RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Belenggu Keangkuhan Hidup

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Agustus 2011

Belenggu Keangkuhan Hidup



Bacaan: Yakobus 4: 6


4:6 Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."



Keangkuhan hidup adalah belenggu jiwa yang bertalian dengan kehormatan dan kebanggaan atas sesuatu yang membuat diri merasa bernilai. Banyak hal yang bisa membuat orang merasa bernilai, misalnya pendidikan, harta kekayaan, pangkat dan kekuasaan, keberhasilan karier, penampilan !sik—cantik atau ganteng, perhiasan, keberhasilan putra-putrinya, sampai pada kesuksesan dan popularitas dalam pelayanan—jumlah jemaat banyak, gedung gereja besar dan megah, aset gereja berlimpah.


Harus dengan jujur kita akui bahwa di dalam diri kita mengalir hasrat untuk dianggap bernilai di mata orang lain. Hampir semua manusia menjalankan roda kehidupan agar berkehidupan layak di mata orang lain; bahkan kalau bisa juga menjadi terhormat. Keinginan inilah yang menyebabkan seseorang menjadi congkak, seperti Lucifer yang tergerak untuk memberontak kepada Sang Pencipta. Manusia yang sudah jatuh pun memiliki warisan dosa ini.


Jika jiwa kita terbelenggu oleh keangkuhan hidup, tak akan mungkin kita memiliki kecanduan rohani yang benar. Orang yang congkak tidak akan haus akan Allah dengan benar; karena itulah dikatakan bahwa Allah menentang orang yang congkak. Karena itu sebagai anak-anak Tuhan kita harus memiliki kesungguhan untuk keluar dari kubangan keangkuhan hidup ini.


Dalam kehidupan orang-orang non-Kristen, ada yang menekankan nilai batin dan kehidupan di balik kubur. Mereka berusaha menampilkan gaya hidup orang yang tidak mencari nilai diri; ada dari mereka yang sengaja menjadi orang yang tidak bernilai, bahkan diajar untuk menjadi pengemis. Dengan praktik itu mereka berusaha merendahkan diri. Gereja Tuhan pada abad kegelapan pun pernah terjerumus pada pola kesalehan seperti ini. Kita tidak harus memiliki fanatisme seperti itu; kita harus belajar merasa bernilai karena dikasihi Tuhan, namun tidak angkuh. Memang tidak mudah, tetapi kalau orang non-Kristen bisa, apalagi kita.


Seperti kedua belenggu lainnya, jika kita menyerah kepada belenggu keangkuhan hidup, kita tidak akan dapat terlepas sampai selama-lamanya. Tetapi dengan mengerti kebenaran Firman Tuhan, kita dapat melepaskannya secara bertahap sampai kita bisa berkata, “I am nothing.” Aku ini tidak ada apa-apanya. Sampai tingkat ini, barulah kita dapat mengabdi kepada Tuhan dan memuliakan Tuhan secara benar.



Dengan mengerti kebenaran Firman Tuhan, kita akhirnya bisa berkata, “I am nothing.”



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Belenggu Keinginan Mata

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Agustus 2011

Belenggu Keinginan Mata



Bacaan: Yakobus 4: 1-4


4:1. Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?

4:2 Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa.

4:3 Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.

4:4 Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.



Keinginan mata adalah belenggu jiwa yang bertalian dengan hasrat untuk memiliki fasilitas hidup yang dimiliki orang lain. Hal ini biasanya dianggap wajar. Hasrat ini akan menciptakan standar yang disebut sebagai kebutuhan, sampai orang tidak bisa lagi membedakan antara kebutuhan dan keinginan.


Yang seharusnya bukan kebutuhan pokok kini telah dirasa sebagai kebutuhan pokok, sebab dunia sekitar telah menetapkan standar hidupnya. Inilah dosa yang sekarang sangat kuat mencengkeram banyak orang. Dosa ini merupakan bagian penyakit jiwa a!uenza, yakni hasrat konsumerisme tanpa batas. Hari ini virus afluenza ditularkan oleh berbagai iklan dengan segala pesonanya.


Keinginan mata tidak hanya membelenggu orang non-Kristen. Banyak orang Kristen juga terbelenggu olehnya. Akibat dorongan keinginan mata, mereka pergi ke gereja dan mencari Tuhan bukan karena haus akan Tuhan atau untuk meneguk air kehidupan, melainkan untuk mencari kuasa supranatural yang sanggup memenuhi kebutuhan jasmani dan ambisinya.


Belenggu keinginan mata sangat kuat, bagai penjara yang mengurung orang Kristen. Bila sudah terjerat olehnya, sangat sulit bagi seseorang untuk bisa keluar. Sementara dosa-dosa yang berhubungan dengan kesusilaan sanksi hukumnya tinggi dan sanksi sosialnya nyata, tetapi dosa keinginan mata tidak ada sanksi sosial dan sanksi hukumnya. Itulah sebabnya banyak orang nyaman berkubang di dalamnya.


Belenggu jiwa ini tidak akan bisa membuat seseorang memiliki kecanduan rohani. Dosa yang bertalian dengan keinginan mata yang membelenggu jiwa ini akan memadamkan gairah surgawi, yaitu kehausan akan Allah. Sesungguhnya Firman Tuhan menunjukkan bahwa ibadah itu harus disertai rasa cukup (1Tim. 6:6) dan asal ada makanan dan pakaian, cukuplah (1Tim. 6:8). Oleh sebab itu kebutuhan hidup harus kita buat sebagai sesuatu yang relatif.


Sebagai anak Tuhan, kita harus memiliki kesungguhan untuk beranjak keluar dari kubangan afluenza ini. Kalau orang-orang non-Kristen bisa meninggalkan keterikatan dengan materi demi memperoleh ketenangan jiwa, anak-anak Tuhan harus lebih bisa melakukannya. Tidak perlu kita membiara atau menjadi pertapa. Sekalipun kita hidup di tengah masyarakat seperti orang lain, tetapi kita harus bisa melepaskan keterikatan ini. Jangan menyerah. Bulatkan tekad, sebab dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita pasti mampu melepaskannya.



Kebutuhan hidup harus dibuat relatif, dan lepaskan diri dari belenggu keinginan mata.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Belenggu Keinginan Daging

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Agustus 2011

Belenggu Keinginan Daging



Bacaan: Roma 13: 14


13:14 Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.



Manusia pada umumnya merawat tubuh untuk memuaskan keinginannya, sebab ia terjebak belenggu keinginan daging yang cenderung pada nafsu yang tidak proporsional, terutama pada nafsu makan dan nafsu seksual. Yang dimaksud tidak proporsional artinya menyimpang dari penyelenggaraan yang semestinya.


Keinginan untuk makan memang telah ada di dalam diri manusia sejak manusia diciptakan. Tuhan memberikan keinginan ini, agar manusia bisa menikmati makanan yang disediakan-Nya, berupa biji-bijian dan buah-buahan (Kej. 1:29). Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, mereka melakukan kesalahan terus-menerus, yaitu mengonsumsi makanan secara tidak benar, sehingga mengurangi efektivitasnya melayani Tuhan. Lebih rusak lagi kalau manusia mengonsumsi racun yang membunuh tubuh, mulai dari rokok, alkohol, sampai narkoba yang merusak jaringan saraf dan cepat atau lambat akan membunuhnya. Sering diajarkan bahayanya narkoba dan rokok, namun orang sering lupa bahwa pola makan yang tidak baik, seperti terlalu banyak lemak dan karbohidrat, kurang sayur dan buah juga tak kalah berbahaya. Kalau seseorang mengasihi dan menghormati Tuhan, maka ia pasti merawat tubuhnya secara bertanggung jawab.


Nafsu kedua yang perlu dijaga adalah seks. Seks memang ditaruh Tuhan dalam diri manusia sejak sebelum manusia jatuh ke dalam dosa (Kej. 1:28). Jadi, seks adalah sesuatu yang kudus dan sangat terhormat. Juga setelah kejatuhan manusia terjadilah banyak pelanggaran atas hal ini, berupa poligami atau poliandri, prostitusi, seks bebas, homoseksualitas dan berbagai penyimpangan seks lainnya.


Keterikatan dengan dosa-dosa ini membuat seseorang tidak bisa memiliki kecanduan rohani yang benar. Kalaupun kelihatannya melakukan kegiatan rohani, bahkan pelayanan, tetapi kehausannya hanyalah pada kegiatannya, bukan kepada Allah. Jadi perlu kita ingat bahwa dosa yang bertalian dengan kedagingan akan memadamkan gairah surgawi, yaitu kehausan akan Allah.


Untuk itu sebagai anak Tuhan kita harus memiliki keberanian untuk keluar dari kubangan kedagingan ini. Kalau orang non-Kristen saja bisa melakukannya, kita pasti lebih bisa melakukannya. Kalau kita merasa tidak bisa lantas menyerah pada keinginan daging, maka dosa-dosa tersebut bahkan menjadi belenggu yang semakin kuat. Maka hendaknya kita tidak memandang dosa ini terlalu sulit untuk dilepaskan. Dengan doa, tekad yang kuat dan hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita akan dimampukan untuk melepaskannya dan merdeka selamanya.



Lepaskan diri dari belenggu keinginan daging, agar kita bisa mengobarkan gairah surgawi.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kecanduan Rohani

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Agustus 2011

Kecanduan Rohani



Bacaan: Mazmur 42: 2-6


42:2 Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.

42:3 Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?

42:4 Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"

42:5 Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan.

42:6 Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!



Dalam Mazmur yang sangat terkenal ini, Pemazmur mengungkapkan kecanduan rohaninya. Kecanduan rohani pada dasarnya adalah kehausan rohani pada tingkat yang sangat kuat atau sangat tinggi, sedangkan kehausan rohani pada dasarnya adalah kehausan akan Tuhan. Jadi kecanduan rohani artinya kebutuhan yang sangat kuat untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya.


Memang manusia pada dasarnya adalah makhluk rohani. Manusia memiliki kehausan terhadap kegiatan rohani, seperti beragama, mencari sesuatu yang yang bersifat supranatural, pemujaan dan penyembahan kepada satu obyek penyembahan dan berbagai ritual lainnya. Namun sering terjadi kerancuan antara kehausan terhadap kegiatan rohani dan kehausan akan Tuhan. Orang-orang yang haus terhadap kegiatan rohani belum tentu haus akan Tuhan, sebab dengan melakukan hal-hal rohani mereka berharap mendapat perlindungan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Jadi tidaklah heran bila banyak orang memiliki kehausan terhadap kegiatan rohani seperti itu, tetapi tidak haus akan Tuhan; termasuk banyak orang Kristen.


Orang yang tidak mengenal kebenaran bisa mengalami kecanduan akan kegiatan rohani seperti itu, tetapi tidak dapat memiliki kecanduan rohani yang benar kepada Tuhan. Ini karena mereka belum terbebas dari belenggu yang mengikat mereka, yang hanya dapat dibebaskan oleh kebenaran (Yoh. 8:31–32). Yang dimaksud belenggu di sini ada tiga jenis (1Yoh. 2:16), yaitu pertama, keinginan daging—hasrat yang berlebihan berkenaan dengan makan minum dan libido; kedua, keinginan mata—bertalian dengan keinginan untuk memiliki fasilitas hidup yang orang lain juga miliki; dan ketiga, keangkuhan hidup—bertalian dengan kehormatan dan kebanggaan atas sesuatu yang membuat dirinya merasa bernilai.


Bagaimana seseorang bisa memiliki kecanduan rohani yang benar? Seseorang baru dapat memiliki kehausan yang sangat tinggi akan Tuhan kalau telah terlepas dari belenggu keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup itu. Tanpa kelepasan dari hal-hal itu, orang-orang Kristen yang merasa dirinya haus akan Tuhan sesungguhnya hanya memiliki perasaan sentimentil agamawi, tanpa kehausan yang menggerakkan dirinya mempertaruhkan apapun demi mengerti kehendak Tuhan dan melakukan kehendak-Nya tersebut. Mari kita selidiki hati kita masing-masing. Sudahkah kita memiliki kecanduan rohani yang benar, atau masihkah itu pada tataran kecanduan terhadap kegiatan rohani saja? Jika belum, teruslah belajar kebenaran sehingga kita dibebaskan dari belenggu-belenggu itu.



Kecanduan rohani yang benar adalah kebutuhan yang sangat kuat untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Target Dan Ukuran

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Agustus 2011

Target Dan Ukuran



Bacaan: Markus 4: 24-25


4:24 Lalu Ia berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu.

4:25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya."



Perjalanan kehidupan di dunia ini sesungguhnya hanya untuk mengenapi rencana bapa. Rencana Bapa adalah menjadikan manusia seperti yang dikehendaki-Nya. Untuk ini kita harus rela kehilangan semua cita-cita dan kehendak sendiri. Kita tidak boleh memiliki rencana sendiri. Rencana sendiri menjadi batu sandungan. Kita harus memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah. Oleh sebab itu kita harus belajar terus berpikir seperti Tuhan berpikir. Ini bisa terjadi kalau kita memahami kebenaran Injil secara benar.


Rencana pribadi akan menciptakan target-target pribadi yang tidak membawa seseorang kepada pemulihan gambar Allah atau kesempurnaan Kristus. Oleh sebab itu kita harus memiliki target yang benar. Target yang benar ini bisa muncul kalau mata pengertian kita dibuka oleh kebenaran. Dengan mengenal kebenaran, kita akan semakin haus dan lapar akan kebenaran; artinya ingin mengetahui lebih banyak kebenaran Tuhan dan mengenakan dalam hidup ini. Kita tidak boleh memiliki target lain dalan hidup ini selain target menjadi sempurna seperti Bapa.


Tuhan Yesus menyatakan bahwa ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan kepada kita (ay. 24), dan di samping itu akan ditambah lagi kepada kita. Ukuran ini akan menciptakan target yang benar. Ukuran di sini maksudnya adalah pengertian kita tentang kebenaran Allah, yang menyangkut pemahaman kita tentang Tuhan, bagaimana seharusnya kita bersekutu dengan Allah, standar kesucian yang harus kita miliki, bagaimana seharusnya kita di dunia ini, bagaimana seharusnya kita memperlakukan manusia di sekitar kita dan segala sesuatu yang menyangkut apa yang kita harus lakukan.


Tuhan menuntut kita melakukan apa yang sudah kita mengerti tentang Firman-Nya. Semakin mengerti Firman, semakin tinggi targetnya. Oleh sebab itulah dikatakan, siapa yang diberi banyak akan dituntut banyak, tetapi yang diberi sedikit dituntut sedikit pula (Luk. 12:48). Kita harus bertumbuh terus dalam pengertian akan kebenaran dan menguatkan hati untuk berhasrat melakukan apa yang sudah kita pahami, sebab Tuhan akan menambahkan apa yang kita sudah miliki. Pergumulan untuk mengenal lebih banyak dan melakukan apa yang sudah kita pahami dari Firman-Nya adalah proses penambahan yang dikerjakan-Nya. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki apa-apa, dari padanya akan diambil apa yang ada padanya (ay. 25), maksudnya orang yang tidak bertumbuh dalam pengenalan akan Allah akan semakin bodoh dan kehidupan rohaninya mati.



Jika kita bertumbuh, Tuhan akan menambahkan apa yang sudah kita miliki, tetapi orang yang tidak bertumbuh akan menjadi mati rohani.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menjadi Agen Transformasi

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Agustus 2011

Menjadi Agen Transformasi



Bacaan: Yohanes 6: 25-29


6:25 Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya: "Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?"

6:26 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.

6:27 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya."

6:28 Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?"

6:29 Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."



Apakah fokus utama kegiatan pelayanan gereja itu? Kita lihat banyak gereja yang mempromosikan “jasa” untuk mendoakan atau membantu orang dalam masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani. Tidak selalu salah, tetapi harus dipahami bahwa dalam keselamatan melalui Tuhan Yesus Kristus, yang terpenting adalah pemulihan gambar diri untuk menjadi serupa dengan Allah kembali. Inilah yang terutama, yang harus menjadi fokus utama kegiatan pelayanan gereja. Tekanan yang berlebihan kepada kegiatan “menjual jasa” tersebut tidak menggiring umat kepada Kerajaan Surga. Mungkin akan menjadikan manusia Kristen yang baik secara manusia, tetapi tidak menjadikan umat sebagai pribadi yang memuaskan hati Allah.


Sehari setelah Tuhan Yesus membuat mukjizat spektakuler dengan memberi makan lima ribu orang, mereka yang sudah diberi makan itu mencari-Nya kembali. Jika Tuhan Yesus berpandangan sama seperti orang-orang yang menjual jasa hari ini, Ia akan senang melihat demikian banyak orang itu datang lagi kepada-Nya. Tetapi reaksi-Nya berbeda. Ia justru menegur orang banyak itu, sebab mereka mencari roti duniawi. Ia sesungguhnya menawarkan roti hidup yang kekal, yang nilainya lebih tinggi. Itulah anugerah Tuhan, yang mau kita responi atau tidak.


Meresponi tawaran roti hidup yang kekal itu haruslah dengan mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus (ay. 28–29). Jika kita percaya kepada-Nya, berarti kita juga melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus (Yoh. 14:12). Bagaimana kita melakukan pekerjaan itu, jika kita tidak mau mentransformasi pikiran kita untuk mengenakan pikiran dan perasaan Kristus, dan tidak mau menjadi agen transformasi agar orang lain juga diperbarui pikirannya?


Kita tahu bahwa transformasi pikiran untuk mengenakan pikiran dan perasaan Kristus itu bukan suatu hal yang sederhana. Tetapi semua kita dipanggil untuk menjadi agen transformasi. Kalau kita mau memasuki proyek Tuhan ini, itu benar-benar suatu kehormatan. Mari terima kehormatan ini dengan menyediakan hidup kita untuk disita Tuhan Yesus untuk diproses menjadi seperti diri-Nya.


Kalau di Eden Tuhan membimbing manusia untuk sempurna seperti diri-Nya, di zaman kita hari ini, Roh Kudus menuntun kita untuk menjadi manusia yang dikehendaki-Nya dengan melihat model manusia yang dikehendaki oleh Bapa, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Mari serahkan diri kita kepada tuntunan-Nya.



Menjadi agen transformasi adalah mengubah hidup orang-orang yang diselamatkan untuk mengalami proses mengenakan pikiran dan perasaan Kristus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Awas Kabar Baik Palsu!

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Agustus 2011

Awas Kabar Baik Palsu!



Bacaan: Galatia 1: 6-10


1:6 Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,

1:7 yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.

1:8 Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.

1:9 Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.

1:10 Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.



Jika kita menjadi orang percaya, berarti kita menjadi orang yang dirancang untuk mencapai tingkat-tingkat kesempurnaan tanpa batas yang disediakan oleh Tuhan. Tidak ada kabar baik lebih dari kabar yang satu ini, yaitu manusia dapat dikembalikan menjadi seperti manusia yang dirancang oleh Tuhan. Sehebat apa pun dan bagaimana pun seseorang, tetapi jika tidak menjadi manusia seperti yang dirancang Tuhan, percuma dia menjadi manusia. Inilah satu-satunya yang memberi nilai atas manusia.


Jadi yang memberi nilai atas manusia bukan pada penampilan lahiriahnya, bukan pada kekayaan atau harta yang dihimpunnya, pangkat atau kekuasaan yang diraih, pendidikan yang dicapainya dan segala hal yang selama ini dipandang bernilai. Kalau selama ini kita berpikir seseorang diberkati oleh Tuhan berdasarkan nilai-nilai yang keliru tersebut, sekaranglah waktunya bagi kita untuk mengubah pandangan tersebut.


Selama kita hidup di dunia ini, kebutuhan akan berkat jasmani tidak perlu diragukan lagi. Tuhan pasti mencukupi kita, sejauh kita bertanggung jawab. Yang harus diutamakan adalah bagaimana kita mengalami tingkat kesempurnaan yang dikehendaki oleh Allah.


Oleh karena itu kalau kita menyampaikan Kabar Baik ini dari Tuhan, hendaknya tidak kita selewengkan dengan isi yang salah. Kabar Baik di sini bukan hanya berisi kabar bahwa manusia bisa terhindar dari neraka. Apalagi kalau Kabar Baik dipahami sebagai pemulihan ekonomi, kesehatan, keluarga dan sebagainya yang tidak menyangkut pemulihan gambar Allah dalam kehidupan kita masing-masing, itu sesungguhnya sama sekali bukan kabar baik, melainkan kabar yang menyesatkan dan membinasakan.


Paulus menulis bahwa orang yang memberitakan Injil yang berbeda dengan yang telah diberitakannya, “Terkutuklah dia” (ay. 8). Jadi jangan mudah memercayai suatu kabar yang diberitakan di gereja. Ukuran megahnya gedung gereja dan jumlah jemaat sama sekali bukan ukuran bahwa sebuah gereja diberkati oleh Tuhan. Bahkan fasilitas dan aset gereja bukanlah ukuran bahwa suatu gereja disertai oleh Tuhan. Perlu kita pelajari sejarah gereja. Tidak sedikit gereja yang umurnya ratusan tahun dengan berbagai kemajuan secara fisik ternyata adalah ajaran yang bertentangan dengan kebenaran Allah. Karena itu yang penting adalah Kabar Baik yang benar, bukan penampilan fisiknya. Jangan mudah tertipu.



Injil yang tidak mengembalikan manusia kepada rancangan awal Allah semula adalah Injil yang diselewengkan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Berkat Rohani Di Dalam Surga

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Agustus 2011

Berkat Rohani Di Dalam Surga



Bacaan: Efesus 1: 3-5


1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.

1:4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.

1:5 Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,



Injil adalah Kabar Baik: Tuhan hendak melaksanakan kembali apa yang pernah dikehendaki-Nya, yaitu menciptakan makhluk yang berkualitas seperti diri-Nya. Itulah sebabnya Ia berusaha mengembalikan manusia kepada proses penyempurnaan, kembali kepada rancangan-Nya semula. Inilah keselamatan yang sejati yang ditawarkan-Nya, bukan sekadar terhindar dari neraka. Apalagi kalau keselamatan dipelesetkan sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani, akibatnya bukan selamat, malah binasa.


Dalam kehidupan kita sebagai umat Perjanjian Baru, kita bisa memilih, mau menuju kesempurnaan yang tiada tara atau kerusakan yang tiada tara. Seperti dalam ay. 3, Paulus menyebut adanya berkat rohani di dalam surga. Berkat rohani dalam surga ini tidak boleh dipelesetkan sebagai berkat di surga yang dapat diklaim untuk turun ke bumi seenak hati kita, karena yang dimaksud oleh Paulus adalah berkat yang dapat diraih melalui kehidupan kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya (ay. 4). Kehidupan inilah yang memungkinkan kita menjadi anak-anak Allah (ay. 5).


“Segala berkat rohani di dalam surga” aslinya ditulis πάσ ελογί πνευματικ ν τος πουρανίοις (pasé evloyía pnevmatiké en tīs epurani’īs). Arti harfiahnya adalah “segala berkat rohani di dalam tempat-tempat di atas langit biru”. Ini mengingatkan kita kepada perkataan Tuhan Yesus, “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal” (Yoh. 14:2). Ini adalah bentuk berkat tertinggi, yang menanti kita di langit dan bumi baru kelak, bersama dengan Tuhan Yesus dalam Kerajaan-Nya


Allah sudah menyediakan kekayaan dalam bentuk kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus (Ef.1:18). Itu bertalian dengan perbuatan baik yang bisa dilakukan oleh orang percaya. Perbuatan baik itu berstandar Ilahi, bukan berstandar manusia. Sebab kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef. 2:10).


Maka sebagai anak-anak Allah, kita harus mengarahkan perhatian kita kepada Tuhan dan kerajaan-Nya. Ia sudah menyediakan berkat-berkat-Nya di dalam surga. Jika kita hidup dalam persekutuan yang terus-menerus dengan Bapa, maka kita akan senantiasa bersukacita di dalam Dia oleh hal ini. Namun kita harus mengikuti prosesnya yaitu proses keselamatan, di mana Tuhan menggiring umat kepada kesempurnaan-Nya. Proses ini harus diterima sebagai kabar baik, sebab inilah maksud Allah menciptakan manusia.



Berkat surgawi menanti kita yang menerima Injil, yaitu bagi kita yang bersedia untuk dipulihkan sesuai rencana-Nya semula.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Progresivitas Moral Manusia

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Agustus 2011

Progresivitas Moral Manusia



Bacaan: Kejadian 1: 26


1:26. Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."



Sejatinya dengan kehendak bebasnya, Adam sang manusia pertama bisa mencapai kesempurnaan—tentu tidak akan menyamai Allah. Dengan kehendak bebasnya manusia bisa dan harus terus-menerus mengalami pendewasaan dalam kualitasnya (progresif), bukan seperti hewan yang kemampuannya terbatas. Seandainya manusia tidak jatuh ke dalam dosa, maka kemampuan moral yang dimilikinya bisa bertumbuh sampai pada tingkat tidak bisa dijatuhkan oleh Iblis.


Manusia diciptakan Allah segambar dan serupa dengan-Nya. Dalam teks asli nya, digunakan kata צֶּלֶם (tsélém) dan דְּמוּת (demûth). Tsélém hendak menunjuk gambar dalam arti unsur-unsur dasar yang dimiliki Allah juga dimiliki manusia (pikiran, perasaan, kehendak, kekekalan dan hakikat kerja). Kata ini lebih menunjuk kepada bentuk gambaran, rupa atau citra. Adapun demûth adalah keserupaan yang menunjuk kepada kualitas atas unsur-unsur tersebut. Artinya lebih menunjuk kepada kemiripan. Berarti keserupaan dengan Allah yang dimiliki manusia itu progresif, bukan sesuatu yang statis. Kemiripan ini bisa terus dikembangkan.


Allah hendak membawa manusia menjadi seperti diri-Nya, mengetahui apa yang baik dan jahat tetapi tidak berbuat jahat. Namun manusia ingin menjadi seperti diri Allah dengan mengikuti jejak Lucifer, dan akhirnya memberontak sesuai dengan anjuran si ular. Hasrat untuk menjadi seperti Allah itulah yang menjatuhkan manusia. Memang setelah jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi tahu tentang yang baik dan jahat. Tetapi ia terikat dengan keinginan jahat, terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14). Manusia semakin bertumbuh dalam kejahatan, semakin menyakiti hati Tuhan, bahkan kecenderungannya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kej. 6:5).


Kejatuhan itulah yang menghentikan langkah maupun progresivitas manusia untuk memiliki kesempurnaan Bapa. Allah menganggap manusia yang hidup dalam pelanggaran ini sebagai manusia yang mati (Ef. 2:1). Dikatakan mati di sini bukan berarti manusia tidak bisa berbuat baik. Manusia masih bisa berbuat baik, tetapi bukan baik menurut standar Allah. Sebagai buktinya, dalam Perjanjian Lama kita menemukan sosok-sosok yang sulit dikatakan jahat, seperti Henokh, Ayub, Yusuf dan lain sebagainya. Artinya manusia masih bisa berbuat baik dalam ukuran yang terbatas, namun tidak bisa bertumbuh dalam kodrat Ilahi. Tetapi kita yang hidup sebagai umat Perjanjian Baru dituntut untuk hidup sempurna sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Kita bisa berkembang secara progresif ke arah yang benar.



Sebagai orang percaya, kita bisa berkembang secara progresif menuju kesempurnaan sesuai dengan kehendak-Nya



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kehendak Untuk Mengasihi

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Agustus 2011

Kehendak Untuk Mengasihi



Bacaan: 1 Petrus 4: 1-3


4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--,

4:2 supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.

4:3 Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.



Setiap manusia selalu dilengkapi Tuhan dengan kehendak bebas dalam pribadinya. Kehendak ini harus dapat diatur oleh manusia itu sendiri, walau pada batas-batas tertentu, karena memang manusia adalah ciptaan. Kehendak itu diberikan agar manusia dapat menjadi makhluk yang bisa bertanggung jawab atas setiap keputusan kehendaknya itu. Kehendak dalam diri manusia ini menjadikan manusia menjadi makhluk yang luar biasa; jikalau tidak, maka manusia tidak lebih dari seonggok boneka daging yang diatur oleh sebuah remote control di tangan Tuhan.


Dengan kehendak tersebut manusia bisa menentukan dirinya sendiri, apakah ia berdiri di pihak Penciptanya, atau berdiri di pihak lain. Ia bisa memutuskan mengasihi Tuhan atau tidak. Kalau ia memilih mengasihi Tuhan, harus dengan tulus tanpa tekanan dari pihak mana pun. Itulah cinta sejati yang diinginkan-Nya, bukan cinta yang dipaksakan atau direkayasa oleh Tuhan sendiri.


Kalau cinta manusia direkayasa oleh Tuhan Sang Pencipta, lalu Ia menaruhnya kepada sebagian makhluk secara suka-suka, betapa tidak sehatnya pribadi seperti itu. Tapi puji Tuhan, kita tahu dengan integritas-Nya, Tuhan kita tidak seperti itu. Dalam Alkitab kita menemukan kenyataan bahwa Allah sendiri menerima seluruh konsekuensi dan risiko akibat menciptakan makhluk dengan memiliki kehendak bebas ini. Ia tidak mencegah Iblis ketika hendak memberontak terhadap diri-Nya. Ia juga tidak mencegah ketika Hawa dan Adam hendak memetik buah yang dilarang-Nya untuk dimakan. Bahkan manusia jatuh ke dalam dosa, kehendak ini tidak ditiadakan-Nya. Manusia masih memiliki kehendak yang akan membawanya kepada realitas penghakiman. Berarti hari ini belum tampak akibatnya kalau kita memutuskan untuk tidak mengasihi Tuhan, tapi kita harus mempertanggungjawabkan keputusan itu kelak.


Kehendak bebas ini jugalah yang menciptakan manusia yang memperoleh perkenanan Allah. Salah satu manusia tersebut adalah Henokh, sehingga ia diangkat ke Surga. Daud juga dikenan-Nya. Banyak lagi nama orang yang memperoleh perkenanan Allah untuk ukuran umat Perjanjian Lama.


Jadi kita tahu bahwa apakah kita mau mengasihi Tuhan dengan tulus atau tidak, itu diserahkan Bapa kepada kehendak bebas kita sendiri secara adil dan bertanggung jawab. Kita harus menentukan pilihan dengan kehendak bebas kita saat masih hidup di bumi ini. Kalau kita sudah menutup mata selama-lamanya, tidak ada kesempatan lagi. Apa pilihan Saudara?



Allah ingin manusia mengasihi-Nya dengan tulus melalui kehendak bebas yang diberikan-Nya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Harus Berjuang Serius

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Agustus 2011

Harus Berjuang Serius



Bacaan: Lukas 13: 24


13:24 Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.



Penyangkalan diri adalah perjuangan berat, pergumulan yang menyita seluruh kehidupan kita. Ini lebih dahsyat dari peperangan manapun. Peperangan fisik menghasilkan kekuasaan dan wilayah musuh atau memperoleh pampasan perang, tetapi penyangkalan diri menghasilkan hidup yang kekal yang nilainya tiada terhingga.


Selama ini banyak orang menganggap penyangkalan diri suatu proses yang mudah dan otomatis terjadi setelah orang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus. Itu konsep yang salah. Pandangan ini terlampau menyederhanakan penyangkalan diri sebagai sikap menolak perbuatan yang melanggar hukum dan tidak sesuai dengan etika dan norma; padahal menyangkal diri adalah usaha terus-menerus untuk memenuhi dan melakukan apapun yang Tuhan inginkan. Untuk mengerti apa yang dapat memuaskan hati Tuhan itu tidak cukup diwakili oleh huruf-huruf hukum dan peraturan. Orang harus memiliki kecerdasan roh dan kepekaan untuk dapat mengerti kehendak Tuhan, apa yang baik, yang menyenangkan-Nya dan yang sempurna. Untuk hal ini harus ada usaha yang sangat serius dan penuh perjuangan.


Kalau hanya mau mengerti hukum dan peraturan, memang tidak perlu pergumulan berat. Membaca dan mempelajari hukum dan peraturan bisa dalam waktu singkat. Kalau hanya demikian, tidak perlu kita menggali kebenaran Alkitab yang memuat kebenaran Allah, sebab dari informasi di luar Alkitab pun kita bisa menemukan apa yang baik menurut umum. Tetapi ini saja sebetulnya tidak cukup. Kita harus memahami kekayaan Injil untuk mengerti kebenaran-kebenaran. Pengertian akan kebenaran-kebenaran itu yang akan mencerdaskan kita dan mempertajam kepekaan kita untuk mengerti kehendak Tuhan.


Mengerti kebenaran Tuhan dan mempertajam kepekaan tidak bisa diraih dalam sekejap, membutuhkan sebuah proses bertahap yang sangat ketat. Kita harus menganggap bahwa memahami kebenaran Tuhan sebagai kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan ini.


Selain belajar kebenaran terus-menerus, kita harus menyediakan waktu untuk menyendiri dengan Tuhan, agar kita dapat menyerap kehadiran Tuhan yang memberi hikmat. Dalam perjumpaan tersebut pasti Tuhan berbicara, dan kita mendapat nasihat yang sangat kuat. Momentum ini tidak bisa digantikan dengan apa pun. Melalui perjumpaan pribadi tersebut kita akan mengalami pengalaman-pengalaman luar biasa, yang tidak bisa diungkapkan kepada orang lain.



Berjuanglah menyangkal diri dengan cara menggali kebenaran Alkitab dan memiliki perjumpaan terus-menerus dengan-Nya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Jalan Kesembuhan

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Agustus 2011

Jalan Kesembuhan



Bacaan: Matius 9: 12


9:12 Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.



Sering Tuhan Yesus dipromosikan sebagai Tabib Agung yang mampu menyembuhkan segala penyakit jasmani. Tetapi jarang terdengar kebenaran yang lebih penting, yaitu bahwa Tuhan Yesus adalah Tabib Agung yang ingin menyembuhkan kita, manusia berdosa yang sedang sakit jiwanya. Penyakit jiwa yang dialami seluruh manusia itu sudah ada pada Lucifer, dan jika kita tidak serius mengikuti jalan kesembuhan yang disediakan Tuhan, dipastikan ujung nasib kita akan sama dengan Lucifer. Karena itu kita membutuhkan jalan kesembuhan yang berdampak abadi.


Proses waktu untuk menyembuhkan penyakit jiwa ini sangatlah terbatas dan hanya satu kali kesempatan hidup saja. Dengan rendah hati setiap kita harus menyadari diri kita sakit, sebab hanya orang sakit yang membutuhkan tabib. Beruntunglah kalau orang sakit mengenali dirinya sakit dan segera berupaya untuk kesembuhannya, jika tidak maka penyakit tersebut akan membinasakannya.


Tidak ada cara lain untuk menyembuhkan manusia yang sakit kecuali dengan menyangkal diri. Manusia yang sakit adalah manusia yang melayani diri sendiri, egois, oportunis, maunya dilayani saja, dan berbagai kerusakan lainnya. Intinya, tidak mau menjadi makhluk ciptaan seperti yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Tuhan Yesus mau menyembuhkan penyakit ini dengan memberikan jalan penyangkal-an diri, agar orang percaya menemukan dirinya sebagai makhluk ciptaan yang dibebaskan dari kerusakannya.


Ternyata Tuhan tidak menggunakan cara cepat dan mukjizat untuk menyembuhkan kita yang sakit. Ia mengorbankan diri-Nya agar manusia bisa kembali kepada rancangan-Nya, tetapi Ia tidak memaksa manusia. Manusia yang menjadi objek keselamatan itu harus mau dan bersedia dikembalikan kepada rancangan-Nya. Jangan kita berpikir bahwa pemulihan atau kesembuhan jiwa bisa terjadi secara otomatis, seakan-akan cukup mengaku percaya saja kita sudah bebas. Manusia yang hendak disembuhkan harus memberikan respon yang memadai.


Ingat sabda Tuhan Yesus, “Tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk. 14:33). “Segala miliknya” juga mencakup seluruh kehidupan kita. “Dilepaskan” disini sama dengan disangkal. Semua keinginan dan cita-cita pribadi kita harus kita tanggalkan. Tanpa penanggalan semua ikatan dalam jiwa, kita tidak akan mengalami kesembuhan. Dengan demikian kesembuhan jiwa menuju pertumbuhan iman sangat bersyarat, dan kita harus membayar harganya.



Penyangkalan diri adalah satu-satunya jalan kesembuhan agar kita dapat kembali menemukan rancangan-Nya dalam diri kita.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Memindahkan Fokus

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Agustus 2011

Memindahkan Fokus



Bacaan: Matius 19: 23-26


19:23 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

19:24 Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."

19:25 Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?"

19:26 Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."



Kesediaan kita untuk menyangkal diri adalah keharusan yang tidak boleh dihindari dan ditunda, karena waktu kita dalam hidup ini sangat singkat, dan apabila waktu ini tidak kita manfaatkan untuk menyangkal diri, kesempatan tersebut akan semakin habis dan kita bisa-bisa memasuki kekekalan dengan tangan hampa, tanpa membawa kemuliaan apa pun.


Banyak orang menunda penyangkalan diri karena memang mereka tidak mengerti keharusan itu, dan juga tidak sedikit orang merasanya tidak penting. Toh Tuhan Yesus sudah mati dan bangkit, saya selamat, selesai; kalau mati saya masuk surga. Itulah pandangan yang menyebabkan orang tidak mau menyangkal diri.


Penyangkalan diri adalah proses untuk menundukkan diri dibawah kedaulatan Allah sepenuhnya. Ini tidak bisa kita lakukan dengan cepat, karena selain memiliki dosa warisan yaitu karakter yang diwarisi dari orang tua, kita sudah sangat lama berirama hidup yang salah, yaitu hidup untuk kesenangan bagi diri sendiri.


Penyangkalan diri juga berarti proses dan usaha kita untuk mengalihkan fokus hidup, dari diri sendiri beralih menjadi berpusat kepada Tuhan. Jelas ini butuh waktu yang tidak singkat. Kalau anugerah waktu yang kita miliki kita siasiakan, tidak ada kesempatan lagi sebab hidup kita di dunia hanya sekali.


Penyangkalan diri juga merupakan proses dan usaha untuk memindahkan fokus hidup, dari kerajaan dunia kepada Kerajaan Surga. Bagi manusia yang berdosa, ini mustahil sebab hati manusia sudah terpasung atau tertawan oleh percintaan dunia ini. Tetapi puji Tuhan, bagi Bapa tidak ada yang mustahil! Oleh pertolongan Tuhan, kita bisa mengalihkan fokus itu. Hanya saja kita juga harus meresponinya dengan serius, dengan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukannya.


Dengan memindahkan fokus kepada Tuhan dan kerajaan-Nya, kita adalah orang-orang yang kaya di hadapan Tuhan. Ini berbeda dengan orang-orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri di bumi ini; mereka tidak kaya di hadapan Tuhan (Luk. 12:21). Orang yang kaya di bumi—maksudnya merasa kepentingan diri sendiri adalah terpenting, dirinya tidak harus menaati Tuhan—sulit masuk ke dalam kerajaan Surga, sebab di hadapan Tuhan sesungguhnya mereka miskin dan akan menghadap Bapa dengan tangan hampa.


Jadi untuk sementara waktu di bumi ini kita memasuki sekolah kehidupan untuk bisa melakukan kehendak Allah dengan sempurna agar dilayakkan menempati Kerajaan-Nya.



Fokus dan tujuan hidup kita akan menentukan cara kita mengerjakan keselamatan yang sudah disediakan Kristus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger