RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Berjuang Untuk Mengerti

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Mei 2011

Berjuang Untuk Mengerti



Bacaan: Matius 13: 18-23


13:18 Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.

13:19 Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.

13:20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.

13:21 Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.

13:22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.

13:23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."



Dalam penjelasan mengenai perumpamaan tentang penabur, Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang hidupnya berbuah adalah mereka yang mendengar Firman Tuhan dan mengerti (ay. 23). Perhatikan perubahan dari mendengar menjadi mengerti di sini.


Ini juga berhubungan dengan Rm. 10:17, yang menyatakan bahwa iman datang dari pendengaran yang berasal dari Firman Kristus. Seseorang tidak dapat mendadak beriman jika mendengar saja tanpa mengerti. Tidak ada orang yang bisa percaya dengan benar, tanpa mengerti apa yang dipercayainya itu. Percaya adalah landasan besarnya, yang dipercayai akan menjadi terbukti benar dan diterima sebagai kebenaran yang melekat dalam kehidupan seseorang ketika seseorang mengerti.


Orang yang sudah melihat bukti bahwa lima kali lima sama dengan dua puluh lima tidak akan membantah fakta itu lagi. Tetapi bagi mereka yang belum melihat buktinya, mungkin masih ragu. Itulah sebabnya ada orang-orang yang meninggalkan iman Kristennya; umumnya mereka belum mengalami pembuktian imannya dengan benar. Orang percaya harus memiliki alasan atau dasar atas apa yang dipercayainya. Kekristenan bukan asal percaya, melainkan kepercayaan yang didukung oleh fakta-fakta rasional, yang harus ditangkap dengan pengertian yang lengkap.


Kata “mengerti” dalam teks tersebut dalam bahasa aslinya adalah συνίημι (synyēmi) yang artinya adalah “mengumpulkan fakta”, “mengerti”, “memahami”, dan secara implikasi, “menjadi bijak”. Kita tidak bisa menjadi bijak tanpa memahami apa yang kita dengar atau baca. Oleh sebab itu kita harus berusaha mengerti apa yang kita percayai, sehingga memperoleh jawaban yang kokoh mengenai mengapa kita harus memercayainya.


Ternyata berapa banyak buah yang dihasilkan tergantung sejauh mana ia memahami kebenaran. Tiga puluh, enam puluh dan seratus kali lipat itu menunjukkan kedalaman seseorang mengenal Tuhan. Ini memengaruhi kualitas hidupnya, yakni kesucian hidupnya.


Ingat, Tuhan Yesus menyatakan, bukan orang yang memanggil Dia Tuhan yang akan masuk Surga, melainkan yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 7:21). Bagaimana kita bisa melakukan kehendak Bapa, kalau kita tidak mengerti kehendak-Nya? Bagaimana kita bisa mengerti kehendak-Nya, kalau tidak berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengerti? Karena itu marilah kita berkomitmen untuk berusaha mengerti apa yang kita percayai.



Orang yang percaya dengan benar pasti mengerti apa yang dipercayainya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Pembaharuan Pikiran

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Mei 2011

Pembaharuan Pikiran



Bacaan: Markus 12: 29-31


12:29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.

12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."



Pikiran adalah komponen penting dalam kehidupan manusia; jika tidak, Tuhan tidak akan menciptakannya. Pikiran diciptakan Tuhan bukan hanya untuk menggali potensi yang terdapat pada ciptaan-Nya di alam semesta guna pemenuhan kebutuhan jasmani ini, tetapi juga untuk menggali kekayaan rohani yang berguna untuk keselamatan abadi.


Kekayaan rohani ini menunjuk pada Tuhan dan kebenaran-Nya. Ini lebih penting daripada kekayaan jasmani, sebagaimana Tuhan berfirman, “Kasihilah Tuhan, Allahmu… dengan segenap akal budimu…” (ay. 30). Kata “akal budi” dalam teks aslinya adalah διάνοια (dianīa) yang artinya “pikiran yang mendalam”, “pengertian” dan “kecerdasan”. Kata ini sejajar dengan kata νος (nús) dalam Rm. 12:2, ketika Paulus berbicara mengenai pembaruan pikiran.


Pembaharuan pikiran hanya dapat dilakukan dengan perubahan atau transformasi pikiran. Artinya untuk memiliki pengertian yang benar, tidak bisa otomatis. Biasanya selalu dimulai dari pengertian yang dangkal dan kadang tidak tepat, barulah dalam perkembangannya diluruskan. Contohnya, seorang anak di bawah umur lima tahun tidak bisa menerima penjelasan yang benar, mengapa di langit ada pelangi; bagaimana mereka bisa ada di dunia ini; bahwa bintang yang tampak kecil di langit itu jauh lebih besar daripada bumi kita. Seiring perjalanan waktu, dalam perkembangannya, mereka akan tahu.


Demikian pula dalam pertumbuhan pengertian terhadap Firman Tuhan. Bagi mereka yang belum dewasa, masih harus makan makanan yang lunak; tetapi dalam pertumbuhannya nanti, mereka akan mulai makan makanan rohani yang keras (Ibr. 5:13–14). Karena itu seharusnya kalau Saudara sudah beberapa tahun menjadi Kristen, harus sudah bisa diajak berbicara mengenai hal-hal yang rohani.


Karena itu sangat menyedihkan bilamana kita menyaksikan banyak anggota jemaat yang mestinya sudah dewasa tetapi tidak bisa diajak berbicara mengenai hal-hal yang sepatutnya untuk orang Kristen dewasa. Mereka masih kanak-kanak, buktinya hanya memikirkan hal-hal duniawi seperti berkat jasmani. Ditinjau dari sudut waktu, mestinya mereka sudah bisa menjadi pengajar, tetapi karena terlambat bertumbuh, maka mereka masih harus menjadi pendengar (Ibr. 5:12). Menjadi pendengar saja kadang-kadang tidak menangkap kebenaran yang diajarkan. Kita harus sadar bahwa jikalau keadaan ini tidak ditanggulangi dengan serius, kita bisa menjadi orang yang terbelakang sampai selamanya.



Perubahan pikiran adalah perlu untuk menggali kekayaan rohani dari Tuhan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.



Read more
0

Mengasah Pikiran

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Mei 2011

Mengasah Pikiran



Bacaan: Roma 12: 1-2


12:1. Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

12:2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.



Alkitab mengatakan bahwa akal budi atau pikiran harus berperan dalam kehidupan iman. Orang percaya harus berusaha untuk bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan supaya cerdas dan bijaksana. Pikiran yang dioptimalkan akan membuahkan pengertian terhadap kehendak Tuhan: apa yang baik, yang dikenan Allah dan yang sempurna (Rm. 12:1–2). Dengan inilah kita dapat menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Tuhan, yang karenanya Ia menyelamatkan kita.


Oleh karena itu orang yang mau mengenal Tuhan dengan benar harus aktif, rajin, giat bekerja, berusaha hidup dengan tertib, menjaga kesehatan, dan memanfaatkan fasilitas yang mendukung untuk mengembangkan pikirannya.


Untuk menjadi cerdas dan bijaksana, ada dua sarana yang dibutuhkan, yaitu dari dirinya sendiri (faktor internal) dan juga dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor internal bekerja lebih dahulu, baru faktor eksternal efektif akan mendukung. Kalau faktor internal sudah tidak memadai—tidak aktif, tidak rajin, tidak giat, tidak hidup tertib dan tidak sehat—maka berbagai sarana eksternal pun menjadi sia-sia.


Jadi tanggung jawab kita adalah memperhatikan dan mengutamakan faktor internal; faktor eksternal akan disediakan oleh Tuhan. Ia memberikan kita jalan untuk dapat mengakses berbagai sarana eksternal, berupa buku-buku, CD/DVD, pengajaran Firman Tuhan secara langsung, dan lain sebagainya. Sekecil apa pun sarana yang diberikan Tuhan pasti akan sangat berguna untuk membuat kita semakin bertumbuh dalam pengenalan akan-Nya.


Di pengadilan Tuhan nanti, kita tidak bisa berkata, “Kalau saya tahu ternyata demikian, saya akan melayani Engkau dan hidup sesuai dengan kehendak-Mu,” sebab Tuhan akan menjawab, “Bukankah Aku telah menyediakan sarana-sarana bagimu untuk mengenal-Ku?” Tidak memanfaatkan sarana yang diberikan-Nya berarti tidak pernah mengenal-Nya.


Jadi pikiran harus diasah. Kita harus terus berupaya mencerdaskan pikiran secara berkesinambungan. Pengasahan tersebut melalui belajar, belajar dan belajar. Tidak ada manusia yang bisa menjadi cerdas dan bijaksana mendadak. Pengasahan pikiran adalah tanggung jawab yang harus terus ditunaikan oleh setiap individu dengan serius. Modal dasar kecerdasan merupakan anugerah Tuhan, tetapi tanpa diasah, berarti kita menyia-nyiakan anugerah kecerdasan yang Tuhan berikan. Di sini menjadi cerdas dan bijaksana juga merupakan pilihan, sebagaimana menjadi tua memang otomatis, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan dan perjuangan.



Tidak ada cara lain untuk mencerdaskan pikiran agar kita bisa mengenal Tuhan dengan benar, selain belajar dengan memanfaatkan sarana yang diberikan-Nya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kuasa Kehidupan

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Mei 2011

Kuasa Kehidupan



Bacaan: 1 Petrus 1: 13-19


1:13. Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.

1:14 Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,

1:15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,

1:16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.

1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.

1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,

1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.



Meninggalkan cara hidup yang salah sama dengan apa yang dikatakan oleh Petrus sebagai “ditebus dari cara hidup yang sia-sia”. Proses ini hanya bisa berlangsung atas kita yang memiliki fasilitas keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus dan meresponinya atau memanfaatkan fasilitas tersebut dengan benar. Fasilitas yang diberikan oleh Tuhan itulah kuasa kehidupan. Itulah kuasa yang menghidupkan kembali natur ilahi dalam diri manusia, agar natur hewan tidak bertengger dalam diri manusia lagi.


Kuasa kehidupan itu menyangkut empat hal, yakni kuasa penebusan-Nya, kuasa Roh Kudus yang memimpin manusia kepada segala kebenaran, kuasa Firman Tuhan yaitu prinsip-prinsip kebenaran dalam Injil dan penggarapan Tuhan dalam hidup kita melalui segala masalah yang terjadi.


Kuasa kehidupan ini adalah anugerah yang tiada tara. Kalau tidak dimanfaatkan, kita tidak akan menikmatinya untuk selamanya. Jangan menggeser anugerah ini dengan kesenangan duniawi yang hanya sementara. Kuasa itu akan membuat kita mampu bertahan menghadapi serangan gencar tiada henti dari Iblis yang seperti singa berjalan berkeliling (1Ptr. 5:8). Setan cerdas, kuat dan intensif menyerang. Orang yang tidak memanfaatkan kuasa kehidupan yang Tuhan berikan tidak akan mampu bertahan, apalagi memulihkan diri bertumbuh secara benar untuk menjadi manusia Allah.


Oleh sebab itu Kekristenan harus menyita seluruh kehidupan kita ini. Hidup ini adalah untuk memulihkan diri menjadi manusia Allah. Kita harus berani mempertaruhkan segenap hidup ini agar kita dapat menjadi manusia Allah. Hal sekolah, kuliah, berkarir, bekerja mencari nafkah, menikah dan memiliki anak-anak dan lain sebagainya bukanlah tujuan hidup. Semua itu dilakukan hanya untuk sarana mewujudkan tujuan utama kita.


Marilah terus belajar untuk memahami cara hidup anak-anak Allah yang benar itu, dan memiliki atau melihat teladan konkret di dalam pelayan-pelayan Tuhan. Kalau tidak belajar kebenaran dan tidak melihat keteladanan, maka hal-hal mengumpulkan harta di Surga seakan-akan hanya fantasi. Mereka tidak pernah melakukan dan memilikinya, ini berarti tidak pernah dipulihkan.


Kita harus berkomitmen untuk memanfaatkan kuasa kehidupan dengan menyiapkan akal budi kita, waspadalah dan berharap sepenuhnya pada anugerah yang akan diberikan pada saat Yesus Kristus menyatakan diri-Nya kelak.



Kuasa kehidupan Kristus memungkinkan natur ilahi dalam diri kita hidup kembali.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menjadi Anak Bapa

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Mei 2011

Menjadi Anak Bapa



Bacaan: 2 Korintus 6: 14-18


6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?

6:15 Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?

6:16 Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.

6:17 Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.

6:18 Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa."



Untuk memahami kehidupan dengan benar, kita harus mengenal siapa diri kita. Mengenal diri bukan identitas di mata manusia, melainkan tetapi siapa kita menurut Tuhan. Banyak waktu terbuang dengan sia-sia hanya karena manusia berusaha membangun identitas dirinya di mata manusia lain. Aku adalah “Anu”. Pendidikanku tinggi, atau aku cantik, ganteng, terhormat kaya, patut dianggap penting. Jangan lupa aku si “Anu”. Demikianlah kodrat yang mengalir dalam jiwa manusia berdosa.


Untuk memahami manusia menurut Tuhan, kita harus belajar dengan sungguh-sungguh dari sumbernya yang benar yaitu Alkitab. Orang yang tidak mengenal dirinya tidak akan mengenal Tuhan dengan benar dan tidak pernah bisa menempatkan dirinya secara benar di hadapan-Nya.


Harus dipahami dengan sepenuhnya bahwa manusia adalah makhluk ilahi, tetapi bukan berarti manusia adalah dewa, atau bisa menjadi Allah. Itulah sebabnya Alkitab tidak ragu-ragu menyatakan manusia bisa menjadi manusia Allah (1Tim. 6:11). Manusia adalah makhluk yang memiliki isi dari Allah yang menciptakannya. Tubuhnya memang dari bumi ini, tetapi isinya roh yang adalah hembusan nafas Allah. Itulah sebabnya manusia bisa disebut sebagai anak-anak Allah (Kej. 6:1-4; Yoh. 1:12-13), dan banyak ayat yang berbicara mengenai hal ini.


Jadi sebutan anak-anak Allah itu bukan hanya status, tetapi memang demikian kenyataannya. Allah pun menyatakan: “Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” (ay. 18).


Dengan memahami bahwa manusia adalah makhluk ilahi, maka kita akan berusaha untuk menjadi makhluk ilahi seperti yang telah dipolakan oleh Bapa Sang Pencipta. Ini harus diusahakan dengan sangat serius, berhubung manusia sudah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Itulah sebabnya di dalam ay. 17, Firman Tuhan berkata: “Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” Untuk diterima sebagai anak Allah yang digolongkan kembali sebagai manusia Allah, ternyata bersyarat. Manusia harus meninggalkan cara hidup yang salah. Maukah kita memenuhi syarat ini?



Untuk diterima sebagai anak-anak Allah, kita harus meninggalkan cara hidup yang salah.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Manusia Dan Predator

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Mei 2011

Manusia Dan Predator



Bacaan: 1 Korintus 15: 29-34


15:29 Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?

15:30 Dan kami juga--mengapakah kami setiap saat membawa diri kami ke dalam bahaya?

15:31 Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar.

15:32 Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati".

15:33 Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.

15:34 Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi! Ada di antara kamu yang tidak mengenal Allah. Hal ini kukatakan, supaya kamu merasa malu.



Ada sebuah pertanyaan yang tampak sederhana tetapi susah dijawab yaitu, “Apakah hidup itu?” Apabila seseorang gagal menemukan jawaban atas pertanyaan ini, maka ia juga akan gagal dalam kehidupan ini. Kenyataannya, banyak orang yang gagal menjawab pertanyaan ini. Konyolnya mereka tidak tahu bahwa mereka tidak mengetahui jawabannya, tetapi mengganggap mereka sudah tahu. Bagai orang buta yang tidak sadar bahwa ia buta. Kalau kebenaran Injil tidak diberikan kepada mereka agar celik, maka mereka akan tetap buta sampai selamanya.


Biasanya dalam memahami hidup orang hanya memikirkan kegiatan yang dilakukan manusia pada umumnya, yaitu harus sekolah sejak kecil, lalu kuliah, berkarier, bekerja, menemukan teman hidup, meneruskan generasi dengan anak-anak yang cakap, memiliki fasilitas hidup—rumah, mobil dan lain sebagainya, akhirnya memiliki tunjangan hari tua. Itulah hidup.


Pemahaman hidup yang salah ini membuat manusia menjadi makhluk yang tidak berkualitas. Inilah yang membuat banyak orang tanpa sadar setuju dengan pernyataan seorang filsuf, bahwa manusia adalah binatang yang berpakaian. Manusia hanya memiliki kelebihan, yaitu fasilitas materinya dibanding binatang; tetapi pada hakikatnya sama dalam mempertahankan hidup.


Sering cara hidup manusia sama seperti binatang, yaitu menjadi predator (pemangsa) yang menganut hukum rimba: siapa yang kuat akan menang. Akibatnya ia hidup di atas kematian orang lain. Memang bedanya manusia memiliki kecerdasan dalam melakukan pembunuhannya sebagai predator, yaitu membunuh dengan cara yang tampaknya beradab, padahal biadab.


Apabila kita hanya memikirkan kepentingan diri kita sendiri dan keluarga kita, dan berpikir boleh memangsa orang-orang di luar keluarga kita, kita harus bertobat. Kita tahu bahwa hampir semua manusia menganggap hal ini wajar, padahal itu egoisme yang tidak disukai Tuhan. Orang Kristen yang terjebak dalam hal ini juga banyak. Mereka ke gereja dengan tujuan agar urusannya di bumi ini menjadi mulus.


Paulus mengatakan, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (ay. 33) Mengikuti cara hidup orang-orang dunia yang buruk akan merusak kebiasaan anak-anak Allah. Itulah cara Iblis menyesatkan dan menipu kita. Kalau kita masih menganggap cara hidup predator adalah benar, sadarlah dan segeralah bertobat (ay. 34).



Mengikuti cara hidup orang-orang dunia akan merusak kebiasaan anak-anak Allah.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Jangan Matikan Hati Nurani

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Mei 2011

Jangan Matikan Hati Nurani



Bacaan: Matius 5: 13-16


5:13. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.

5:14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.

5:15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.

5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."



Suasana negeri kita di hari-hari ini sangat tidak menguntungkan untuk pendidikan hati nurani. Keberingasan massa yang main hakim sendiri; perilaku para birokrat yang memalukan dan tidak patut dicontoh; rekayasa opini publik yang menyesatkan; ketidakjujuran mengakui kesalahan dan kegagalan; kesewenang-wenangan pihak kuat terhadap yang lemah. Inilah kenyataan yang dapat dilihat setiap harinya. Hampir semua instansi telah tercemar oleh praktik penggunaan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri melalui praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Betapa rusaknya bangsa dan negara manakala instansi tersebut adalah kepolisian, kejaksaan, pajak dan penyelenggara negara lainnya. Sampai-sampai salah satu koran nasional pernah menulis dalam berita utamanya bahwa dari Sabang sampai Merauke tidak ada pejabatnya yang tidak terlibat dalam praktik korupsi.


Apabila segala bentuk suasana negatif ini berlanjut, tak dapat dibayangkan akan menjadi apa masyarakat kita nanti. Keadaan negeri ini bisa makin jauh dari cita-cita para bapak pendiri bangsa. Pancasila tinggal hafalan saja, tidak dilaksanakan.


Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjadi terang dan garam bagi manusia di sekitar kita. Hidup kita harus menjadi pola dan teladan untuk membentuk diri orang lain. Apalagi kalau kita seorang pemuka agama, guru, pejabat tinggi dan kelompok lain yang menjadi tokoh publik yang kehidupannya disorot orang.


Masalahnya sekarang, bagaimana jemaat dapat menjadi terang dan garam sementara pemimpin gerejanya sendiri tidak rohani? Bagaimana masyarakat dapat mengikuti pola hidup sederhana, padahal pejabatnya sendiri hidup mewah? Bagaimana kita dapat berkata “Mari menghemat ini itu,” sementara kita sendiri tidak hidup berhemat? Bila kita tidak menampilkan kehidupan yang dapat diteladani, maka kita telah menyesatkan orang lain tanpa kita sadari.


Tumpulnya hati nurani juga disebabkan apabila suara kebenaran yang muncul di hati dipadamkan oleh dirinya sendiri. Contohnya, seseorang menemui penyimpangan tetapi tidak mau bersuara, sebab ia takut kepentingannya terganggu. Pengecut-pengecut semacam ini akan semakin memadamkan hati nuraninya dan turut memadamkan hati nurani orang lain.


Tuhan menginginkan kita bersinar bagi-Nya, serta memberikan pengaruh-Nya yang positif di lingkungan kita. Jangan berdiam diri saja. Bangkitlah dan mulailah mengubah lingkungan kita dan bangsa kita sedikit demi sedikit, dimulai dari diri kita sendiri.



Orang percaya seharusnya menjadi terang dan garam di lingkungannya, tidak diam saja.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tidak Pernah Berhenti Di Satu Level

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Mei 2011

Tidak Pernah Berhenti Di Satu Level



Bacaan: Matius 6: 25


6:25. "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?



Rusaknya dunia ini membuat manusia tidak menghargai dirinya sendiri. Ini merupakan prestasi besar kuasa kegelapan yang berhasil menipu manusia. Manusia menghargai dirinya melalui menyejajarkannya dengan lembar-lembar rupiah, mobil, rumah, gelar, pangkat dan lain sebagainya. Demi hal-hal tersebut orang bisa mengorbankan keselamatan jiwanya.


Kita harus sadar bahwa dunia tidak boleh menentukan standar hidup kita. Contohnya, harus memiliki rumah pribadi, harus memiliki kendaraan pribadi roda empat, pakaian harus up-to-date, makan harus ada dagingnya, dan sebagainya. Tidak ada untungnya kita mengikuti standar tersebut, sebab itu tidak membuat kita lebih berharga. Bukan itu yang membuat kita berharga di mata Tuhan.


Tidak salah kalau kita memiliki itu semua, sesuai dengan porsi berkat yang telah kita terima dari Tuhan. Tetapi kalau kita menjadikannya sebagai kenikmatan hidup, berarti kita sudah ditawan oleh kuasa kegelapan. Iblis menggunakan standar hidup ini untuk menggiring orang ke dalam kegelapan abadi, sebab standar hidup dunia sesungguhnya tidak pernah berhenti di satu level. Manusia akan berusaha bergerak terus, untuk meraih level yang lebih tinggi. Dari jalan kaki, kemudian menuntut bisa naik sepeda, lalu naik motor, berikutnya naik mobil, lalu mau memiliki kapal pesiar, selanjutnya jet pribadi, akhirnya mati tanpa sempat menjadi kekasih Tuhan. Manusia merasa levelnya naik, padahal di mata Tuhan sesungguhnya turun sampai menjadi tidak berharga sama sekali, dengan kata lain, binasa.


Sesungguhnya kalaupun kita tidak hidup sesuai dengan standar hidup dunia, kita tidak menjadi kurang berharga. Kita tidak akan kurang bahagianya. Kita masih bisa menikmati dunia ini secara utuh, sebab bila kita bersama Kristus, segalanya itu indah. Untuk itu kita harus melatih diri dan belajar, agar suasana jiwa kita tidak ditentukan oleh apa kata dunia di sekitar kita. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah (1Tim. 6:8) sebab hidup itu lebih berharga daripada makanan, dan tubuh itu lebih berharga daripada pakaian.


Seperti Kristus yang menang atas pencobaan Iblis yang menggunakan umpan keindahan dunia untuk menjerat-Nya (Luk. 4:5–8), kita juga harus menang. Jangan mengejar level kenikmatan hidup yang lebih tinggi, sebab itu perangkap Iblis. Namun kita harus menggantinya dengan tidak pernah berhenti di level kedewasaan rohani yang sama. Dalam hal ini kita tidak boleh puas. Kita harus berusaha meraih level kedewasaan yang lebih tinggi sampai di akhir hidup kita.



Suasana jiwa kita tidak boleh ditentukan oleh apa kata dunia di sekitar kita.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menghargai Diri Sendiri

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Mei 2011

Menghargai Diri Sendiri



Bacaan: Matius 26: 41; Roma 8: 5-8


Matius 26: 41

26:41 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."


Roma 8: 5-8

8:5 Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.

8:6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.

8:7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.

8:8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.



Kita harus membuka kesadaran bahwa betapa hebat makhluk yang disebut manusia itu. Kalau kita tidak bisa menghargai diri kita sendiri, maka kita tidak bisa menerima karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Karya keselamatan Allah pada dasarnya merupakan tindakan Tuhan yang menunjukkan betapa berharganya manusia di mata Tuhan. Orang yang tidak menghargai dirinya dengan benar tidak akan bisa diajak bekerja sama dengan Tuhan untuk menyelamatkan jiwanya, sebab ia tidak peduli bahwa Allah menginginkan ia dikembalikan kepada rancangan Allah semula. Dalam hal ini manusia harus sepikiran dengan Tuhan, bahwa manusia berharga di mata-Nya. Keberhargaan kita harus didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam diri kita ada roh dari Allah.


Setiap orang percaya harus menyadari sedalam-dalamnya bahwa di dalam dirinya Allah memberikan roh dari-Nya yang sangat berharga. Tuhan mengingini roh dari diri-Nya tersebut kembali kepada-Nya (Pkh. 12:7). Roh itu terbelenggu tidak berdaya didesak oleh dua pihak. Pihak pertama yang mendesaknya adalah kodrat dosa, sebab semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Manusia yang hidup di bawah kuasa dosa tidak mungkin bisa berkenan kepada-Nya (Rm. 8:8).


Oleh karena itulah Tuhan Yesus berkata, “Roh memang penurut, tetapi daging lemah”. Di sini kata “penurut” aslinya adalah πρόθυμος (próthymos) yang berarti “bersedia; ingin sekali”; sedangkan “lemah” aslinya ditulis σθενής (asthenés) yang berarti “tanpa kekuatan; sakit; loyo; tidak berdaya”.


Pihak kedua yang mendesak roh manusia adalah pengaruh dunia jahat di sekitar kita, yang telanjur mewarnai jiwa manusia. Jika jiwa yang mengendalikan seluruh hidup manusia memuat isi yang bertentangan dengan kehendak Allah, maka seluruh kelakuan hidup orang itu pun pasti rusak. Perbaikan karakter dari aspek jiwa—yang sekarang dikerjakan oleh masyarakat modern—hanya membuat orang baik, tetapi tidak membuat orang dikenan Tuhan. Yang dikenan-Nya adalah orang yang hidup menurut roh, sebab kehendak roh sama dengan kehendak Bapa.


Oleh sebab itu setelah kita menerima Kristus, jiwa kita harus terus-menerus diperbarui oleh Firman-Nya. Roh manusia menjadi lemah kalau jiwanya tidak dipenuhi dengan kebenaran Tuhan. Roh di dalam diri manusia itu sendiri akan menjadi kuat kalau isi jiwanya diubah. Tidak ada cara lain agar roh manusia dapat menguasai jiwa dan jiwa mengendalikan kehidupan, selain menguduskannya dengan kebenaran Firman Kristus (Yoh. 17:17). Itu juga penghargaan atas diri kita sendiri.



Jika kita menghargai diri kita sendiri, kita akan giat memperbarui jiwa kita dengan Firman Tuhan agar roh kita juga menjadi kuat.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Variasi Kehidupan Tanpa Akhir

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Mei 2011

Variasi Kehidupan Tanpa Akhir



Bacaan: 1 Timotius 6: 6-10


6:6. Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.

6:7 Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.

6:8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.

6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.

6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.



Adalah fakta dalam kehidupan ini bahwa kita menjumpai manusia sebagai makhluk yang terus bergerak untuk mencari variasi kehidupan. Manusia mudah bosan dengan segala rutinitas yang ada. Ia selalu mencari sesuatu yang melampaui apa yang sudah ada.


Orang yang hobi berbelanja tak akan betah lebih tiga hari tinggal di rumah tanpa jalan-jalan ke mal. Bila sudah bosan ke mal, ia berusaha mencari kesibukan lain. Ada lagi orang lain yang hobinya memelihara binatang piaraan, koleksi jam tangan, gonta-ganti mobil dan sebagainya. Mereka yang tinggal di kota besar dan berkesempatan meraih lebih banyak lebih mudah terjerat gaya hidup seperti ini.


Yang perlu diperhatikan adalah, manusia pada umumnya tidak akan puas dengan jumlah dan merek yang ada. Mereka akan selalu tergoda untuk memiliki yang baru. Ini berlangsung terus-menerus sampai menjadi belenggu yang mengikat mereka sampai jantung berhenti berdetak. Mereka menjadi mangsa dan bulan-bulanan kuasa kegelapan yang mudah digiring menuju api kekal. Dalam hal ini kita memahami mengapa Tuhan Yesus berkata bahwa orang kaya sukar masuk Kerajaan Surga.


Demikianlah pada umumnya orang mencari variasi kehidupan dengan hal-hal yang berkenaan dengan kesenangan duniawi, tanpa memedulikan Tuhan. Mereka telah terbelenggu dengan pemikiran seolah-olah hidup ini hanya sekali di bumi ini, sehingga tidak mengharapkan dunia lain. Orang yang terus-menerus mencari variasi kehidupan dari fasilitas materi mudah terjebak sampai tidak bisa terlepas lagi. Hatinya sudah tidak pernah bisa menikmati kehadiran Tuhan. Kebaktian hanya menjadi hiasan sementara waktu dalam jiwanya, yaitu pada hari Minggu saja. Bahkan mereka ke gereja pun dalam rangka agar dapat meraih berkat duniawi tersebut.


Ini berbeda dengan orang-orang yang haus dan lapar akan kebenaran. Tuhan menjadi kesukaan hatinya senantiasa. Dengan mengejar kebenaran, kita merasakan apa yang telah kita miliki selalu sudah cukup, sudah memuaskan, dan tidak membosankan. Tidak perlu kita mengejar variasi kehidupan secara berlebihan. Kalaupun memiliki materi banyak, kita akan menggunakannya untuk kepentingan pekerjaan Tuhan. Kalau kita seperti ini, barulah bisa menjadi kekasih Tuhan. Itu tidak berarti kita tidak boleh menikmati hidup. Kita harus bekerja sebaik-baiknya, dan Tuhan juga akan memberikan perlindungan-Nya secara khusus agar kita bisa menikmati hidup ini secara proporsional. Betapa indahnya hidup ini kalau diisi dengan kerinduan mengenal Tuhan yang semakin dalam dari yang sudah ada.



Dengan senantiasa mengejar kebenaran, kita akan terhindar dari jerat mengejar variasi kehidupan.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger