RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Perbuatan Besar Macam Apa?

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Juli 2011

Perbuatan Besar Macam Apa?



Bacaan: 2 Tesalonika 2: 9-12


2:9 Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu,

2:10 dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka.

2:11 Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta,

2:12 supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan.



iblis berusaha memberikan pemahaman yang salah mengenai “perbuatan besar” sebagai ciri umat pilihan yang dimaksud dalam 1Ptr. 2:9. Iblis membodohi orang-orang sehingga mengartikan perbuatan besar sebagai mukjizat, yang tentu menyangkut masalah ekonomi, kesehatan, keluarga dan lain sebagainya.


Banyak orang Kristen tertipu dengan mengira mukjizat hanya dapat dilakukan oleh Allah, padahal fenomena yang sama telah dimiliki juga oleh banyak aliran kepercayaan dan agama. Tidak sedikit agama lain juga menunjukkan bahwa allah mereka membuat umatnya makmur.


Mengenai kesembuhan dan mukjizat, ada tokoh-tokoh spiritual yang mendemonstrasikan keajaiban di depan mata banyak orang. Seorang sahabat penulis pernah menyaksikan secara langsung keajaiban yang luar biasa termasuk penyembuhan supranatural yang dilakukan oleh seorang tokoh spiritual non-Kristen. Contoh sejenis, dewasa ini ada pula acara di salah satu stasiun TV swasta yang menampilkan upaya pemulihan rumah tangga yang bermasalah. Ternyata mereka mampu melakukannya dengan cukup memukau, sehingga acara ini digemari oleh banyak orang.


Alkitab jelas mengatakan bahwa Iblis dapat mengerjakan rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat palsu (ay. 9). Disebut “palsu” sebab Iblis berbohong dengan membuat mukjizat itu seolah-olah datang dari Allah, padahal tidak. Tipu dayanya membuat banyak orang binasa sebab tidak menerima dan tidak mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka (ay. 10).


Dari penjelasan ini nyata sudah bahwa banyak orang non-Kristen tidak merasa perlu menerima Tuhan Yesus, sebab mereka sendiri merasa sudah memiliki allah yang bisa mendemontrasikan kuasanya. Banyak juga orang yang menjadi Kristen hanya karena mengalami mukjizat yang memberikan pemenuhan kebutuhan jasmaninya, tidak tergiring menjadi umat Kerajaan Surga yang benar. Biasanya mereka hanya menjadi anggota gereja, tetapi tidak menjadi pengikut Kristus yang benar. Bagi mereka, kuasa dan kebaikan Tuhan Yesus harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya keuntungan pribadi mereka. Sungguh mereka oportunis dan manipulatif.


Mengalami mukjizat dan kuasa Tuhan tidak boleh dijadikan motivasi dalam mengikut Yesus. Peragaan kuasa Tuhan tidak cukup berpengaruh untuk menyelamatkan jiwa orang berdosa. Kalau kita mau menjadi orang Kristen sejati, motivasi kita adalah hidup sepenuhnya bagi Kristus saja. Pertanyaan kita adalah, “Bagaimana Tuhan dapat memanfaatkan aku? Bagaimana aku dapat berguna bagi Tuhan?”



Perbuatan besar Tuhan adalah keselamatan bagi orang-orang yang bermotivasi untuk hidup sepenuhnya bagi Kristus saja.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Umat Pilihan Asli Atau Palsu?

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Juli 2011

Umat Pilihan Asli Atau Palsu?



Bacaan: 1 Petrus 2: 9-10


2:9 Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:

2:10 kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.



Banyak anggota dalam komunitas Kristen mengakui dan merayakan statusnya sebagai umat pilihan. Ini selalu digembar-gemborkan, bahkan terkesan pamer. Para pemberita Firman, pemimpin pujian dan pemimpin jemaat di gereja-gereja mereka pun biasanya selalu menekankan hal ini, tetapi mereka tidak menunjukkan apa ciri-ciri umat pilihan dan bagaimana seharusnya hidup sebagai umat pilihan.


Umat pilihan pasti memiliki tanda dan ciri-ciri yang jelas. Tanpa itu, pasti bukan umat pilihan asli, melainkan umat pilihan palsu. Ini merupakan kecerdikan Iblis yang menyesatkan dan membinasakan banyak orang, melalui kepercayaan kosong bahwa dirinya merupakan umat pilihan tanpa memenuhi syarat untuk bisa disebut demikian. Mereka hidup dalam fantasi dan tipuan psikologis belaka.


Dalam Alkitab, ciri-ciri umat pilihan adalah memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah (ay. 9). Artinya, hidupnya kudus dan tunduk sepenuhnya kepada Allah sebagai penyembahan kepada Allah dan bentuk pengakuan bahwa Ialah satu-satunya penguasa yang berdaulat penuh, sehingga melalui hidupnya orang dapat melihat kemuliaan-Nya.


Pengertian ini kita peroleh sebab dalam bahasa aslinya dalam ayat ini dikatakan πως τς ρετς ξαγγείλητε… (hópōs tas aretás eksangjilēte…) yang semestinya lebih tepat diterjemahkan “Supaya kamu memperlihatkan kemuliaan-Nya…” Itulah ciri-ciri umat pilihan yang benar.


Tanpa pemahaman yang benar mengenai bagaimana seharusnya menjadi umat pilihan, orang Kristen tergiring ke dalam pembantaian abadi oleh kuasa kegelapan yang licik. Seorang siswa belum pantas disebut siswa yang baik, jika ia hanya mengenakan seragam sekolah dan membayar uang sekolah, tanpa mau belajar dengan benar. Demikian pula seorang Kristen belum pantas disebut umat pilihan, jika ia hanya beragama Kristen dan melakukan ritual-ritual agama—seperti rajin beribadah di gereja, bernyanyi lagu rohani, memberi persepuluhan dan ikut Perjamuan Kudus—tetapi tidak memperlihatkan kemuliaan Tuhan sebagaimana mestinya.


Seorang pangeran tidak perlu menggembar-gemborkan dirinya sebagai anak raja, tetapi orang dapat melihat ciri-cirinya. Yesus sendiri tidak perlu menggembargemborkan diri-Nya sebagai Anak Allah, tetapi orang dapat melihat ciri-cirinya. Kita pun tidak perlu menggembar-gemborkan diri kita sebagai umat pilihan; kalau kita umat pilihan yang asli, ciri-ciri itu pasti ada pada kita. Jangan mau lagi diperdaya oleh guru-guru palsu, yang sesungguhnya buta kebenaran Firman Tuhan.



Umat pilihan yang asli pasti memperlihatkan kemuliaan Tuhan sebagaimana mestinya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Memukau Dunia

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Juli 2011

Memukau Dunia



Bacaan: Matius 5: 20


5: 20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.



Baru-baru ini dunia dikejutkan oleh peristiwa di Jepang yang cukup menggetarkan jiwa. Jepang dilanda gempa berkekuatan 8,9 Skala Richter, tsunami setinggi 10 meter, dan sekarang yang masih menghantui adalah kebocoran reaktor nuklir PLTN Fukushima. Yang terakhir ini masih sangat menakutkan, sebab radiasi radioaktif dari PLTN bisa membahayakan orang-orang yang terletak dalam radius puluhan kilometer darinya.


Sekalipun begitu banyaknya korban yang meninggal dan hilang, ternyata perilaku bangsa Jepang dalam menghadapi bencana tersebut ditulis berbagai media sebagai “memukau dunia”. Dunia menilai bangsa Jepang pantas disebut sebagai “bangsa yang beradab”, sebab sekalipun sedang dilanda kesulitan bahan makanan, mereka tidak berebut makanan. Dengan tertib mereka mengantre untuk membeli bahan makanan. Tidak ada penjarahan seperti yang terjadi hampir di semua negara yang menghadapi bencana. Pihak pedagang tidak menaikkan harga bahan makanan, bahkan diberitakan bahwa harga di supermarket diturunkan demi menolong korban bencana. Mereka tolong-menolong dalam kebersamaan; itulah yang membuat mereka sanggup melewati keadaan yang sangat sulit dan berat.


Bila kita hubungkan perilaku beradabnya bangsa dari Negeri Matahari Terbit tersebut dengan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, sila kedua dalam Pancasila kita, kita patut merasa malu. Penjarahan Juni tahun 1998 dan berbagai tindakan anarkis bangsa kita akhir-akhir ini menunjukkan betapa jauhnya kita bisa disebut sebagai bangsa yang beradab. Kita boleh memiliki Pancasila; tetapi kalau tidak dipahami dan tidak diamalkan, tidak akan pernah kita menjadi manusia Pancasilais.


Demikian pula dalam kehidupan orang percaya. Bila tidak memahami jalan hidup yaitu Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab, tidak akan pernah kita menjadi manusia beradab sesuai ukuran Kerajaan Allah. Percuma mempunyai Alkitab secara fisik kalau tidak digali kebenaran-Nya. Seharusnya Firman Tuhan yang memuat kebenaran Allah mampu menciptakan manusia yang memiliki kesantunan hidup melampaui siapa pun. Tuhan Yesus sendiri menghendaki agar kita memiliki kehidupan yang luar biasa. Kalau hari ini tidak banyak orang Kristen yang memancarakan kehidupan sebagai warga Kerajaan Surga yang memukau lingkungannya, itu karena mereka tidak sungguh-sungguh memahami dan mengamalkan kebenaran Firman Tuhan dan kehendak-Nya. Kalau bangsa Jepang dengan filosofinya bisa memukau dunia, seharusnya anak-anak Tuhan dengan Alkitab lebih dari itu.



Firman Tuhan mampu menciptakan manusia dengan kesantunan hidup yang memukau dunia.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Membayar Harga Keseriusan

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Juli 2011

Membayar Harga Keseriusan



Bacaan: 2 Korintus 5: 10


5: 10 Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.



Ada satu hal yang harus kita terima dan sungguh-sungguh alami, yaitu menunjukkan keseriusan sebagai anak-anak Allah. Menjadi serius bukan tergantung anugerah Tuhan atas setiap individu; setiap kita bisa serius. Alkitab jelas menunjukkan bahwa kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat. Ini sungguh-sungguh tergantung respons setiap individu menanggapi kenyataan bahwa Allah itu ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibr. 11:6). Keseriusan dengan tindakan konkret ini merupakan langkah yang menyelamatkan kehidupan setiap individu.


Iblis akan berusaha membuat diri kita—seorang Kristen—bersikap pasif. Ia menyuntikkan anggapan ke dalam pikiran bahwa anugerah itu bukan hanya keselamatan; yang namanya iman, respons dan keseriusan pun anugerah. Kata Iblis, kalau Tuhan tidak memberikan anugerah “roh keseriusan” kepada kita, mau diapakan pun, kita tidak akan serius; percuma berusaha, sebab usaha manusia semuanya sia-sia. Hidup ini mengalir saja, mengikut alunan “roh”. Pertanyaannya, roh siapa?


Bukankah hidup ini dipercayakan Tuhan kepada kita? Kualitas hidup ini ditentukan dari seberapa kita memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Keharmonisan itu tergantung dari langkah konkret kita untuk menuruti kehendak-Nya. Sedihnya, banyak orang Kristen yang terjangkit oleh virus pasivitas ini. Mereka belum memenuhi bagian yang seharusnya untuk mengalami Tuhan dalam kehidupan secara konkret. Sejatinya harga keseriusan dengan Tuhan adalah segenap hidup. Tidak ada yang boleh disisakan bagi siapa pun atau apa pun. Orang yang tidak serius dengan Tuhan menganggap bahwa keselamatan yang Tuhan perjuangkan adalah murahan. Mereka tidak mengerti betapa berat perjuangan Yesus untuk membuka jalan bagi manusia agar dapat menemukan Allah dan bersekutu dengan-Nya.


Keseriusan kita sebagai anak-anak Allah mengharuskan kita memperdalam pengenalan akan Dia, yang dibangun melalui belajar kebenaran Firman Tuhan dan doa pribadi. Tentu juga melalui persekutuan dengan orang yang takut akan Tuhan, merindukan Tuhan dan sungguh-sungguh menyadari bahwa hidup ini hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Demi hubungan yang harmonis dengan Tuhan, maka kita akan menyerahkan apapun yang ada pada kita bagi Tuhan, sampai kita tidak memiliki apa pun kecuali Tuhan sendiri. Dialah harta kita satu-satunya.



Harga keseriusan dengan Tuhan adalah segenap hidup kita, tanpa ada yang disisakan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bagian Dalam Kekudusan-Nya

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Juli 2011

Bagian Dalam Kekudusan-Nya



Bacaan: Ibrani 12: 10-11


12:10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.

12:11 Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.



Hampir semua dari kita pernah dimarahi dan dihukum oleh ayah kita di dunia ini saat kita masih kecil. Dulu kita belum mengerti, tetapi sekarang kita tahu bahwa itu dilakukan oleh ayah kita dalam rangka mendidik kita, agar kita menjadi anak yang baik dan berhasil. Itu dilakukannya untuk kebaikan kita.


Didikan ayah kita adalah untuk hidup kita yang pendek di bumi ini, dan itu pun terbatas sesuai dengan pengetahuan kita. Bila demikian, tentu didikan Allah Bapa jauh lebih tinggi nilainya. Ia mendidik kita bukan agar kita sukses di dalam kehidupan kita yang demikian singkat, seperti uap yang kelihatan sebentar saja lalu lenyap. Ia mendidik kita agar kita bisa menemukan tempat dan kedudukan sebagai anak-Nya. Ia mendidik kita agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (ay. 10).


Jika kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan-Nya, artinya kita dapat memiliki kapasitas mental atau karakter yang mampu mengerti kehendak Bapa. Itu semua adalah untuk kebaikan kita. Kekudusan itu jauh lebih berharga dibandingkan uang dan harta benda di bumi, kesehatan, keluarga dan sahabat; sebab dengan kekudusan itu kita dapat benar-benar menjadi anak yang sah (υός, huiós) yang akan bersama-sama dengan Dia di kerajaan-Nya. Didikan Bapa ini bernilai kekal.


Sementara orang-orang yang menolak didikan Bapa adalah mereka yang digolongkan sebagai anak yang tidak sah (νόθος, nóthos). Mereka tidak menganggap didikan Bapa itu berharga, sebab pada saat menerima ganjaran, yang dirasakan bukanlah sukacita melainkan dukacita (ay. 11). Mereka menganggap, seharusnya Bapa itu baik jadi pasti memberikan apa pun yang mereka minta untuk kebutuhan jasmani di bumi ini. Betapa tragisnya manakala di akhir hidup mereka, Bapa tidak mau mengakui mereka sebagai anak-anak yang sah.


Maka perlu diingat, sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah Bapa dan menjadi anak-anak Allah yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus Kristus, kita tidak boleh memiliki “bisnis” atau “urusan” sendiri. Kita hidup hanya karena mau mengerti kehendak Bapa dan melakukan kehendak Bapa. Suarakan kembali filosofi Tuhan Yesus, “Makananku adalah melakukan kehendak Bapa” (Yoh. 4:34). Jika kita tidak memiliki prinsip hidup seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus ini, kita bukanlah anak sah Allah. Jika kita sadar untuk bertobat sekarang juga untuk menjadi anak Allah yang sah, bersiaplah untuk menerima didikan-Nya, yang sekalipun menyakitkan, membangun kerohanian kita melalui buah kebenaran yang memberikan damai.



Prinsip hidup anak Allah yang sah adalah, “Makananku adalah melakukan kehendak Bapa.”



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Memberi Diri, Bukan Meminta

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Juli 2011

Memberi Diri, Bukan Meminta



Bacaan: Ayub 1: 6


1: 6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis



Banyak orang tidak tahu bahwa malaikat-malaikat pun sebenarnya juga disebut sebagai anak-anak Allah. Dalam Ayb. 1:6, disebutkan anak-anak Allah menghadap Allah; di antara mereka datang pula Iblis. Yang dikatakan anak-anak Allah di sini tak lain dan tak bukan adalah makhluk surgawi, yaitu malaikat-malaikat.


Para malaikat juga disebut anak Allah, sebab semua roh berasal dari Allah Bapa (Ibr. 12:9). Iblis juga sebenarnya dahulu adalah malaikat yang disebut anak-anak Allah. Tetapi sejak malaikat ini dan pengikut-pengikutnya memberontak kepada Allah, mereka jatuh ke dalam dosa. Sejak pemberontakan itu, ia tidak lagi disebut anak-anak Allah, tetapi Iblis.


Teks asli Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani untuk kata Iblis di ay. 6 ini adalah שָׂטָן (Sâtân). Sâtân artinya “lawan, yang melawan”, “saingan”, “musuh”. Dengan demikian siapa pun yang melawan, memusuhi atau mau bersaing dengan Tuhan adalah sekelompok dengan Setan. Jadi, walau seseorang merasa sudah menjadi anak Tuhan, kalau di kehidupannya tidak berdiri di pihak Tuhan, maka ia adalah musuh.


Fragmen sejarah kehidupan malaikat yang jatuh ini, yang bernama Lucifer, memberi kita pelajaran yang dalam dan membangkitkan inspirasi yang kuat. Semua ini memberi contoh yang jelas, bahwa pemberontakan kepada Allah Bapa di Surga berakibat sangat fatal.


Oleh sebab itu sebutan anak-anak Allah bagi kita harus dimengerti dengan tepat. Ada pelajaran mahal di balik status anak Allah tersebut. Sebutan tersebut bukan hanya berarti seperti tiket untuk dapat memperoleh berkat yang kita harapkan dari Tuhan, melainkan sebuah tiket yang menuntut tanggung jawab dan panggilan, yaitu untuk melakukan kehendak Bapa.


Selanjutnya Bapa sendiri pasti mendidik anak-anak-Nya supaya mereka mendapat bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr. 12:7–10). Di dalamnya termasuk pula kelayakan menerima anugerah dan kesanggupan untuk melakukan kehendak-Nya. Pendidikan tersebut merupakan proses yang dialami setiap umat pilihan agar kita bisa mengerti bagaimana hidup sebagai anak-anak Allah yang hidup hanya untuk mengabdi kepada Bapanya. Oleh sebab itu menjadi anak-anak Allah berarti memberi diri, bukan meminta. Menyerahkan diri untuk dipakai Tuhan sesuka hati-Nya, bukan untuk memanfaatkan. Jika kita tidak memberi diri kita kepada Tuhan, berarti kita tidak berada di pihak-Nya. Jika tidak di pihak Tuhan, pasti di pihak lawan yaitu Setan.



Menjadi anak-anak Allah berarti memberi diri untuk dipakai sesuka hati Tuhan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tanggung Jawab Sebagai Anak-anak Allah

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Juli 2011

Tanggung Jawab Sebagai Anak-anak Allah



Bacaan: Kejadian 6: 1-7


6:1 Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan,

6:2 maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.

6:3 Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."

6:4 Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan.

6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,

6:6 maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.

6:7 Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."



Menjadi anak-anak Allah, Tuhan Semesta Alam bukan hanya untuk menikmati pemeliharaan-Nya. Pemeliharaan Tuhan atas anak-anak-Nya tidak perlu diragukan sama sekali. Salah satu nama-Nya adalah יהוה יִרְאֶה (YHWH Yir’eh), Tuhan Menyediakan (Kej. 22:14).


Ada hal yang jauh lebih penting dan lebih besar daripada itu, yaitu melakukan kehendak Bapa. Karena menjadi anak-anak bagi Tuhan Semesta Alam adalah menyediakan diri kita menjadi alat bagi kemuliaan nama-Nya, seseorang yang tidak menjadi alat bagi kemuliaan nama-Nya tidak layak disebut anak Allah.


Awal mulanya, manusia memang anak Allah, karena Allah Bapa sendiri yang melahirkannya. Tubuh manusia dibentuk-Nya dari bumi ini, tetapi rohnya dari Bapa (Kej. 2:7). Kita tidak boleh ragu-ragu menerima kebenaran ini. Dengan demikian bukan tanpa alasan kalau Allah mengingini roh yang ditempatkan dalam diri kita dengan cemburu (Yak. 4:5), sebab memang kita berasal dari diri-Nya. Karena kita berasal dari diri-Nya maka kita adalah milik-Nya.


Walaupun manusia sudah jatuh ke dalam dosa, tetapi Allah Bapa masih mau mendampingi mereka dan berharap manusia masih bisa melakukan kehendak-Nya. Manusia mula-mula, yaitu keturunan Set masih disebut anak-anak Allah. Di antaranya ada Henokh yang hidup bergaul dengan Allah, kemudian diangkat oleh-Nya (Kej. 5:22). Tetapi ternyata anak-anak Allah ini tidak melakukan kehendak-Nya. Kecenderungan mereka adalah dosa semata-mata (non posse non peccare). Mereka tidak lagi bisa melakukan tugasnya sebagai anak Allah; mereka jatuh karena daging adanya. Apalagi sejak mereka mulai kawin campur dengan “anak-anak manusia” yaitu keturunan Kain (ay. 1). Kejahatan manusia bertambah, dan hatinya cenderung membuahkan kejahatan semata-mata, sampai Tuhan menyesal bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi (ay. 6). Sejak itu Roh Allah tidak lagi tinggal dalam manusia (ay. 3). Manusia tidak lagi bisa disebut anak-anak Allah, sebab anak-anak Allah adalah mereka yang dipimpin oleh Roh Allah (Rm. 8:14).


Dalam zaman anugerah ini, Allah memberi anugerah-Nya yang memungkinkan orang-orang yang menerima keselamatan dalam Yesus Kristus kembali menjadi anak-anak Allah. Tetapi ada tanggung jawab bagi kita untuk menjadi alat bagi kemuliaan Allah Bapa. Sebagai anak-anak Allah, kita diinginkan-Nya melakukan kehendak-Nya seperti Tuhan Yesus. Marilah kita menjalaninya dengan serius.



Anak-anak Allah bertanggung jawab melakukan kehendak Bapa seperti Tuhan Yesus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Untuk Kemuliaan Allah Bapa

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Juli 2011

Untuk Kemuliaan Allah Bapa



Bacaan: Filipi 2: 9-11


2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!



Ada satu pernyataan Alkitab yang sangat penting yang harus kita mengerti: “‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (ay. 11). Di balik pernyataan ini ada kebenaran yang sangat luar biasa. Yesus menjadi Kristus dan Tuhan (Κύριος, Kýrios atau Sang Penguasa), tetapi itu adalah untuk kemuliaan Allah Bapa. Ia menjadi Kristus dan Tuhan bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kemuliaan Allah Bapa.


Ia harus menjadi manusia, mengosongkan diri-Nya, meninggalkan segala kemuliaan-Nya (Flp. 2:5–7). Dalam segala hal Ia disamakan dengan kita. Dalam perjuangan-Nya menunaikan tugas penyelamatan dunia, Ia harus menjalani penderitaan yang amat berat (Ibr. 5:7; 12:2-3). Semua itu dilakukan Tuhan Yesus bukan untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk kemuliaan Allah Bapa di Surga.


Seandainya saja Yesus gagal melakukan tugas-Nya, Ia tidak lagi memiliki kemuliaan yang telah dimiliki-Nya sebelumnya. Tetapi puji Tuhan, Ia memenangkan perjuangan itu. Oleh sebab itulah Ia menjadi Tuhan. segala kuasa di Surga dan di bumi diberikan kepada-Nya; segala makhluk di langit, di bumi, di bawah bumi bertekuk lutut kepada-Nya; dan Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa.


Ini memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Kalau Ia menjadi Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa, maka kita menjadi anak-anak-Nya yang mengikut-Nya juga hanya untuk kemuliaan Allah Bapa semata-mata. Menjadi anak-anak Allah bukan hanya berarti kita dapat menggunakan fasilitas sebagai anak untuk meraih apa yang kita ingini. Menjadi anak berarti menjadi alat bagi kemuliaan nama-Nya. Tidak perlu kita mempersoalkan fasilitas sebagai anak-anak Allah. Bapa di Surga yang setia Ia tidak akan pernah meninggalkan tanggung jawab-Nya sebagai Bapa yang memelihara anak-anak-Nya dengan sempurna. Justru ketika seseorang mempersoalkan haknya sebagai anak, terbukti bahwa ia adalah anak yang tidak tahu diri dan tidak memercayai Bapanya. Anak yang baik akan lebih mempersoalkan tugas atau kewajiban-Nya, yaitu menjadi terang dunia, sehingga orang melihat kehidupan kita dan memuliakan Bapa di Surga (Mat. 5:14–16).


Tuhan Yesus telah membuktikan diri-Nya Anak Allah dan membuktikan bahwa hanya Bapa di Surga yang layak diakui sebagai Allah yang berdaulat atas semua makhluk ciptaan. Kita juga harus membuktikan bahwa diri kita layak disebut anakanak Allah dengan mempersembahkan hidup kita hanya untuk kemuliaan Allah Bapa.



Menjadi anak-anak Allah berarti menjadi alat bagi kemuliaan Allah Bapa.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Yang Diurapi

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Juli 2011

Yang Diurapi



Bacaan: Kisah Para Rasul 2: 36


2:36 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus."



Kata “Kristus” berasal dari bahasa Yunani Χριστός (Khristós) yang berarti “Yang Diurapi”. Ini merupakan terjemahan dari kata Ibrani מָשִׁיַח (Mâshîyakh), Mesias. Kata Mâshîyakh berakar dari מָשַׁח (mâshakh), yang artinya “mengurapi” atau “mengolesi dengan minyak atau sejenisnya”.


Dalam budaya bangsa Israel, biasanya yang diurapi adalah raja (1Sam. 16:13), imam (Kel. 28:41) dan nabi (1Raj. 19:16). Dalam Perjanjian Lama kita menemukan kisah Saul yang diurapi sebagai raja (1Sam. 10:1), tetapi gagal sebagai raja karena tidak taat kepada Allah. Kekuasaannya dipindahkan Allah kepada orang lain. Berbeda dengan Daud, yang diurapi sebagai raja dan berhasil menyelesaikan tugasnya sebagai raja dengan baik.


Kalau Yesus disebut sebagai Kristus, itu karena Ia menggenapi nubuat mengenai Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama (Yoh. 1:45). Ia memiliki pengurapan itu, sebab Ia bertugas sebagai raja (2Ptr. 1:16), imam besar (Ibr. 4:14) dan nabi (Mat. 13:57).


Persoalannya adalah, bisakah Yesus disebut sebagai “Yang Diurapi” seandainya Ia gagal dalam tugas yang diemban-Nya dari Bapa di Surga? Tentu tidak. Hanya oleh kesediaan-Nya memikul dosa untuk pendamaian umat manusia dengan Allah, Ia menjadi imam besar untuk selama-lamanya di hadapan Allah Bapa (Ibr. 7:27). Kebangkitan-Nya dari antara orang mati membuktikan bahwa Ia sungguh-sungguh Yang Diurapi. Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus menyatakan Ia telah “menerima segala kuasa di Surga dan di bumi” (Mat. 28:18), dan kemudian Alkitab menyatakan bahwa setelah kenaikan-Nya, Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa di Surga (Mrk. 16:19). Ketika Petrus dipenuhi Roh Kudus, Ia menyatakan bahwa Allah telah membuat Yesus menjadi Tuhan dan Kristus).


Jadi, perjuangan Tuhan Yesus untuk menjadi Kristus adalah perjuangan yang sangat luar biasa. Ia tidak otomatis menjadi Yang Diurapi yang berkemenangan; Ia harus merendahkan diri dan taat sampai mati di kayu salib. Ketaatan-Nyalah yang menyebabkan Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus semua makhluk bertekuk lutut (Flp. 2:10, 11).Kalau Tuhan kita Yesus harus berjuang sampai mati dalam ketaatan untuk menjadi Kristus, kita yang disebut Kristen atau pengikut Kristus harus juga berjuang sampai mati dalam ketaatan kepada Bapa. Tanpa ketaatan seperti Kristus, tidak layak kita disebut Kristen.



Yesus membuktikan diri-Nya Kristus sebab menjalankan kehendak Bapa dengan taat. Kita membuktikan diri kita Kristen bila meneladani ketaatan-Nya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mengakhiri Kehidupan

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Juli 2011

Mengakhiri Kehidupan



Bacaan: Efesus 4: 21-24


4:21 Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,

4:22 yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan,

4:23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,

4:24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.



Tidak ada hal yang lebih membahagiakan hati Tuhan selain kesediaan mengakhiri kehidupan ini. Apa maksudnya? Jangan curiga dulu. Mengakhiri kehidupan di sini bukan mati secara jasmani sehingga harus dikubur di pemakaman. Mengakhiri kehidupan maksudnya adalah kesediaan menanggalkan kehidupan yang lama, dan memiliki kehidupan yang benar-benar baru sesuai dengan standar kehidupan anak-anak Allah.


Kehidupan seperti ini telah diperagakan oleh Tuhan Yesus semasa hidupnya di bumi ini dengan tubuh seperti kita dua ribu tahun yang lalu. Kita harus meneladani bukan cara berpakaian dan budaya lahiriah-Nya, melainkan isi atau esensi hidup-Nya. Isi hidup-Nya adalah “melakukan kehendak Bapa” (Yoh. 4:34). Ini bukan suatu hal yang sederhana, sebab kesediaan untuk melakukan kehendak Bapa membuat seseorang harus kehilangan sama sekali ambisi dan hasrat pribadinya yang dipeliharanya sebelum ia mengenal Tuhan.


Setelah menyatakan kesediaan untuk mengakhiri kehidupan, kita harus bersedia mempelajari kebenaran Firman Tuhan yang murni. Dari kebenaran Firman Tuhan itulah kita memahami bagaimana menjalankan roda kehidupan “setelah kematian kita”. Seraya belajar kebenaran Firman Tuhan yang memberi petunjuk bagaimana menyelenggarakan hidup baru itu, kita masih harus berjuang menghadapi desakan keinginan lama yang masih bercokol menuntut untuk dipuaskan. Di sini kita harus belajar mematikan diri. Doanya bukan lagi minta ini, minta itu, tetapi “Matikan aku Bapa, agar aku dapat menghayati kehidupan Putra-Mu di dalam diriku”. Bila ini terwujud, maka kehidupan kita akan memuaskan hati Bapa.


Bila kita memasuki proses kematian daging dan mengenakan kehidupan baru sesuai dengan Injil-Nya, barulah kita mengerti bagaimana hidup sebagai anak tebusan. Itulah kehidupan anak-anak Allah yang sah, yang juga dinyatakan sebagai pangeran-pangeran Kerajaan Surga atau bangsawan-bangsawan Surgawi. Kehidupan baru yang kita jalani merupakan upaya untuk mengalirkan darah aristokrat surgawi, darah biru Kerajaan Surga. Sungguh suatu anugerah, kalau kita manusia berdosa yang sebelumnya terbuang dari hadirat Allah diperkenankan menjadi anak-anak-Nya yang mewarisi kemuliaan bersama dengan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Harga anugerah ini sangat mahal, tetapi telah lunas dibayar Kristus di kayu salib. Untuk meresponi anugerah ini juga sangat mahal, yaitu segenap hidup kita. Sudahkah kita mengakhiri kehidupan lama kita?



Mengakhiri kehidupan lama kita merupakan respons kita terhadap anugerah Allah yang sangat mahal.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Jangan Mencurigai Tuhan

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Juli 2011

Jangan Mencurigai Tuhan



Bacaan: Galatia 5: 24


5: 24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.



Mengapa tidak banyak orang yang berani sungguh-sungguh bertobat dan mengenakan kebenaran Firman Tuhan sebagai gaya hidupnya? Sebab bertobat dan mengenakan hidup yang baru sama seperti seseorang yang mau mengakhiri kehidupan ini. Mengapa tidak banyak orang yang mau bertobat dan hidup dalam kesucian Tuhan? Sebab mereka takut kurang bahagia, takut kurang bisa menikmati hidup, bahkan curiga bahwa Tuhan akan menyingkirkan segala kesenangan hidup mereka. Ini adalah pikiran yang keliru! Semua itu adalah tipu muslihat kuasa kegelapan yang telah mencemari ajaran Kristen selama ini.


Keadaan ini seperti seorang anak yang diajak orang tuanya ke taman bermain. Si ayah bermaksud menyenangkan anaknya dengan suatu wahana permainan, tetapi anaknya takut. Ayahnya sudah memberi contoh dengan menaiki wahana permainan tersebut dan mendorong anaknya untuk mencobanya, tetapi si anak tetap berkeras tidak mau, bahkan takut dan mencurigai ayahnya hendak membahayakan dirinya.


Orang yang terus memiliki kecurigaan semacam itu sesungguhnya orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Ia tidak sungguh-sungguh mau mengikut Tuhan Yesus. Orang yang di ambang kematian takut karena tidak tahu apa yang akan terjadi di balik kematiannya. Demikian pula dengan orang yang mau bertobat, ia takut karena tak tahu bagaimana hidup yang akan dijalani sebagai petobat. Orang yang takut bertobat dan hidup dalam kesucian adalah orang yang takut menghadapi kematian, tetapi orang yang mau bertobat dan hidup dalam kesucian pasti tidak takut menghadapi kematian. Baginya, kematian adalah bagian hidup yang telah dijalani, sebab dengan belajar mematikan keinginan daging dan keduniawiannya, ia telah belajar mati.


Jangan sampai saat waktu hidup kita habis, kita tidak pernah memasuki gaya hidup baru sebagai anak-anak Allah. Jangan mencurigai Tuhan dengan pikiran jahat seolah-olah Ia mau merenggut kebahagiaan kita. Jangan memandang Tuhan kejam, otoriter dan semau-maunya sendiri. Memang Allah kita adalah Tuhan Semesta Alam yang berdaulat dan menghendaki kita mengambil langkah pertobatan. Tetapi semua itu demi keselamatan dan kebahagiaan kita, umat yang sangat dicintai-Nya. Tuhan tidak mencari keuntungan apa-apa; kitalah yang akan diuntungkan. Mengapa kita menolak? Oleh sebab itu melangkahlah untuk mulai bertobat dan memasuki hidup baru dalam Tuhan. Kematian harus dimulai sejak kita masih hidup di bumi ini: menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.



Kita harus belajar mati sejak masih hidup, yaitu menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Memento Mori

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Juli 2011

Memento Mori



Bacaan: Ibrani 9: 27


9: 27 Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,



Di zaman Romawi kuno, bila seorang jenderal kembali dari kemenangannya dalam perang, ia akan berparade dengan kereta kuda di jalan-jalan kota. Namun ia akan membawa seorang hamba yang bertugas untuk terus-menerus membisikkan ke telinganya, “Memento mori” yang berarti, “Ingatlah, kau akan mati.” Artinya, sekalipun ia sukses hari ini, esok hari ia bisa jatuh, bisa mati.


Betapa tragisnya, bila kita mengakhiri kehidupan jasmani kita di dunia ini tanpa mengetahui ke mana roh dan jiwa kita akan berada. Betapa mengerikan keadaan kita, jika kita mengakhiri hidup tanpa pengharapan. Kedahsyatan kengerian orang yang terhilang seperti ini tidak bisa diilustrasikan dengan cara apa pun dan bagaimana pun. Kita akan menghadapi kekekalan yang menyimpan berjuta misteri, jika kita tidak pernah belajar mengenai ada apa di balik kubur.


Selama hidup kita sampai hari ini, mungkin kita menganggap remeh kehidupan di balik kubur. Kita selalu berpikir bahwa batas umur hidup ini masih jauh. Namun kalau kita masih terus berpikir demikian, pada saatnya nanti tidak akan sanggup menerima kenyataan bahwa kita sudah sampai di batas umur hidup ini. Oleh sebab itu perlu didengungkan kalimat “Memento mori.” Perhatikan, kematianmu bukan kematian orang lain. Ingat, bahwa kita hanya memiliki kesempatan satu kali hidup di dunia ini dan tidak seorang pun tahu kapan akhir hidupnya. Akhir kehidupan adalah misteri. Jangan main-main!


Sadarlah bahwa kita akan mati. Kalau kita mendengar ajakan untuk bertobat dan belajar untuk memiliki hidup yang baru, janganlah menolak atau menganggap sepi panggilan tersebut. Sekalipun tampaknya bervariasi dan berbunga-bunga, cara hidup di dunia ini tak ubahnya sekadar sebuah siklus yang berputar. Itu lagi, itu lagi. Pasti tidak jauh-jauh dari sekitar keinginan daging (hawa nafsu), keinginan mata (affluenza) dan keangkuhan hidup (kebanggaan dan kehormatan dengan harta benda). Mau diapakan juga hanya itu-itu saja. Tetapi manusia yang sudah menjadi bodoh tidak menyadari hal itu. Mereka terjebak dengan kesenangan tersebut sampai terbelenggu dan tidak bisa melepaskan diri dari hal tersebut. Itulah cara Iblis membinasakan anak-anak manusia.


Apakah diri kita termasuk salah satu dari yang terjebak itu? Ingatlah, kita hanya mati sekali. Sesudah itu tidak ada kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertobat lagi. Kesempatan yang ada hanya di saat kita masih hidup. Jangan menunda-nunda lagi untuk bertobat.



Jangan menunda kesempatan untuk bertobat, sebab kita kesempatan hanya sekali.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Hidup Sebagai Anak Tebusan

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Juli 2011

Hidup Sebagai Anak Tebusan



Bacaan: 1 Petrus 1: 17-19


1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.

1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,

1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.



Menjadi anak tebusan oleh kurban Tuhan Yesus berarti kita ditebus pula oleh cara hidup kita yang sia-sia, yang kita warisi dari nenek moyang kita. Memang tujuan penebusan oleh darah Tuhan Yesus adalah agar kita hidup dengan cara hidup yang baru. Sejak kita terlahir, kita sudah melihat, mencontoh dan belajar cara hidup yang tidak sesuai dengan kehidupan anak tebusan. Ya, memang pada waktu itu nenek moyang kita dan kita sendiri tidak mengerti bagaimana hidup sebagai anak tebusan itu; tetapi sekarang tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan tidak tahu, sebab Tuhan sudah memberikan Injil-Nya untuk dipelajari sehingga dipahami dengan benar dan dikenakan dalam kehidupan secara konkret.


Seseorang tidak akan bergairah belajar Firman Tuhan guna menemukan tuntunan hidup baru sebagai anak-anak Allah, jika memang tidak memiliki niat untuk menjadi anak tebusan yang sejati. Niat ini harus ada yang ditunjukkan dengan memberi diri dibaptis. Inilah sebenarnya yang dimaksud Tuhan Yesus dengan dilahirkan oleh air dan roh (Yoh. 3:5).


Air di sini adalah baptisan; tetapi yang penting bukanlah baptisan secara teknisnya: entah diselam, dipercik, dituangi atau dengan cara lain. Yang terpenting dalam baptisan adalah esensinya atau maknanya, yaitu kesediaan meninggalkan cara hidup lama yang telah diwarisi dari nenek moyang (πατροπαράδοτος, patroparádotos) untuk memperoleh atau mengenakan cara hidup yang baru.


Hidup yang baru ini tidak otomatis kita miliki, tetapi harus diperjuangkan sampai akhir hidup di bumi ini. Untuk ini kita harus belajar Injil, buku petunjuk untuk menyelenggarakan hidup baru yang Tuhan kehendaki. Kita juga harus bersedia dipimpin Roh Kudus agar kita dimampukan melakukan kehendak Bapa.


Setelah kita memberi diri menjadi anak tebusan Tuhan, kita harus mulai menjadi murid. Seseorang dapat dikatakan murid hanya jika ia bersedia dididik. Seluruh kegiatan hidup di bumi ini harus dijadikan sarana dan kesempatan untuk belajar, dengan mengarahkan perhatian kita hanya kepada Allah dan kerajaan-Nya. Inilah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan mengumpulkan harta di Surga. Melalui proses panjang dan terus-menerus, akhirnya seseorang bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:19–20). Inilah cara hidup anakanak Allah. Maukah kita menjadi anak-anak tebusan Allah? Jika mau, bertobatlah sekarang.



Esensi baptisan adalah kesediaan meninggalkan cara hidup yang lama dan mengenakan cara hidup yang baru.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger