilah yang bersangkut paut dengan sikap batiniah manusia yang menjadi motor penggerak dosa terselubung. Dosa-dosa seperti ini bukan sesuatu yang boleh dianggap remeh atau sepele. Justru dosa-dosa ini sukar dikenali, apalagi diakui dan dibereskan.

Kalau dosa-dosa umum mudah dikenali dan diakui untuk dibereskan, hal-hal yang menyangkut sikap hati sukar dikenali apalagi dibereskan. Pada kenyataannya dosa-dosa yang menyangkut sikap hati merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dalam diri seseorang. Dosa menyangkut sikap hati bersembunyi di lubuk hati terdalam. Jangankan orang lain, dirinya sendiri saja sering tidak mengenali kesalahan tersebut. Tetapi orang-orang Kristen yang dewasa dapat melihat gejala-gejala dari sikap hati yang tidak lurus di hadapan-Nya. Harus dicatat, bagaimanapun sikap batiniah akan terekspresi dalam tindakan konkret. Sulit seseorang menyembunyikan sikap batiniahnya di mata orang-orang yang telah melewati proses pembentukan manusia batiniah.

Tuhan menguji batin, artinya Ia sangat mempersoalkan keadaan batiniah seseorang. Ia memperkarakan keadaan batiniah seseorang. Tentu Tuhan menghendaki agar sikap batiniah kita sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Ia bukan saja mampu menangkap dosa-dosa lahiriah yang dilakukan manusia pada umumnya (secara lahiriah), tetapi Ia juga sanggup menangkap gerak perasaan yaitu sikap batin yang tidak lurus di mata-Nya. Orang Kristen yang dewasa akan mempersoalkan bukan saja dosa-dosa umum yang dikenal orang beragama, tetapi sikap batinnya yang tidak menyukakan hati-Nya. Mari kita berusaha untuk mengerti apa yang diinginkan Tuhan berkenaan dengan sikap hati kita yang masih bengkok di mata-Nya. Jangan hanya berusaha untuk membenahi perbuatan lahiriah kita; perbaiki juga sikap batiniah kita.


Mari kita bereskan dosa-dosa dalam sikap batin kita, bukan hanya dosa-dosa lahiriah.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Meminta Ampun Yang Dewasa


Renungan Harian Virtue Notes, 28 Desember 2011
Meminta Ampun Yang Dewasa


Bacaan: 1 Petrus 1:15-16

1:15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
1:16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.


Pernahkah kita meminta pengampunan dari Tuhan? Tentu itu hal yang lazim dilakukan. Kebanyakan orang meminta pengampunan atas dosa kesalahan yang telah dilakukannya, dengan berharap Tuhan mengampuni dan melupakannya. Supaya bisa lebih sah, dosa yang dilakukan diakui terus terang, bila mungkin dijelaskan secara rinci dan ditambah lagi harapan agar kesalahan yang dilakukan itu tidak berdampak atau akibat yang buruk.

Cara meminta ampun seperti ini sejatinya tidak dewasa. Orang yang meminta ampun dengan cara demikian tidak sungguh-sungguh menyesal atas kesalahannya, sebab setelah meminta ampun, sangatlah mudah dosa yang sama dapat dilakukannya lagi. Ada pepatah, “Keledai saja tidak jatuh ke lubang yang sama.” Namun kenyataannya banyak manusia lebih bodoh daripada keledai, karena manusia suka mengulangi kesalahan yang sama. Dan ia tidak merasa salah, sebab berpikir seakan-akan Tuhan bisa dibujuk untuk berkompromi terhadap dosa atau kesalahan yang dilakukannya. Seakan-akan Tuhan diharapkan untuk memaafkan kesalahan yang sudah lalu, tanpa mempersoalkan perubahan diri kita. Tuhan dibayangkan seperti berkata, “Tidak apa-apa, lakukan saja kesalahan. Aku bersedia mengampunimu; dosa bukanlah masalah”.

Tidak demikian dengan orang Kristen yang dewasa. Orang Kristen yang dewasa memohon ampun kepada Tuhan, disertai dengan komitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Untuk ini kita harus mengerti bahwa permintaan ampun akan berkelanjutan dengan hidup dalam persekutuan bersama Tuhan. Ini sangat bersyarat, yaitu harus kudus seperti Dia kudus (1 Pet 1:16). Dengan demikian konsekuensi orang yang meminta ampun atau bertobat kepada Tuhan adalah kesediaan untuk mengenakan kesucian hidup seperti Dia.

Jadi mulai sekarang kalau kita meminta ampunan Tuhan, harus disertai dengan pengertian, apa yang seharusnya kita lakukan. Artinya pertobatan harus disertai dengan proyeksi baru, bagaimana kita mengarahkan diri untuk memiliki perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Ini semua bertujuan agar kita tidak lagi melukai hati-Nya. Pertobatan yang sejati adalah pertobatan yang disertati dengan perubahan konkret, dari melukai hati Tuhan menjadi menyukakan hati-Nya. Ingat, Tuhan adalah Pribadi yang mengasihi orang berdosa, tetapi membenci dosa. Ia menghendaki agar bejana hati kita tetap bersih sehingga Ia bisa bertahkta di dalam hati kita.


Jika orang Kristen yang dewasa memohon ampun kepada Tuhan, pasti disertai komitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Dosa Dimensi Masa Depan


Renungan Harian Virtue Notes, 27 Desember 2011
Dosa Dimensi Masa Depan


Bacaan: Yohanes 17:17

17:17 Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.


Biasanya umat beragama meminta pengampunan dosa kepada Tuhan. Tentu yang diselesaikannya adalah dosa yang telah dilakukan di masa lalu. Mereka memohon agar Tuhan menghapus kesalahan atau dosa yang telah dilakukan, dilihat dari dimensi masa lalu. Namun jarang orang menyadari bahwa penyelesaian atas dosa haruslah atas dosa yang ditinjau dari dimensi masa depan atau pada masa yang akan datang (futuris).

Dosa yang dipandang dari dimensi masa depan adalah kemungkinan terulangnya dosa yang sudah dilakukan di masa lalu. Ini menunjuk potensi dosa yang ada di dalam kehidupan kita, yaitu kodrat dosa yang melekat dalam daging manusia. Hal ini harus diwaspadai dan dipandang sebagai ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.

Sebagai anak Tuhan yang harus akil balig, kita harus menanggulangi dosa bukan saja yang telah dilakukan, tetapi juga kemungkinan melakukannya lagi. Inilah cara menanggulangi dosa secara dewasa, bertanggung jawab dan tuntas. Kalau kita menanggulangi dosa hanya dari dimensi yang telah lalu, berarti Tuhan hanya dianggap seperti tukang sapu yang sekadar membersihkan sampah dosa, kemudian halamannya dikotori lagi.

Sikap ini sebenarnya tergolong melecehkan Tuhan, sebab Ia bukan hanya menyelesaikan dosa yang telah terjadi, melainkan juga menyelesaikan potensi dosa yang masih kuat ada dalam kehidupan umat tebusan-Nya. Dosa yang telah dilakukan, bisa diselesaikan dengan pengampunan dosa oleh kuasa darah Yesus, tetapi potensi dosa yang masih bercokol dalam kehidupan diselesaikan dengan kuasa Firman yang menguduskan, penyangkalan diri dan proses dalam kehidupan. Inilah tanggung jawab yang tidak boleh dihindari setiap orang percaya.

Allah Bapa mendidik kita sebagai anak-anak-Nya agar bertumbuh secara normal dan mengambil bagian dalam kekudusan-Nya. Pendidikan yang dikerjakan-Nya hendaknya tidak kita anggap enteng. Ia pasti memberikan Firman-Nya, mengajar kita menyangkal diri dan mengizinkan berbagai peristiwa kehidupan terjadi dalam hidup kita agar kita bertumbuh sebagai anak-anak-Nya. Pemahaman terhadap prinsip ini tampak dari cara orang menyikapi dosa. Orang yang memahami kuasa Firman yang menguduskan—yaitu kebenaran—tidak cukup hanya mohon pengampunan atas dosanya, tetapi juga berkomitmen untuk meninggalkan dosa-dosa tersebut. Dengan cara itulah kita bisa menjadi dewasa rohani.


Tuhan menyelesaikan potensi dosa dalam diri kita melalui kuasa Firman-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Menjadikan Dia Raja Setiap Hari


Renungan Harian Virtue Notes, 26 Desember 2011
Menjadikan Dia Raja Setiap Hari


Bacaan: Lukas 19:11-27

19:11 Untuk mereka yang mendengarkan Dia di situ, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka, bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan.
19:12 Maka Ia berkata: "Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali.
19:13 Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali.
19:14 Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami.
19:15 Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah ia dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing.
19:16 Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina.
19:17 Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota.
19:18 Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina.
19:19 Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota.
19:20 Dan hamba yang ketiga datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan.
19:21 Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur.
19:22 Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku adalah orang yang keras, yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur.
19:23 Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang? Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya.
19:24 Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu.
19:25 Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai sepuluh mina.
19:26 Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya.
19:27 Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku."


Tuhan Yesus mengemukakan suatu perumpamaan yang indah sekali, yang dengan sangat tegas hendak menunjukkan bahwa setiap orang yang tidak mau mengaku Yesus sebagai Raja akan dibinasakan. Bangsawan yang ditampilkan di sini menunjuk kepada Tuhan Yesus. Hamba-hambanya yang diberi talenta menunjuk kepada kita. Seteru-seteru bangsawan tersebut adalah orang-orang yang tidak mau menerima Tuhan sebagai Rajanya.

Dari perumpamaan ini terdapat beberapa fakta kehidupan bahwa tidak semua orang yang dipercayai Tuhan mengemban kepercayaan itu dengan baik. Ada pihak-pihak yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi menolak Ia menjadi Rajanya. Yang terang-terangan adalah mereka yang memusuhi Yesus; yang tidak terang- terangan adalah mereka yang berstatus hamba-Nya tetapi tidak mau taat kepada-Nya dan menggunakan miliknya sebagai sarana pengabdian kepada Tuhan.

Lalu kita termasuk kelompok yang mana? Harus dengan serius kita selidiki diri kita sendiri, dan dengan jujur kita akui keadaan kita yang salah (2Kor. 13:5). Kesalahan hamba yang tidak mengembangkan apa yang dipercayakan kepadanya adalah ia tidak menyadari adanya tanggung jawabnya, dan ia salah persepsi terhadap tuannya. Ia menganggap tuannya keras, mengambil apa yang tidak pernah ia taruh dan menuai apa yang tidak pernah ia tabur. Ini gambaran sikap hidup banyak orang Kristen yang tidak menyadari bahwa Allah telah memberi anugerah dan anugerah itu harus dipertanggungjawabkan. Kelompok ini termasuk kelompok orang yang tidak mau mengaku Yesus sebagai Raja.

Dalam kaitannya dengan kisah Natal, orang seperti ini adalah Herodes yang merasa terancam mendengar kelahiran Raja orang Yahudi. Oleh sebab itu ia berupaya membunuh bayi itu (Mat. 2:16-18). Orang Kristen yang merasa terancam ketika mendengar panggilan untuk hidup dalam ketaatan penuh adalah orang Kristen seperti Herodes. Sementara merayakan Natal dengan hingar bingarnya, mereka tidak memperlakukan Tuhan Yesus sebagai Raja setiap hari dalam kehidupan ini. Bila hal ini terjadi, maka sesungguhnya Natal bukan untuk orang-orang yang merasa terancam seperti mereka. Patut kita teladani Maria yang berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu” (Luk. 1:38).


Tuhan Yesus ingin kita memperlakukan-Nya sebagai Raja setiap hari dalam kehidupan ini.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Menangisi Diri Sendiri


Renungan Harian Virtue Notes, 25 Desember 2011
Menangisi Diri Sendiri


Bacaan: Lukas 19:41-44

19:41 Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya,
19:42 kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.
19:43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan,
19:44 dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau."


Ingatkah kita dengan peristiwa Tuhan Yesus menangisi Yerusalem? Tuhan Yesus menangisi Yerusalem, karena Yerusalem akan dihancurkan(Luk.19:41–44). Ini sejajar dengan kenyataan bahwa bumi ini dan segala isinya akan dihancurkan oleh sebab dosa manusia (2Ptr. 3:9-10).

Apabila kita merayakan Natal yang benar, seharusnya kita akan semakin peduli terhadap kenyataan dosa. Kepedulian ini akan tampak dari kesediaan bertobat atas dosa-dosa pribadi dan selanjutnya kesediaan melayani sesama demi pertobatan mereka, sebab Natal juga bagi mereka. Menatap dunia hari ini kita harus memiliki keprihatinan yang dalam, yang pertama terhadap diri sendiri, kemudian untuk orang lain.

Mari kita perhatikan ucapan Tuhan Yesus ketika memikul salib di sepanjang Via Dolorosa, “Tangisilah dirimu sendiri.” (Luk. 23:28) Wanita-wanita Yerusalem menangisi Tuhan Yesus, tetapi mereka tidak menyadari kesalahan atau dosa mereka sendiri. Inilah gambaran dari orang yang tidak mengerti dosa mereka sendiri. Hal ini paralel dengan merayakan Natal tanpa mempersoalkan keadaan dirinya sebagai manusia berdosa yang harus selalu bertobat dan mengalami pembaharuan. Orang yang tidak memahami dirinya harus selalu bertobat sebetulnya tidak sepikiran dengan Tuhan, tidak mengerti maksud kedatangan dan penderitaan-Nya.

Tatkala memandang kandang hina tempat Yesus dilahirkan, seyogyanya kita melihat pula keadaan diri kita yang hina dan kotor, yang membutuhkan pertolongan dari tempat tinggi. Natal harus selalu mengingatkan betapa miskinnya kita. Betapa perlunya kita merendahkan diri untuk memperoleh lawatan-Nya.

Kita harus menangisi jiwa-jiwa yang mati dalam dosa, sebagaimana Yesus menangis tatkala datang ke Betania dan menemukan sahabatnya, Lazarus mati (Yoh. 11:1-44). Kita harus sangat peduli dengan jiwa-jiwa yang perlu dipertobatkan. Jangan seperti si sulung dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, yang tidak menyukai pertobatan adiknya (Luk.15:31–32).

Penduduk Yerusalem yang menangisi Tuhan Yesus dan si sulung yang tidak mengerti perasaan ayahnya dapat menjadi gambaran kehidupan orang-orang Kristen yang tidak mempunyai perasaan dan pikiran Tuhan sebab tidak mengerti misi-Nya. Dengan segala caranya, hari ini perayaan Natal di banyak tempat ternyata banyak yang dilakukan tanpa mengerti misi Tuhan. Ini jangan sampai terjadi dalam hidup kita.


Apabila kita merayakan Natal yang benar,seharusnya kita akan semakin peduli terhadap kenyataan dosa.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Mengevaluasi Natal Kita


Renungan Harian Virtue Notes, 24 Desember 2011
Mengevaluasi Natal Kita


Bacaan: Matius 1:18-25

1:18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.
1:19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.
1:20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.
1:21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka."
1:22 Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:
1:23 "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Allah menyertai kita.
1:24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,
1:25 tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.


Banyak orang beranggapan bahwa Natal sudah menjadi bagian dan kehidupan orang-orang Kristen, oleh karenanya banyak yang merayakannya dengan pakaian baru dan pesta. Semua itu sebetulnya merupakan sikap duniawi dan tidak berkenan di hadapan Tuhan.

Bila telah menjadi kebiasaan, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan biasanya akan menjurus kepada hal yang merusak iman Kristen dan standar moral yang Tuhan gariskan. Untuk semuanya itu, kita harus mengorbankan biaya besar dan berbagai kesibukan yang menyita waktu dan perhatian kita. Kita harus berani mengevaluasi dan meninjau dengan jujur, apakah kebiasaan yang dilakukan selama ini bisa dipertahankan? Apakah kebiasaan semacam ini dapat dipertahankan sementara dunia di ambang kehancuran dan manusia berbondong-bondong menuju neraka kekal dan kejahatan semakin bertambah di penghujung akhir zaman ini?

Pertanyaan penting yang harus dikemukakan di tengah maraknya perayaan Natal dengan cara yang salah ini adalah, “Untuk siapakah Natal itu?” Pertanyaan ini perlu dikemukakan, sebab hanya dengan menemukan jawabannyalah kita baru bisa merayakan Natal dengan sikap yang benar.

Dalam ay. 21, dinyatakan oleh malaikat bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa mereka. Dosa yang merupakan sumber segala bencana manusia sekarang dapat diselesaikan oleh Tuhan Yesus. Orang yang menyadari misi ini pasti sangat memperhatikan persoalan dosa manusia yang memang merupakan tujuan kedatangan Tuhan. Merayakan Natal tanpa memahami misi Tuhan ini sama dengan membelokkan maksud Tuhan mengadakan Natal atau kelahiran Yesus.

Dalam kecerdikannya, Iblis telah membuat sebagian orang Kristen menjadikan Natal sebagai perayaan agamawi yang tidak memuat pesan ilahi yang kuat untuk merubah kehidupan orang, sesuai dengan misi Natal itu sendiri. Pesan yang seharusnya disampaikan telah tertelan oleh berbagai acara perayaan yang hanya menyenangkan hati manusia dan memuaskan hasrat kedagingan atau keduniawian.

Bisa dimengerti mengapa ada orang-orang Kristen yang mengecam acara Natal dengan begitu kerasnya, sehingga mereka sendiri tidak ikut merayakan Natal dan menuding Natal sebagai produk Iblis yang harus dibuang sama sekali. Menyikapi keadaan ini, hendaknya kita dengan serius mengevaluasi dengan jujur terhadap cara kita merayakan Natal. Kesalahan yang telah terjadi janganlah terjadi lagi.


Merayakan Natal tanpa memahami misi Tuhan sama dengan membelokkan maksud Tuhan mengadakan Natal.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Anak Panah Di Tangan Pahlawan

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Desember 2011
Anak Panah Di Tangan Pahlawan


Bacaan: Mazmur 127:4

127:4 Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.


Salomo mengatakan, anak-anak bagai anak panah di tangan pahlawan. Mari kita bisa meraba apa maksudnya. Tuhan mengharapkan anak-anak Tuhan menjadi seperti anak panah di tangan pahlawan. Kalau Tuhan pahlawannya, maka orang percaya adalah anak panah-anak panah-Nya.
Apabila kita berbicara mengenai anak panah dan pahlawan, maka pikiran kita pasti tertuju kepada sebuah pertempuran. Sebuah pertempuran yang mempertaruhkan nyawa, sebab anak panah bisa berakibat membunuh musuh atau terbunuh oleh anak panah musuh. Dalam Ef. 6:16 disinggung mengenai anak panah api dari musuh kita.

Memang tatkala Tuhan Yesus datang membawa Kerajaan Surga, itu merupakan isyarat dimulainya sebuah peperangan besar untuk membinasakan pekerjaan Iblis dan mengembalikan manusia kepada Pemiliknya. Sebagaimana Iblis mendayagunakan segala kekuatan dan pengikutnya untuk melawan Allah, demikian pula Tuhan Yesus mendayagunakan kekuatan-Nya dan pengikut-Nya untuk menghancurkan pekerjaan Iblis (1Yoh 3:8). Sebagai pengikut-Nya, kita pun diberi tanggung jawab yang sangat besar.

Yang menjadi anak panah Tuhan adalah anak-anak Tuhan yang telah dilatih-Nya untuk menjadi laskar-Nya yang berdiri di pihak-Nya. Ini ibarat anak panah telah dipertajam dan dimasukkan ke tabung panah Tuhan. Sangat diharapkan semua yang terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan menjadi anak panah-anak panah Tuhan yang memberkati Indonesia khususnya dan dunia. Pernahkah kita benar-benar berperkara dengan Tuhan, Apa kita sungguh-sungguh telah termasuk anak panah Tuhan yang sedang dipersiapkan untuk diluncurkan? Apakah kita sungguh-sungguh telah mengabdi kepada Tuhan atau belum?

Paulus adalah sosok manusia yang benar-benar termasuk kelompok orang yang mengabdi kepada Tuhan. Inilah yang Tuhan kehendaki agar kita memiliki pergumulan yang sama dengan Paulus. Kehidupan seperti itulah yang dikatakan sebagai “berpadanan dengan Injil” (Fil 1:27). Injil yang merasuki seseorang akan menjadikan orang itu “pejuang bagi Kristus”. Melalui Injil, Tuhan menjadikan kita pejuang-pejuang Injil, pejuang kebenaran, pejuang bagi Kristus atau anak panah Tuhan. Bila tidak demikian, Injil yang diterima salah. Harus disadari bahwa kita yang telah ditebus hidup bukan untuk diri kita sendiri melainkan untuk Dia yang sudah mati bagi kita. Kita hidup hanya bagi Yesus.


Mari kita memberkati Indonesia dan dunia sebagai anak panah Tuhan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.


Read more
0

Persoalan Hidup Menjadi Kecil


Renungan Harian Virtue Notes, 22 Desember 2011
Persoalan Hidup Menjadi Kecil


Bacaan: Mazmur 96:3-4

96:3 Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan yang ajaib di antara segala suku bangsa.
96:4 Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah.


Ada dua pilar penting dalam pekerjaan Tuhan. Yang pertama, keselamatan setiap orang. Mereka yang belum mengenal Yesus adalah obyek penyelamatan kita. Yang kedua, Tuhan menghendaki setiap orang percaya didewasakan. Umat Tuhan harus memiliki kedua hal ini; sebab tidaklah lengkap bila umat Tuhan hanya memikirkan keselamatan jiwa-jiwa tanpa melakukan pendewasaan. Juga tidak bijaksana bila hanya memikirkan kedewasaan, tetapi mengabaikan jiwa-jiwa yang sedang bergulir menuju kegelapan abadi.

Manakala kita memikirkan pekerjaan Tuhan dan terlibat di dalamnya, kita akan menemukan kehidupan yang realistis. Manakala kita terbeban untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang dan berusaha mendewasakan mereka, kita menyadari bahwa hidup ini benar-benar berisiko, sebab seseorang dapat mengalami surga kekal maupun neraka kekal. Kita akan terbiasa untuk memikirkan surga kekal maupun neraka kekal. Setelah terbiasa untuk memikirkan kekekalan itu, maka kita tidak akan menomorsatukan lagi hal-hal yang yang ada di bumi yang sementara ini. Dengan demikian setiap persoalan yang kita hadapi di bumi akan terasa kecil di hadapan kita.

Dengan memikirkan pekerjaan Tuhan dan terlibat di dalamnya, fokus hidup kita bukan lagi masalah-masalah hidup hari ini, tetapi kemuliaan bersama Tuhan nanti, yang sudah dijanjikan Allah kepada anak-anak-Nya yang merupakan ahli waris Kerajaan Surga, asal kita mau menderita bersama dengan Kristus (Rm. 8:17). Namun hendaklah kita melayani bukan karena upah. Kita melayani dengan segenap apa yang ada pada diri kita, karena kita tahu bahwa di balik kelelahan kita ada perhentian untuk menikmati persekutuan dengan Tuhan selamanya, Sang Kekasih Jiwa kita..

Tempatkanlah diri kita bagai seorang pegawai yang memiliki bos yaitu Tuhan. Dan kita tahu bahwa Tuhan bukan bos biasa, melainkan bos yang membela kita. Dengan memercayai bahwa Allah kita yang Mahabesar itu jauh lebih besar daripada segala allah, kita tahu bahwa Ia pun jauh lebih besar daripada masalah kita yang paling besar. Di hadapan-Nya segala masalah hidup sangat kecil tidak ada artinya. Dengan menerima kebenaran bahwa jika kita terlibat dalam pekerjaan-Nya maka persoalan-persoalan hidup kita menjadi kecil, maka kita akan terbeban untuk memikul persoalan orang lain. Adalah suatu kesukaan besar, kalau kita diperkenankan memikul beban orang lain yang membutuhkan pertolongan kita, dan mengabarkan keselamatan dari Allah kita kepada mereka.


Dengan memikirkan pekerjaan Tuhan dan terlibat di dalamnya, fokus hidup kita bukan lagi masalah-masalah hidup hari ini.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Peragaan Yang Menakjubkan


Renungan Harian Virtue Notes, 21 Desember 2011
Peragaan Yang Menakjubkan


Bacaan: Yohanes 13:5-14

13:5 kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.
13:6 Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?"
13:7 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak."
13:8 Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku."
13:9 Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!"
13:10 Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua."
13:11 Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih."
13:12 Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu?
13:13 Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.
13:14 Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu;


Tindakan Tuhan Yesus mencuci kaki murid-muridnya merupakan peragaan pelepasan hak yang sungguh menakjubkan. Maksud-Nya melakukan hal tersebut adalah agar kita meneladani sikap hidupnya yaitu rela melepaskan hak seperti Dia. Dengan demikian Tuhan dapat mengisi diri kita dengan kepenuhan-Nya, sehingga Tuhan Yesus dapat tampil di gelanggang dunia, memuliakan Bapa melalui hidup kita (Ef. 4:13).

Tuhan mengajar kita untuk dapat menyatakan kehidupan yang memperagakan Kristus dalam hidup kita, seperti dikalimatkan oleh Paulus sebagai “Hidupku bukan aku lagi” (Gal. 2:20). Tanpa kerendahan hati yang tulus, maka seseorang tidak akan menerima kepenuhan dari Allah. Kepenuhan dari Allah hendak menunjuk kehidupan yang dikuasai pikiran dan perasaan Allah secara penuh, sehingga segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan kehendak Allah secara tepat. Dikuasai oleh Allah patut kita pandang sebagai anugerah.

Pembasuhan kaki ini terjadi sebelum Tuhan menderita di kayu salib. Sebagai anak Tuhan yang mengerti kebenaran dan rela melepaskan hak-hak kita, kita akan menemukan kenyataan bahwa karunia yang Tuhan berikan kepada kita bukan saja keselamatan, melainkan juga karunia untuk menderita. Kita jangan hanya mengamini karunia yang pertama dan mengabaikan karunia yang kedua ini. Karunia untuk menderita inilah yang akan melengkapi karunia keselamatan yang sudah Tuhan berikan kepada kita.

Dengan melepaskan hak-hak kita, Tuhan akan memberikan karunia untuk menderita ini. Artinya, kita boleh mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan. Kita diperkenankan-Nya untuk memikirkan pekerjaan Tuhan dan terlibat di dalamnya. Itu merupakan suatu kehormatan yang luar biasa.

Jika kita memanggil Yesus sebagai Guru dan Tuhan, berarti kita juga wajib meneladani-Nya: merendahkan hati, melepaskan segala hak, dan melayani sesama. Kita tahu bahwa Tuhan tidak menginginkan seorang pun binasa, karena itu melayani haruslah dengan fokus menyelamatkan jiwa-jiwa, memindahkan mereka dari gelap kepada terang, dari api kekal ke kemuliaan kekal. Jadi yang penting bukanlah saling mencuci kaki dalam pengertian harfiah seperti yang dilakukan di beberapa gereja; itu hanyalah peragaan dari apa yang sungguh-sungguh Tuhan inginkan untuk kita lakukan, apabila kita ingin dimuliakan bersama dengan Kristus kelak.


Kita wajib meneladani Yesus dengan merendahkan hati, melepaskan segala hak, dan melayani sesama.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Bersedia Diatur Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 20 Desember 2011
Bersedia Diatur Tuhan



Bacaan: Lukas 20:25

20:25 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"


Tuhan Yesus adalah teladan yang perlu kita ikuti, dan salah satu yang diteladankan-Nya ialah kesediaan-Nya untuk merendahkan diri dan mengosongkan diri (Flp. 2:5–8). Ia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri. Berarti Ia telah melepaskan segala hak-Nya, termasuk hak sebagai Allah.

Melepaskan hak merupakan rahasia bagaimana seseorang dapat dipakai oleh Tuhan. Demi pekerjaan Bapa, Tuhan Yesus melepaskan segala hak-Nya, sebab hanya dengan cara demikianlah Ia dapat memuliakan Bapa dan menyelesaikan tugas penyelamatan atas dunia ini.

Melepaskan hak artinya rela tidak menikmati apa yang menjadi bagian atau haknya, atau rela melepaskan apa yang menjadi miliknya demi kepentingan Kerajaan Allah. Hak-hak yang dilepaskan tersebut antara lain hak untuk dihormati, dikasihi, diperlakukan adil, menikmati miliknya sendiri dan lain sebagainya. Orang yang rela melepaskan hak adalah adalah orang yang melayani Tuhan secara benar.

Sebenarnya setiap orang percaya harus sudah kehilangan haknya, sebab kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus. Memang dalam satu aspek, penebusan itu berarti dosa-dosa kita diampuni, pelanggaran kita dihapus, surga pun disediakan. Tetapi penebusan itu juga mengandung aspek lain, bahwa itu berarti kita menjadi milik-Nya. Kita kehilangan kedaulatan hidup; kita kehilangan segala hak.

Oleh penebusan, kita menjadi milik Tuhan sepenuhnya. Kita bukan lagi milik kita sendiri. Sama seperti seorang budak yang dibeli oleh seorang tuan, maka sang tuanlah yang berdaulat penuh atas budak tersebut. Seorang budak tidak berdaulat atas dirinya.

Bila seseorang tidak melepaskan haknya maka ia adalah seorang pemberontak. Tuhan Yesus bersabda, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Kata berikanlah aslinya ditulis apódote yang artinya “serahkanlah kembali” atau “kembalikanlah”. Tuhan yang menciptakan manusia, tentu Tuhan juga yang berhak mengambil kembali apa yang dimiliki-Nya. Segenap hidup kita adalah milik-Nya. Kalau kita milik Tuhan, maka Ia berhak mengatur kita sesuka-sukanya. Jika kita melepaskan hak, artinya kita tidak lagi berkuasa mengatur diri kita. Jika kita menyerahkan diri untuk diatur Tuhan, barulah kita dapat memuliakan-Nya.


Bila seseorang tidak melepaskan haknya maka ia adalah seorang pemberontak.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Dikuasai Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 19 Desember 2011
Dikuasai Tuhan


Bacaan: Ibrani 12:12-17

12:12 Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;
12:13 dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.
12:14 Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
12:15 Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.
12:16 Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan.
12:17 Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.


Manusia telah jatuh sebagai makhluk yang bukan saja tidak memiliki hak sama sekali, tetapi juga hidup di bawah kuasa jahat. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai tawanan; bukan tawanan Roh Tuhan, tetapi tawanan dagingnya yang dimotori oleh hasrat yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Keadaan ini menggiring manusia masuk ke dalam kegelapan abadi. Manusia yang seharusnya ada di bawah subordinasi Tuhan atau dikuasai oleh Tuhan, karena dosa dan pemberontakannya dibawahi oleh kuasa lain. Sungguh sangat tragis dan memilukan.

Kedatangan Tuhan Yesus hendak menebus kembali apa yang hilang tersebut. Manusia yang telah dibawahi oleh kuasa kegelapan itu diarahkan untuk hidup di bawah kekuasaan Tuhan kembali. Ini sesuai dengan Doa Bapa Kami, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Untuk itu Tuhan Yesus harus membuktikan diri sebagai “Anak Manusia” yang dapat menaati Bapa di Sorga.

Sebenarnya tugas untuk melakukan kehendak Tuhan dalam menaklukkan dunia ini sudah dipercayakan kepada manusia; tetapi manusia telah gagal. Adam pertama telah gagal, sebagai akibatnya seluruh keturunannya ikut terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14). Adam kedua yaitu Tuhan Yesus Kristus berhasil menaklukkan Iblis. Oleh karena keberhasilan-Nya, maka semua orang yang menerima-Nya akan memperoleh semua fasilitas untuk menang sama seperti Dia menang, yaitu kemampuan untuk taat seperti Dia taat sampai mati di kayu salib.

Tuhan Yesus melepaskan segala hak-Nya untuk merebut hak yang sudah diambil oleh tangan kuasa kegelapan. Tuhan Yesus menang, dan segala kuasa di sorga dan bumi dalam tangan-Nya (Mat. 28:18). Kemenangan Tuhan Yesus diawali dengan pengosongan diri-Nya, dan puncaknya adalah ketaatan-Nya kepada Bapa di Surga. Suatu hari nanti semua lutut bertelut dan semua lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa.
Cara hidup atau gaya hidup seperti yang telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus  selama Ia hidup di bumi itulah yang harus kita teladani. Sejatinya mengikut Tuhan Yesus hanyalah untuk hidup seperti gaya hidup-Nya. Caranya ialah dengan melepaskan semua kebanggaan dan segala sesuatu yang bertendensi pada pemuliaan diri. Dengan melepaskan semua hak dan kebanggaan ini, kita dilatih Tuhan untuk “mengosongkan diri” sebagaimana Tuhan Yesus telah melakukannya. Langkah-langkah untuk meneladani Dia inilah sebagai Kekristenan yang sejati.


Mengikut Tuhan Yesus berarti harus hidup seperti gaya hidup Tuhan Yesus.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger