RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Proses Panjang

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Oktober 2011

Proses Panjang



Bacaan: Kejadian 3: 1-7


3:1 Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?"

3:2 Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan,

3:3 tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."

3:4 Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati,

3:5 tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."

3:6 Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.

3:7 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.



Kalau kita hendak menemukan makna yang lebih dalam daripada sekadar kebenaran historis dari kisah yang sangat sederhana mengenai Adam dan Hawa yang makan buah pengetahuan yang baik dan jahat, maka kita harus berani mengesampingkan dulu fakta harfiah kisah tersebut.


Untuk itu tidak penting kita persoalkan apakah buah itu apel atau persik; apakah warnanya merah atau jingga; bentuknya bulat atau lonjong. Yang terpenting untuk kita tangkap dalam cerita tersebut adalah kesediaan manusia untuk menghormati Tuhan atau memberontak seperti malaikat yang jatuh. Buah tersebut merupakan pilihan, apakah manusia bersedia hidup dalam tuntunan Bapa sehingga mengerti apa yang baik dan jahat dari perspektif Bapa, atau mengetahui apa yang baik dan jahat dalam perspektif yang lain. Rupanya manusia memilih untuk mengetahui apa yang baik dan jahat dalam perspektif yang salah, sehingga melihat segala sesuatu dengan cara yang salah. Ini ditunjukkan dengan perasaan malu atas ketelanjangan mereka (ay. 7) yang seharusnya bukan sesuatu yang memalukan. Kerusakan manusia pada mulanya bukan pada perubahan fisik, tetapi cara ia memandang sesuatu.


Juga ada pertanyaan sederhana yang patut dikemukakan: apakah dengan sekali makan buah itu, maka seketika itu juga pikirannya berubah? Jika kita menganggap pikiran manusia berubah sebagai kejadian sekejap, maka terdapat unsur mistis yang sangat kuat. Ini sangat tidak logis, karena faktanya kita melihat bahwa manusia tidak bisa baik mendadak atau jahat mendadak. Keputusan seseorang ditentukan oleh pertimbangannya yang terbentuk dari perjalanan panjang hidupnya. Jadi sangat besar kemungkinan keputusan manusia memilih memberontak kepada Bapa melalui sebuah proses panjang. Ini bisa diterima secara logika sebagai hal alami.


Dalam ay. 6 digambarkan bagaimana Hawa melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula menarik hati karena memberi pengertian. Dari ayat ini dapatlah disimpulkan bahwa Hawa sudah memiliki pengertian terhadap buah itu, karena ia bisa menilainya sebagai baik untuk dimakan dan menarik sebab memberi pengertian. Apakah kejadian itu hanya melibatkan sekali peristiwa dan dengan sekejap mengubah jalan hidup manusia? Bukan tidak mungkin bahwa itu merupakan proses panjang, namun untuk konsumsi bangsa Israel ribuan tahun yang lalu, disederhanakan dalam tulisan yang singkat. Di sini kita melihat bahwa Taman Eden merupakan taman pergumulan manusia, antara memilih apa yang baik menurut Tuhan dan baik menurut yang lain.



Sangat logis bila kejatuhan manusia ke dalam dosa bukan sekadar kejadian sekejap, melainkan melalui proses panjang.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Aplikasi Konkret

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Oktober 2011

Aplikasi Konkret



Bacaan: 2 Timotius 3: 15-17


3:15 Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.

3:16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

3:17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.



Kisah mengenai Adam dan Hawa dalam kitab Kejadian menjadi lebih berarti kalau kita mengambil maknanya yang terdalam, bukan hanya menganggapnya sekadar cerita historis. Kitab Suci sebagai tulisan yang diilhamkan Allah bukan hanya kumpulan cerita, melainkan tuntunan kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus. Oleh karena itu tanpa mengurangi penghargaan terhadap kisah Adam dan Hawa sebagai fakta historis, yang penting adalah kita harus dapat menggali makna yang terkandung di dalamnya, sehingga aplikasi konkretnya bisa dikenakan dalam kehidupan hari ini.


Jika kita melihat cerita-cerita dalam Alkitab hanya sebagai sejarah, maka yang terjadi adalah pemahaman yang dangkal, bahkan menimbulkan kebingungan. Sebab pikiran manusia modern yang terlatih, analitis, kritis dan cermat akan tertumbuk pada pembahasan yang kurang esensial, seperti penekanan secara harfiah bahwa dunia diciptakan dalam enam kali 24 jam, bumi lebih dahulu ada daripada matahari, ular dahulu bisa berbicara, dan sebagainya. Pikiran yang sama cerdasnya pula mempertanyakan kebenaran historis kisah itu, sebab tampak bertentangan dengan sains. Perdebatan yang timbul di sini tidak menuntun pada keselamatan.


Sesungguhnya kita harus memahami bahwa cerita-cerita dalam Alkitab seperti kisah Adam dan Hawa bukan sekadar kisah sederhana. Dengan hikmat Tuhan, kita dapat menguraikannya sebagai suatu kebenaran yang sangat luar biasa. Ada sesuatu yang lebih bermakna daripada selintas cerita tentang buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Makna itulah yang dapat diurai, sehingga dapat menjadi konsumsi jiwa di zaman mana pun. Roh Kudus memimpin kita untuk mengerti kebenaran, dan untuk mengerti kebenaran dibutuhkan sikap keterbukaan untuk berani menerima hal-hal yang selama ini terpatok pemikiran konservatif.


Pesan yang disampaikan oleh Allah yang Mahacerdas dibungkus melalui cerita-cerita sederhana, yang sesuai dengan penerimanya. Apabila orang Israel pada zaman Musa—3500 tahun yang lalu—diberi penjelasan secara rinci seperti kita di era internet ini, mereka tak sanggup menerimanya, karena mereka adalah orang-orang yang berpikiran sederhana. Bagi mereka cerita itu sudah cukup mewakili kehendak Tuhan yang harus mereka pahami. Tetapi setelah Injil diberitakan, dapatlah kita peroleh pengetahuan tanpa batas oleh tuntunan Roh Kudus. Dengan-Nya kita dapat memahami makna yang dalam, yang up-to-date dan relevan sepanjang masa. Kita pun sadar bahwa kisah sederhana itu memperlengkapi kita untuk perbuatan baik.



Cerita Alkitab sederhana seperti kisah Adam dan Hawa makin berarti manakala kita dapat mengenakan aplikasi konkretnya hari ini.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menentukan Sendiri

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Oktober 2011

Menentukan Sendiri



Bacaan: Ibrani 12: 12-17


12:12 Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;

12:13 dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.

12:14 Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.

12:15 Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.

12:16 Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan.

12:17 Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.



Dengan menjadi anak-anak Allah karena menerima Tuhan Yesus sebagai pemilik kehidupan kita, kita percaya bahwa segala sesuatu dalam kendali Bapa di surga. Namun pengendalian oleh Allah Bapa yang berdaulat bukan berarti segala sesuatu ditentukan oleh-Nya tanpa melibatkan respons kita. Respons manusia dalam menentukan keadaan dirinya dan keturunannya sangat penting dan berarti.


Harus kita ingat bahwa kehidupan bukanlah serentetan nasib yang ditentukan oleh takdir yang tidak bisa dihindari; tetapi kehidupan adalah serentetan pilihan yang harus dipilih untuk menentukan keadaan masing-masing individu. Jadi ke mana arah hidup manusia dan keadaannya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Hal ini merupakan hukum yang tidak bisa dibantah. Sebagaimana Adam dan Hawa menentukan keadaan diri dan keturunannya, demikian pula kita semua menentukan kedaan kita dan keturunan kita.


Untuk ini kita tidak boleh menyerah kepada nasib atau keadaan sekitar kita yang sering kita anggap sebagai takdir yang tidak bisa ditolak. Apa pun keadaan di sekitar kita merupakan jalan untuk menemukan rencana-rencana Allah yang besar atau kehidupan masa depan yang penuh harapan; baik masa depan di dunia ini, terlebih lagi setelah kehidupan di dunia ini.


Dalam serentetan pilihan yang disediakan Bapa, selalu ada pilihan terbaik bagi anak-anak yang dikasihi-Nya. Tetapi pilihan terbaik tersebut tidak otomatis menjadi milik kita, kalau tidak kita pilih. Bapa tidak akan mencegah seseorang memilih berdasarkan keputusannya sendiri, baik untuk pilihan yang terbaik maupun tidak. Dalam hal ini ditemukan keagungan kehidupan manusia, sebagai makhluk yang diberi kehendak bebas untuk menentukan keadaannya, terutama nasib kekalnya. Keagungan ini di satu sisi memuat kemuliaan, namun di sisi lain mengandung risiko yang tiada tara ngerinya, kalau salah mengambil keputusan.


Sebagai makhluk yang diciptakan dengan keadaan seperti ini kita tidak boleh bersikap pasif. Kepasifan sangat membahayakan sebab memilih untuk pasif merupakan pilihan yang salah. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa selalau ada kesempatan nanti untuk memilih apa yang terbaik. Pilihan yang terbaik merupakan akumulasi dari keputusan-keputusan yang baik yang seseorang lakukan setiap hari. Tidak mengambil keputusan berarti membawa dirinya kepada pilihan yang salah, yang dapat berujung kepada kebinasaan.



Kehidupan adalah serentetan pilihan yang harus dipilih untuk menentukan keadaan masing-masing individu.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kehadiran Tuhan

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Oktober 2011

Kehadiran Tuhan



Bacaan: 1 Korintus 6: 19


6:19 Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?



Orang-orang beragama berurusan dengan Tuhan hanya di rumah ibadahnya. Orang-orang Kristen juga terjebak dalam pola yang sama, yaitu menganggap berurusan dengan Tuhan hanya bisa di gereja. Padahal rumah ibadah manusia sesungguhnya adalah seluruh tempat dimana ia menjelajahi hidup ini, dan jam ibadahnya adalah seluruh waktu yang dimilikinya.


Penyembahan yang diinginkan Allah adalah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24), yaitu ibadah yang tidak dibatasi oleh ruangan, waktu dan tatacara upacara keagamaan. Dalam hal ini nyatalah bahwa Kekristenan adalah jalan hidup, bukan agama. Dalam Kekristenan, yang penting adalah bagaimana di seluruh perjalanan hidup kapan pun dan di mana pun kita melakukan segala sesuatu untuk kepuasan hati Tuhan dengan sikap hati yang menghargai dan menghormati-Nya setinggi-tingginya.


Menghargai Allah setinggi-tingginya hanya dapat dilakukan bila kita menghayati kehadiran Tuhan dalam hidup ini. Artinya di mana pun kita dalam suatu kesadaran bahwa Allah hidup dan hadir. Memang sangat mudah bibir orang mengatakan Tuhan ada di mana-mana, tetapi kebanyakan orang berusaha menghayati Tuhan hanya pada waktu ada dalam suasana menjalani ritual keberagamaan atau liturgi. Itu sebabnya sudah menjadi tradisi agamawi bahwa ada tempat-tempat tertentu yang disakralkan, seakan-akan ada tempat yang istimewa bagi Tuhan di bumi ini.


Memang sebelum Tuhan Yesus datang ke dunia, Allah menyatakan kehadiran-Nya melalui tabut perjanjian yang ada di Bait Allah. Tetapi setelah Tuhan Yesus datang ke dunia maka bait Allah adalah tubuh orang percaya itu sendiri. Dengan menyadari tubuh kita adalah bait Roh Kudus atau bait Allah, maka seharusnya kita bersikap takut akan Allah dalam penggunaan tubuh ini, karena Allah hadir di dalam tubuh kita.


Sayang sekali banyak orang Kristen berusaha menghayati kehadiran Tuhan hanya di gereja, seakan-akan Ia bisa dijangkau dan dirasakan secara penuh hanya saat di gereja. Di luar ruangan gereja mereka tidak perlu menghayati kehadiran Tuhan. Kalau begini akhirnya mereka gagal menghayati kehadiran Tuhan, sebab kalau seseorang tidak menghayati kehadiran Tuhan setiap hari, ia tidak akan bisa menghayati kehadiran Tuhan dengan benar baik di gereja atau di mana pun. Kalaupun seolah-olah bisa menghayati kehadiran Tuhan, itu hanya sebuah stimulasi perasaan, kondisi emosional yang sebetulnya hadirat Tuhan yang palsu.



Kehadiran Allah kapan saja dan di mana saja nyata jika kita takut kepada Allah sebab menyadari tubuh kita adalah bait Roh Kudus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Irama Penyembahan

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Oktober 2011

Irama Penyembahan



Bacaan: Yohanes 4: 24


4:24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."



Banyak orang yang tidak menghayati keberadaan Tuhan, sebab mereka tidak sungguh-sungguh mengakui dan menyadari bahwa mereka hidup di alam semesta yang dikuasai oleh Sang Pencipta. Orang-orang seperti ini pasti tidak menghormati Tuhan secara pantas. Bagaimana mereka bisa menghormati Tuhan secara pantas, kalau menghayati kehadiran-Nya saja tidak sanggup?


Hari ini penyembahan terlampau disederhanakan menjadi “pujian dan penyembahan” atau “praise and worship” yaitu nyanyian rohani dengan kata-kata penghormatan kepada Tuhan dalam liturgi di gereja. Akibatnya setelah menyanyikan nyanyian rohani, orang merasa telah menyembah Allah. Padahal menyembah seharusnya adalah irama jiwa yang dikendalikan oleh rohnya, sebab Allah menghendaki penyembahan dalam roh dan kebenaran.


Menyembah, proskynéo artinya “memberi nilai tinggi Tuhan” atau memperlakukan Tuhan sebagai Pribadi yang paling terhormat. Irama penyembahan dikendalikan oleh roh, yaitu roh manusia yang berasal dari Allah (Kej. 2:7) telah sinkron dengan jiwa yang diperbaharui oleh kebenaran Firman Tuhan. Penyembahan dari roh dan kebenaran ini bisa terwujud kalau kita mengenal Allah dengan benar dan memiliki persekutuan dengan-Nya setiap saat. Tentu hal ini tidak bisa dimiliki seseorang dalam sekejap.


Jadi semestinya praise and worship di gereja menjadi sarana untuk mengekspresikan irama menyembah yang telah kita miliki dari kehidupan kita setiap hari, bukan usaha untuk menggerakkan jiwa agar bisa menyembah Allah. Usaha menggerakkan jiwa merupakan manipulasi perasaan yang mengakibatkan kemunafikan, sebab kata-kata yang diucapkan tidak sejalan dengan perbuatan setiap hari.


Satu hal yang sangat penting untuk diketahui adalah bahwa untuk bisa menghayati keberadaan Sang Pencipta, kita harus mengenal-Nya dengan benar. Tanpa mengenal-Nya dengan benar kita hanya mampu menghayati keberadaan Allah melalui ritual keagamaan, tetapi tidak sanggup menghayati keberadaan-Nya melalui segala kegiatan hidup setiap saat dan di manapun kita melangkah hidup. Jadi marilah kita selalu belajar mengenal-Nya dengan benar melalui kebenaran Firman-Nya, agar kita dapat hidup dalam irama penyembahan yang benar yaitu dalam sepanjang hidup kita, bukan hanya beberapa saat saja di kebaktian di gereja atau di persekutuan doa.



Irama penyembahan dihasilkan dari menghayati keberadaan Sang Pencipta melalui pengenalan dari kebenaran Firman.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Berjaga-jaga Dan Berdoa

Renungan Harian Virtu Notes, 26 Oktober 2011

Berjaga-jaga Dan Berdoa


Bacaan: Matius 26: 41


26:41 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."



Keselamatan dari Allah kita terima sama sekali bukan karena perbuatan baik atau jasa kita, tetapi oleh karena anugerah. Tetapi anugerah itu pun akan sia-sia apabila kita tidak bertanggung jawab dalam pemberian Allah tersebut. Anugerah-Nya memberi jalan bagi kita untuk menjadi anak Allah, atau pantas disebut anak Allah.


Dalam hal ini kita mengerti mengapa Paulus berkata bahwa ia juga berusaha, baik diam di dalam tubuh ini, maupun diam di luarnya, supaya dikenan-Nya (2Kor. 5:9). Berusaha untuk dikenan ini adalah perwujudan iman yang benar. Orang yang tidak beriman tidak akan berusaha untuk dikenan-Nya. Allah berkenan kepada kita apabila segala yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-Nya.


Seirama dengan tanggung jawab untuk dikenan Allah ini, Paulus juga menyatakan bahwa dirinya melatih tubuhnya dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan ia sendiri ditolak (1Kor. 9:27). Pernyataan Paulus ini menunjukkan bahwa sekalipun ia sudah memberitakan Injil, tetapi kalau ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya, ia juga bisa ditolak. Ia harus mengendalikan tubuhnya, artinya rohnya harus berkuasa atas jiwanya yang mengendalikan seluruh tubuh. Untuk itu kita yang mau memperoleh perkenanan Allah harus selalu berjaga-jaga dan berdoa.


Kata “berjaga-jaga” dalam teks kita hari ini adalah gregorévo yang artinya “tetap terjaga, tidak tidur” atau “waspada”. Pertanyaannya adalah bagaimanakah sikap berjaga-jaga itu? Sikap berjaga-jaga adalah selalu berusaha mengoreksi apakah suatu tindakan baik, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, sungguh-sungguh berasal dari Allah. Koreksi tersebut hanya bisa dilakukan melalui kecerdasan roh, bukan dengan cara membandingkan dengan hukum yang tertulis. Untuk memiliki kecerdasan roh kita harus bertumbuh dalam kebenaran Firman Tuhan yang murni.


Langkah berikunya adalah berdoa. Kata doa dalam bahasa Yunaninya adalah prosévkhomai, gabungan dari dua kata: prós dan évkhomai. Prós adalah kata depan yang menunjukkan arah ke depan, tetapi lebih kuat daripada pró. Sementara évkhomai berarti “berharap” atau “berkehendak”. Jadi, prosévkhomai berarti harapan dan keinginan yang sangat kuat ke depan. Sebagai anak-anak Allah, yang kita pandang dan kita harapkan ke depan adalah dikenan Tuhan, agar kita dipantaskan menjadi anak-anak-Nya.



Untuk memperoleh perkenanan Allah kita harus selalu berjaga-jaga dan berdoa.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Sebutan Anak-anak Allah

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Oktober 2011

Sebutan Anak-anak Allah



Bacaan: Kejadian 6: 1-7


6:1 Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan,

6:2 maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.

6:3 Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."

6:4 Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan.

6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,

6:6 maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.

6:7 Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."



Agar kita lebih jelas lagi mengenai siapakah yang sah disebut anak-anak Allah itu, marilah kita memeriksa apa yang tertulis dalam sejarah manusia yang tertulis di kitab Kejadian. Pada awal sejarah manusia, walau manusia sudah jatuh ke dalam dosa, tetapi Allah Bapa masih mau mendampingi mereka dan berharap manusia masih bisa melakukan kehendak-Nya.


Sejatinya yang disebut anak-anak Allah dalam bacaan kita hari ini adalah keturunan Set, di antaranya adalah Henokh yang hidup bergaul dengan Allah sehingga kemudian diangkat oleh-Nya (Kej. 5:24). Tetapi ternyata anak-anak Allah ini tidak melakukan kehendak-Nya. Mereka melakukan kawin campur dengan anak-anak manusia, yaitu keturunan Kain yang terlibat dengan berbagai praktek dosa. Akhirnya keturunan Set ikut terlibat dengan berbagai kejahatan pula. Ini menunjukkan bahwa manusia ternyata daging adanya (ay. 3), artinya tidak mau mengikuti kehendak roh. Mereka hidup dalam kedagingan, yaitu tidak melakukan apa yang sesuai dengan kehendak Allah. Maka jelaslah bahwa kalau seseorang tidak bersedia hidup sesuai dengan kehendak Allah, maka ia tidak dapat menjadi anak Allah.


Sebutan anak-anak Allah bagi manusia pun terhenti pada waktu manusia tidak lagi hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Karena besarnya kejahatan manusia di bumi dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka hati Allah pun kecewa bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi (ay. 6). Itulah awal Roh Allah tidak lagi tinggal dalam manusia. Sejak itu manusia tidak bisa disebut anak-anak Allah, sebab yang disebut anak-anak Allah adalah mereka yang dipimpin oleh Roh Allah.


Dalam zaman anugerah ini orang-orang yang menerima keselamatan dalam Yesus Kristus dirancang untuk menjadi anak-anak Allah guna melakukan kehendak Allah dengan sempurna seperti Tuhan Yesus. Supaya pantas disebut sebagai anak-anak Allah, maka kita harus hidup dalam pimpinan Roh Allah. Oleh sebab itu jangan mudah mengakui diri sebagai anak-anak Allah, sebelum kita pantas untuk sebutan tersebut. Seseorang tidak akan pantas disebut sebagai anak Allah sebelum melalui proses yang membawanya bisa hidup dalam pimpinan Roh Allah, sampai pantas disebut anak Allah. Maka kita harus melalui proses tersebut, dan di dalamnya hidup untuk memperoleh perkenanan Allah.



Supaya pantas disebut sebagai anak-anak Allah, kita harus dalam pimpinan Roh Allah.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tidak Memandang Muka

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Oktober 2011

Tidak Memandang Muka



Bacaan: 1 Petrus 1: 14-17


1:14 Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,

1:15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,

1:16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.

1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.



Allah tidak memandang muka. Siapa pun yang tidak hidup sesuai dengan kehendak Allah—sekalipun beragama Kristen—bukanlah anak-anak Allah. Itulah sebabnya Rasul Petrus menasihati kita, kalau kita memanggil Dia Bapa, maka hendaklah kita hidup dalam ketakutan (ay. 17). Mengapa harus ketakutan? Sebab kalau kita memanggil-Nya Bapa, maka kita harus hidup sesuai dengan kehendak Bapa, sebab Ia tidak memandang muka.


Di Perjanjian Lama pun Tuhan tidak memandang muka apakah seseorang termasuk bangsa Israel atau kafir; yang penting adalah melakukan Taurat. Sekarang, Ia juga hanya memandang apakah kita beriman dengan benar atau tidak. Orang yang beriman dengan benar akan menunjukkan imannya dengan perbuatan yang konkret (Yak. 2:26). Dalam hal ini jangan merasa telah beriman, bila tidak menunjukkan iman tersebut dengan perbuatan konkret yang memenuhi standar kebaikan menurut ukuran Tuhan. Kalau hanya menjadi orang baik di mata manusia dan pergi ke gereja, belum tentu memiliki iman yang dikehendaki oleh Bapa.


Dengan demikian sejak kita memanggil Dia Bapa, berarti kita harus memiliki kebaikan menurut ukuran-Nya. Kebaikan ini berakar pada dua hal. Pertama, meletakkan seluruh pengharapan kepada penyataan Tuhan Yesus, berarti kerinduan terbesar dalam hidup ini adalah kedatangan-Nya. Hanya anak-anak Tuhan yang sejati yang memiliki pengharapan ini dengan jujur. Anak Tuhan yang baik merasa bahwa hidupnya telah selesai; ia hidup hanya untuk menantikan jemputan dari Tuhan Yesus yang akan membawanya ke rumah Bapa. Kedua, hidup dalam ketaatan kepada kehendak Bapa, sampai kekudusannya seperti Bapa.


Pemaparan Petrus dalam suratnya ini menunjukkan dengan jelas bahwa untuk menjadi anak-anak Allah ada syarat yang harus dipenuhi. Itulah maksud penebusan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus Kristus itu, agar kita ditebus dari cara hidup yang kita warisi dari nenek moyang kita. Cara hidup yang kita warisi dari nenek moyang adalah karakter nenek moyang, yaitu karakter manusia berdosa. Sekarang setelah menerima kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, kita mewarisi karakter Bapa, sehingga kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi. Kodrat ilahi yang dikenakan orang percaya adalah karakter Bapa. Dengan demikian untuk membuktikan apakah seseorang anak Allah atau tidak, dapat dilihat dari karakternya.



Iman kita terbukti bila kita meletakkan seluruh pengharapan kepada penyataan Yesus dan hidup dalam ketaatan kepada kehendak Bapa.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Persyaratan Untuk Menjadi Anak-anak Allah

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Oktober 2011

Persyaratan Untuk Menjadi Anak-anak Allah



Bacaan: Roma 8: 14


8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.



Alkitab mengatakan bahwa hanya orang-orang yang dipimpin oleh Roh Allah yang merupakan anak-anak Allah. Ayat ini secara tegas menunjukkan adanya persyaratan untuk menjadi anak-anak Allah, yaitu dipimpin oleh Roh Allah. Dengan hal ini maka hendaknya kita tidak dengan mudah menyatakan bahwa setiap orang yang mulutnya mengaku menerima Yesus telah secara otomatis menjadi anak Allah yang sah, yang nantinya akan diterima di Kerajaan Bapa.


Apabila kita memperhatikan dengan teliti apa yang dikatakan dalam Yohanes 1:12–13, maka dapat diperoleh suatu kebenaran, bahwa setelah seseorang menerima Yesus, maka ia diberi kuasa, atau tepatnya hak, supaya menjadi anak-anak Allah. Jadi belum otomatis menjadi anak Allah yang sah. Ia memang sudah terlebih dahulu diberi kuasa atau hak, dan hak itu bila dimanfaatkan akan membuat seseorang dapat menjadi anak Allah atau dilayakkan sebagai anak Allah. Dengan demikian jelaslah bahwa untuk menjadi anak Allah harus ada persyaratan yang harus dipenuhi. Dengan demikian tidak sembarang orang boleh mengaku dirinya sebagai anak Allah.


Dalam bahasa Yunani memang ada istilah yang digunakan untuk menyebut anak-anak sah dan anak-anak yang tidak sah. Anak-anak yang sah disebut huiós, sementara anak-anak yang tidak sah atau haram disebut nóthos. Contohnya dalam Ibr. 12:8, di mana orang-orang yang menolak didikan Bapa dikatakan berstatus anak yang tidak sah, bukan anak yang sah.


Jadi, kalau orang mengaku dengan mulut bahwa ia menerima Tuhan Yesus, belum tentu dia sudah menjadi anak yang sah di hadapan Tuhan. Penerimaannya terhadap Tuhan Yesus harus diuji. Pengujian tersebut melalui proses kehidupan, apakah ia memberi diri dididik oleh Bapa atau tidak. Dengan memberi diri dididik oleh Bapa berarti semakin seperti Bapa. Dengan semakin seperti Bapa, maka ia layak disebut anak Allah. Dengan kebenaran ini hendaknya setiap kita memeriksa diri dengan seksama dan jujur, apakah kita telah benar-benar melalui proses didikan oleh Bapa sehingga kita dianggap sah sebagai anak-anak Allah.


Dalam hal ini prestasi pelayanan bukanlah ukuran apakah seseorang adalah anak Allah yang akan diterima di Kerajaan-Nya, sebab bukan orang yang berseru kepada Yesus sebagai Tuhan akan selamat, tetapi mereka yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 7:21–23). Orang yang melakukan kehendak Bapa adalah anak Bapa. Mereka yang menyebut diri anak-anak Allah haruslah melakukan apa yang dilakukan oleh Bapa di Surga.



Melalui proses kehidupan akan terbukti apakah kita benar-benar anak Allah yang sah.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Si Sulung Yang Terhilang

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Oktober 2011

Si Sulung Yang Terhilang



Bacaan: Lukas 15: 25-32


15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.

15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.

15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.

15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.

15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.

15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.

15:31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.

15:32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."



Anak hilang bukan hanya si bungsu, melainkan juga si sulung. Mari kita pelajari apa kesalahan si sulung, sehingga kita tidak melakukan hal yang sama.


Pertama, si sulung menunjukkan sikap tidak hormatnya dengan tidak mau masuk ke rumah (ay. 28). Ia melecehkan ayahnya di depan hamba-hambanya yang lain. Berarti ia merasa sejajar dengan bapanya, tidak menghormati sebagaimana mestinya. Sikap inilah yang ada pada Lucifer, yaitu mencuri kemuliaan Allah. Kalau kita masih mencuri sekecil apa pun kemuliaan yang pantas bagi Tuhan berarti dalam diri kita ada virus Lucifer ini.


Kedua, si sulung merasa dirinya benar dan tidak memiliki pelanggaran dalam rumah ayahnya. Itulah sebabnya ia mencoba membandingkan kebenaran hidupnya dengan adiknya (ay. 29–30). Orang-orang seperti ini kesucian hidupnya diukur dengan peraturan lahiriah; padahal kebenaran diukur dengan kepekaan terhadap kehendak Allah. Orang yang tidak menguji hatinya sendiri tidak akan pernah mengenali dirinya dengan benar. Mereka merasa dirinya pandai, padahal pandir.


Ketiga, si sulung juga merasa berhak mendapatkan upah. Ia merasa pantas mendapatkan imbalan atas semua yang dilakukannya (ay. 29). Pada dasarnya motivasi pengabdian seperti itu tidak bisa dikatakan sebagai pelayanan, tetapi orang upahan (bandingkan dengan Luk. 17:10). Ini menggambarkan orang-orang Kristen yang merasa tidak memiliki utang kepada Tuhan. Mereka merasa berhak meminta suatu imbalan dari Tuhan, akibatnya melakukan segala sesuatu harus sebanding dengan yang mereka terima. Orang seperti ini pasti tidak bisa all out.


Keempat, si sulung merasa belum cukup memiliki sukacita dalam persekutuan dengan bapanya. Ini dibuktikan dengan banyak sahabat yang menurutnya bisa mengisi hatinya (ay. 29). Seharusnya orang percaya berprinsip bahwa di luar Tuhan tidak ada kebahagiaan. Bersahabat dengan dunia adalah perselingkuhan, suatu pengkhianatan kepada Tuhan.


Kelima, ia tidak menyadari bahwa semua yang dimiliki bapanya juga dimiliki dirinya; sekaligus pula berarti apa yang dimiliki dirinya juga dimiliki Bapa. Sebagai anak-anak Allah, semua yang dimiliki Bapa juga akan menjadi milik kita. Tetapi ini tidak berarti kita bisa mengklaim milik-Nya, sebab seorang anak yang benar harus seperasaan dan sepikiran dengan Bapa terlebih dahulu, sehingga bahkan merasa tidak berhak memiliki diri kita sendiri (ay. 31). Dengan memahami pikiran dan perasaan Bapa, kita akan dapat sepenanggungan dengan-Nya (ay. 32).



Pelajaran tentang si sulung yang terhilang mengingatkan kita bahwa orang yang baik di mata orang lain ternyata bisa terhilang di mata Tuhan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Dua Anak Hilang

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Oktober 2011

Dua Anak Hilang



Bacaan: Lukas 15: 11-32


15:11 Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.

15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.

15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

15:14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat.

15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.

15:16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.

15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,

15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.

15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

15:21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.

15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.

15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.

15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.

15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.

15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.

15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.

15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.

15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.

15:31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.

15:32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."



Perumpamaan mengenai anak yang hilang sering dikhotbahkan kurang lengkap. Biasanya para pembicara hanya mengajarkan tentang si anak bungsu yang terhilang, namun sesungguhnya bukan hanya satu anak yang hilang, melainkan dua. Si sulung pun terhilang dan durhaka terhadap ayahnya.


Kita sering kurang memperhatikan perumpamaan ini dengan rinci. Memang si anak bungsu berlaku jahat terhadap ayahnya secara nyata, tetapi kita tidak bisa menganggap si sulung sebagai anak yang baik. Ia tidak kalah kurang ajarnya terhadap sang ayah yang seharusnya dihormati secara pantas. Kita perlu menyoroti sikap hati si sulung yang tampak dari sikap dan pernyataan bibirnya. Ia menunjukkan kemarahan di depan orang tuanya, sikap tidak sopan yang seharusnya tidak dilakukan olehnya. Kemarahan si sulung tersebut menunjukkan bahwa ia merasa perasaannya berhak dilayani. Ini setara dengan adiknya yang merasa berhak dagingnya dilayani atau dipuaskan. Kalau si adik lebih memperhatikan kebutuhan tubuhnya, si kakak lebih memperhatikan kebutuhan jiwanya.


Si sulung ini bisa menjadi gambaran orang-orang beragama yang tampak saleh tetapi sebenarnya salah. Banyak orang beragama yang keadaan batinnya seperti si sulung: santun dan beretika, tetapi perasaannya belum disalibkan. Secara lahiriah mereka bukan orang berdosa dan bukan tidak bermoral, tetapi di dalamnya, manusia batiniahnya rusak. Kerusakan itu tersebut termasuk menghargai diri terlalu tinggi, hasrat dihormati, dan mendapatkan kesenangan dengan meraih apa pun.


Hari ini orang-orang seperti si sulung tersebut tidak sedikit jumlahnya, bisa-bisa merupakan bilangan yang terbanyak dalam lingkungan orang beragama. Watak si sulung ini terdapat di bagian terdalam yang tersembunyi dalam kehidupan kita; bahkan kadang-kadang kita sendiri tidak mengenalinya karena kita merasa diri kita baik-baik saja. Inilah yang disebut ego, atau si Aku.


Pemberesan si Aku ini membutuhkan kebenaran Firman yang kuat, yang disampaikan oleh pemberita Firman yang jujur, dan diterima oleh penerima yang jujur dan cerdas pula. Firman Tuhan mengatakan, “Hati adalah bagian paling licik lebih dari segala sesuatu; bila hatinya sudah membatu, siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yer. 17:9). Kata membatu adalah ânash yang artinya tidak dapat disembuhkan; seperti hati yang serosis. Kalau kebenaran terus-menerus ditolak, maka hati seseorang bisa membatu. Kalau hari ini kita ditegur oleh kebenaran ini, jangan keraskan hati kita, sebab seperti si sulung, kita bisa terhilang.



Kita harus membereskan si Aku, menyalibkan perasaan kita.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bertahan Sampai Akhir

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Oktober 2011

Bertahan Sampai Akhir



Bacaan: Matius 24: 12-13


24:12 Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

24:13 Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.



Dalam kehidupan Kristen kita memerlukan spiritual endurance atau ketahanan rohani, yaitu kesanggupan untuk bertahan di tengah-tengah tekanan terhadap kehidupan rohani atau iman kita. Tekanan itu bisa dalam berbagai bentuk yang pada dasarnya hendak menenggelamkan iman orang percaya agar murtad dari Allah yang benar (Ibr. 3:12). Tipu muslihat kuasa kegelapan hari ini ternyata bukan hanya menekan kita dengan kesulitan atau masalah seperti kemiskinan atau penyakit, tetapi menggunakan keadaan yang tidak bermasalah: kemakmuran, kekayaan, kehormatan, dan segala sesuatu yang menyenangkan. Yang kedua ini justru lebih berbahaya. Dalam segala kecerdikannya kuasa kegelapan berusaha menenggelamkan iman orang percaya. Fakta ini perlu diangkat ke permukaan, sebab pada akhir zaman akan terjadi masa-masa yang sulit (2Tim. 3:1–5).


Tuhan Yesus sendiri mengatakan akan semakin bertambahnya kedurhakaan di akhir zaman, yang menyebabkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Namun, “Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”. Kata “bertahan” dalam teks aslinya adalah hypoméno yang berarti “bertahan dengan gigih dan tabah” atau “bekerja keras”. Sikap bertahan dengan gigih inilah yang dituntut atas orang percaya yang sedang mengarungi dunia akhir zaman yang buas ini.


Jadi Firman Tuhan jelas menunjukkan bahwa dunia di akhir zaman memiliki suasana yang membuat iman Kristen menjadi rawan. Tekanan terhadap iman Kristen semakin kuat, sehingga orang percaya harus berjuang lebih keras. Kita harus memiliki semangat ketahanan yang lebih tinggi. Semangat ketahanan dalam mempertahankan iman Kristen ini adalah ketahanan rohani.


Harus dipahami dengan benar bahwa hidup beriman adalah perjuangan. Alkitab memunculkan hal ini berulang-ulang dan sangat jelas. Kita harus mengetahui perjuangan apa yang harus kita lakukan sehingga dapat gigih bertahan. Ada tiga kekuatan besar yang harus dihadapi. Pertama, kuasa kegelapan yang tidak pernah berhenti mengancam (1Ptr. 5:8–9). Kuasa ini tidak pernah berhenti menyerang sampai saat dibuang ke dalam lautan api. Kedua, ilah zaman ini, yaitu pengaruh dunia yang jahat (2Kor. 4:4). Dunia yang jahat ini sangat sistematis memengaruhi dan berusaha merusak iman orang percaya. Ketiga, diri kita sendiri (Rm. 13:14). Akibat kodrat dosa, konflik antara keinginan daging dan keinginan roh akan terjadi selama kita hidup. Berjuanglah dengan gigih sampai pada kesudahannya. Percayalah bahwa kita bisa menang.



Kita membutuhkan ketahanan rohani yang semakin tinggi di hari-hari terakhir.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger