RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Dongeng Nenek

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Oktober 2010

Dongeng Nenek


Bacaan: 1 Timotius 4:1-8

4:1. Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan
4:2 oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.
4:3 Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran.
4:4 Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur,
4:5 sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa.
4:6. Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini.
4:7 Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.
4:8 Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.


“Jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua” (ay. 7). Ayat ini biasa dijadikan dasar bahwa kita harus menjauhi takhayul yang berasal dari cerita orang tua dan leluhur kita. Misalnya, tak perlu percaya larangan membeli jarum di malam hari; jangan menganggap angka 13 dan 4 (versi Tionghoa) adalah angka sial; tidak perlu takut membeli rumah tusuk sate; dan sebagainya. Tetapi mengapa ayat ini terselip di nasihat Paulus kepada Timotius? Adakah suatu maksud yang lain?

Kalau jeli membaca, sebetulnya yang disebut takhayul oleh Paulus di sini bukan hanya kepercayaan nenek moyang kita seperti contoh di atas—yang memang merupakan tipu daya Iblis— melainkan ajaran-ajaran palsu yang mengajarkan bahwa untuk menjadi suci, sebagai orang Kristen kita tidak cukup hanya melakukan apa yang ditulis Alkitab, tetapi harus juga melakukan “ibadah-ibadah tambahan”: tidak menikah, tidak makan daging, dan sebagainya (ay. 3). Di zaman sekarang kita bisa menambah daftar tersebut dengan tidak main Internet, tidak nonton sepak bola, dan sebagainya. Tetapi seperti kata Paulus, larangan itu bukan ajaran sehat (ay. 6).

Paulus menegaskan bahwa yang terpenting adalah melatih diri beribadah (ay. 7). Kata “ibadah” di sini aslinya tertulis εὐσέβεια (evsébīa) yang artinya “kesalehan terhadap Allah”, atau “kekudusan”. Ini bukan ibadah formal seperti kebaktian di gereja, bukan pula ritual-ritual. Bagi orang percaya, evsébīa mengacu kepada kehidupan Kristen yang benar di hadapan Tuhan, yaitu sikap dan cara hidup yang menempatkan Yesus Kristus sebagaimana mestinya sebagai Tuhan, dengan memuliakan Dia dan bukan sebaliknya malah berusaha mengatur Dia. Untuk hidup dalam evsébīa, kita harus melatih diri dengan serius (γυμνάζω, yimnázo), sebab itu tidak otomatis.

Sudah terlalu banyak pengkhotbah yang mengajar agar orang Kristen tidak boleh ini dan itu, dan banyak yang sudah memasukkan juga kategori “takhayul dan dongeng nenek-nenek tua” dalam ajarannya. Tetapi sejatinya yang terpenting adalah berusaha serius untuk hidup dalam kesalehan. Tidak makan daging, tidak menikah, tidak nonton film, tidak main game dan sebagainya tidak meningkatkan kesalehan kita di hadapan Tuhan. Kesalehan atau ibadah yang benar juga bukan dengan melakukan ritual-ritual lahiriah, sebab itu bisa dipalsukan (2Tim. 3:5).

Satu-satunya cara untuk hidup saleh adalah mengetahui kebenaran (Tit. 1:1), dan itu akan tercermin dalam hidup kita hari lepas hari. Karena itu berusahalah terus untuk mengejar pengetahuan akan kebenaran melalui Firman-Nya yang murni, agar kita dapat beribadah dengan benar di hadapan Tuhan dan hidup bertanggung jawab.


Untuk hidup saleh, kita harus mengetahui kebenaran, dan itu akan tercermin dalam ibadah kita.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Personalitas Totalitas

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Oktober 2010

Personalitas Totalitas


Bacaan: Matius 13:1–23

13:1. Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau.
13:2 Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.
13:3 Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: "Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.
13:4 Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
13:5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
13:6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
13:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.
13:8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.
13:9 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
13:10 Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?"
13:11 Jawab Yesus: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.
13:12 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
13:13 Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti.
13:14 Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap.
13:15 Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.
13:16 Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.
13:17 Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.
13:18 Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.
13:19 Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
13:20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.
13:21 Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.
13:22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.
13:23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."


Mungkin agak jarang kita membaca perikop mengenai perumpamaan seorang penabur dari kacamata yang berbeda, yaitu personalitas totalitas. Di ay. 13 ada kata “melihat, mendengar dan mengerti”. Di ay. 19, ada kata “hati orang; mengertinya”. Di ay. 23 ada kata “mendengar, mengerti, berbuah”.

Seperti kita ketahui tentang adanya roh, jiwa dan tubuh (1Tes. 5:23) dan terdapatnya pikiran, perasaan dan kehendak dalam jiwa kita, itulah yang disebut dengan personalitas totalitas. Sebenarnya seseorang mengenal Tuhan melalui pikirannya dahulu, atau hatinya yang dijamah oleh Tuhan baru kemudian dia berpikir dan bertindak? Lalu di mana peran Roh Kudus jika demikian?

Otak manusia memiliki dua bagian besar. Di bagian kanan, ada 2 bagian yaitu original brain yang menangkap kesan visual dan limbic system yang merupakan kendali emosi dan perasaan. Sementara otak kiri atau neocortex berfungsi mengartikan suatu stimulasi. Berarti sebenarnya perasaan dan segala hal yang berkaitan dengan emosi letaknya juga di
otak kita—bukan di hati, jadi bagaimana bisa nyambung dengan hati kita? Hati, pikiran, nyawa, roh—semua itu seakan-akan rancu.

Kesimpulannya adalah, jangan kita pisahkan unsur jiwa secara telak, sebab manusia adalah personalitas totalitas. Sejak lahir, kita sudah mempunyai jiwa dengan perasaan, kemampuan berpikir dan bertindak, dan kehendak, tetapi belum lengkap. Kita sudah mempunyai roh yang merupakan milik-Nya. Kita harus mendengar Firman Tuhan dengan telinga kita, mencernanya di dalam pikiran kita, dengan rendah hati dan tulus memasukkan ke dalam hati untuk menjadi milik yang kekal dalam hidup kita. Kebenaran Firman akan merubah pola pikir kita, mempengaruhi tindakan kita dan menentukan kemana perasaan kita berpihak. Dan untuk mengenal dan mengerti Firman, di situlah Roh Kudus berperan memimpin dan menuntun kita.

Adalah bijaksana bila kita menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang paling kompleks yang telah Tuhan ciptakan. Yang diinginkan Tuhan pada akhirnya cuma satu, yaitu agar kita bisa hidup kekal bersama-sama dengan Dia. Jadi perhatikanlah penghujung hidup kita, jangan terlalu dalam memusingkan dari mana kita akan mengenal Tuhan, sebab kita ini personalitas totalitas. Mata, telinga, pikiran, perasaan, hati dan seluruh unsur hidup kitalah yang memengaruhi penghujung akhir hidup kita, bertemu Tuhan di surga, atau tidak. Bertindaklah bijaksana mulai dari sekarang.


Sebagai makhluk personalitas totalitas yang kompleks, hiduplah dengan bijaksana agar kelak kita bertemu dengan-Nya.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tidak Ada Blank Spot

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Oktober 2010

Tidak Ada Blank Spot


Bacaan: Kejadian 1:27–28

1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."


Pernah terdengar seseorang berkata, bahwa semua profesi manusia itu merupakan pekerjaan yang harus dimaksimalkan. Asal bekerja sungguh-sungguh, itu sebuah pekerjaan yang baik untuk menopang kehidupan. Maka menjadi seorang PSK (pekerja seks komersial), pembalak hutan liar, perampok atau maling juga profesi yang baik. Ini mendapat pembenaran dalam filosofi humanisme: mungkin orang ini terjebak oleh masa lalunya sehingga harus berprofesi demikian; dia menopang anak istrinya di rumah; tujuannya sebenarnya baik. Benarkah demikian?

Sinyal di ponsel kita acapkali melalui blank spot di daerah tertentu sehingga kita tidak bisa bertelepon atau ber-SMS. Namun hidup dalam kebenaran Kristus tidak mengenal blank spot. Tidak ada area di dalam hidup kita yang boleh diisi dengan salah. Dalam hal profesi tadi, mari kita kembali kepada Alkitab.

Pertama, mandat budaya di ay. 28 itu diperintahkan oleh Tuhan, jadi mungkinkah Tuhan memerintahkan manusia untuk berzina dan menjual diri? Kedua, Mandat itu diberikan didalam lingkungan Adam dan Hawa sebagai orang kudus ciptaan Allah, tidak di dalam koridor dosa saat ini.

Berarti sebagai orang yang dipercaya Tuhan untuk mengembangkan bumi, bolehkah orang yang katanya mengasihi Tuhan, membalak hutan dan menyebabkan hutan gundul? Bolehkah ia korupsi? Sungguhkah dia mengasihi Tuhan, bila menari di atas penderitaan orang lain dengan merampas hak mereka? Maka jelas bahwa anak Tuhan tidak boleh bekerja di area yang bertentangan dengan etika kehidupan, seperti menjadi pelacur, mucikari, perampok, koruptor, pemalak, dan lain sebagainya. Pemerintahan Tuhan harus dibawa dalam seluruh aspek kehidupan, sebab tidak ada blank spot yang boleh tidak dikuasai Tuhan dalam kehidupan kita.

Justru Tuhan memanggil kita untuk memberantas praktik dosa dalam profesi kita. Di mana pun kita berada di luar gereja, kita harus dalam pemerintahan Tuhan. Ini juga berlaku bagi profesi pelajar atau mahasiswa; bersekolahlah untuk-Nya. Untuk mengenal Tuhan, kita perlu pengetahuan. Sebab bagaimana mungkin kita mengagumi karya cipta alam semesta jika kita tidak mengagumi kedelapan planet dalam tata surya Matahari yang merupakan salah satu dari tata bintang karya Tuhan
yang tak terhingga jumlahnya? Orang akan menemukan Tuhan ketika mempelajari hukum Archimedes, hukum gravitasi, teori relativitas, teori kuantum dan banyak hukum dan teori fisika lainnya yang sangat berguna di dalam kehidupan manusia. Itu pun semua dalam pemerintahan-Nya, tidak ada blank spot.


Hidup di dalam Kristus tidak mengenal blank spot, sebab semua aspek kehidupan kita ada dalam pemerintahan-Nya.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kodrat Sebagai Pekerja

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Oktober 2010

Kodrat Sebagai Pekerja


Bacaan : Efesus 6:5-9

6:5 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus,
6:6 jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah,
6:7 dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.
6:8 Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.
6:9 Dan kamu tuan-tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka.


Integritas seorang karyawan yang diajarkan oleh Rasul Paulus sangat bisa kita aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Sejak awal manusia diciptakan, Allah memberikan bumi yang masih harus diteruskan, diusahakan dan dikuasai (Kej. 1:28). Artinya Ia ingin dunia ini dikembangkan secara maksimal.

Integritas sebagai karyawan adalah bekerja dengan takut dan gentar; dengan tulus dan ikhlas, tanpa melihat apakah atasan kita secara fisik berada bersama kita atau tidak. Di ay. 9, dijelaskan sebaliknya bagaimana bersikap sebagai seorang pimpinan. Jadi dalam pekerjaan kita, ingat bahwa kita sedang melayani Tuhan.

Di sinilah letak kekuatan kita sebagai anak Tuhan. Sebagai anak Tuhan kita harus berintegritas untuk tidak dibeli oleh iblis dengan filosofinya yang jahat. Waspadalah sebab manakala kita melepas tanggung jawab kita sesuai pesan Paulus dan menggantinya dengan konsep bahwa melayani Tuhan hanya di gereja saja melalui kegiatan agamawi—dan alhasil kita akan dibuat Tuhan berhasil dalam pekerjaan kita—berarti iblis berhasil membeli kita.

Tak hendak renungan ini melemahkan arti doa, puasa dan pelayanan lainnya, namun harus kita ingat bahwa anak Tuhan semestinya menjalankan sebuah standar integritas dalam segala pekerjaan. Dapat dibayangkan, kalau banyak orang Kristen di tanah air kita mengerti Firman Tuhan ini, maka kita akan mendengar anak Tuhan di Indonesia yang mampu menemukan metode pemanfaatan sampah menjadi energi, robot pengatur lalu lintas, dan banyak karya lainnya yang didasarkan pada filosofi bahwa kita mengerjakannya untuk Tuhan (1 Kor. 10:31; Kol. 3:23).

Allah telah memberi kodrat sebagai pekerja kepada manusia (man is a worker by nature). Manusia memiliki sifat seperti Allah yaitu bekerja. Allah mencipta, kita mencipta. Allah mengagumi ciptaan-Nya (Kej. 1:31), kita pun selalu mengagumi karya cipta kita. Integritas kita sebagai pekerja hari ini akan kita teruskan di surga.

Jangan bekerja karena upah atau penghargaan manusia, melainkan bekerjalah karena kita ingin melakukan kehendak Tuhan dan memuaskan-Nya. Jika kita mengasihi Tuhan, kita pasti ingin menjadi orang yang sangat bertanggung jawab di pekerjaan, dan menjadi teladan. Orang akan melihat kita serta bertanya, “Ada apa dengan orang itu? Mengapa dia produktif sekali?” Di sanalah penginjilan yang sejati, tatkala kita menjadi surat yang terbuka; orang melihat Kristus saat melihat hidup kita. Selamat melayani Tuhan dalam pekerjaan sehari-hari, sebab di surga kita akan bekerja untuk kembali memaksimalkan langit dan bumi baru yang disediakan Tuhan.


Sesuai dengan kodrat kita sebagai pekerja, kita harus bekerja dengan penuh integritas.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Jangan Berimajinasi

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Oktober 2010
Jangan Berimajinasi


Bacaan : Markus 12 : 28-34

12:28. Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"
12:29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."
12:32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.
12:33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan."
12:34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.


Rasa sakit di bagian perut pada anak-anak ternyata dapat dikurangi hanya dengan berimajinasi. Demikianlah hasil penelitian yang dilakukan di University of North Carolina dan Pusat Medis Duke University, Amerika Serikat yang tertuang dalam jurnal Pediatrics pada tahun 2009. Anak-anak dipandu untuk berimajinasi, dan hasilnya, 73,3% dari mereka mengaku sakitnya berkurang. Ini sangat membantu mengurangi tingkat ketidakhadiran karena sakit perut adalah salah satu penyebab anak tidak masuk sekolah. Di tempat lain juga demikian. Di Inggris, Prof. David Candy, konsultan kesehatan anak di Rumah Sakit Western Sussex juga mengaku kerap mengobati pasien dengan hipnosis, dan terbukti berhasil.

Jadi bila rasa sakit bisa dikurangi dengan imajinasi, apakah di dalam Kekristenan, kita juga bisa berimajinasi bahwa TUHAN menyertai kita? Mungkin sebagian kita akan menjawab, “Tidak!” Sebab pasti kita akan keberatan jika pengalaman dengan TUHAN dikatakan suatu imajinasi. Namun disadari atau tidak, pada kenyataannya gereja adalah tempat yang paling kondusif untuk praktik hipnosis yang dapat dialami seseorang melalui imajinasi. Buktinya, apakah pengajaran yang disampaikan di mimbar itu Alkitabiah atau tidak, kita sering tidak peduli. Pokoknya, pendetanya adalah tokoh favorit kita, maka semua yang dikatakannya sudah pasti benar. Kita sudah berpuluh-puluh tahun di gereja tersebut, jadi ajarannya pasti benar, karena memang sudah seperti itu dari dulu. Akibatnya kita tidak lagi menggunakan nalar atau akal budi kita. Kita mengimajinasikan TUHAN seperti yang diajarkan di mimbar. Padahal seorang Kristen harus menggunakan akal budinya secara optimal di samping juga memiliki pengalaman batiniah yang benar atau jujur.

Mengasihi TUHAN haruslah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita. Akal budi diciptakan TUHAN untuk dipakai secara optimal dalam upaya mengerti TUHAN. Mengerti kehendak-NYA, mengerti konteks Firman-NYA dengan sejarah waktu itu, menghayati perkataan-NYA dicocokkan dengan budaya sewaktu tulisan itu dibuat, dan semua upaya lain yang memacu akal budi kita untuk berpikir.

Mengasihi TUHAN juga sepatutnya dilakukan dengan hati yang jujur bahwa kita mengenal TUHAN sebagai sebuah Pribadi, bukan patung. Pribadi bisa disayang, diraba kehadirannya; ada kontak batin dan keinginan untuk lebih mengasihi-NYA. Namun itu bukan imajinasi, sebab kita mengerti betul, siapa yang kita kasihi. Apakah kita bisa dengan mudah mengasihi seseorang yang tidak kita kenal dan hanya lewat di jalan? Butuh intensitas yang tinggi dalam pengenalan kita terhadap TUHAN, agar dapat mengasihi-NYA.


Jangan berimajinasi tentang TUHAN, tetapi gunakan akal budi dan hati kita dengan jujur untuk mengasihi-NYA.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Memuji TUHAN Dalam Keteduhan

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Oktober 2010

Memuji TUHAN Dalam Keteduhan


Bacaan : Kejadian 41 : 38-45

41:38 Lalu berkatalah Firaun kepada para pegawainya: "Mungkinkah kita mendapat orang seperti ini, seorang yang penuh dengan Roh Allah?"
41:39 Kata Firaun kepada Yusuf: "Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau.
41:40 Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu."
41:41 Selanjutnya Firaun berkata kepada Yusuf: "Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir."
41:42 Sesudah itu Firaun menanggalkan cincin meterainya dari jarinya dan mengenakannya pada jari Yusuf; dipakaikannyalah kepada Yusuf pakaian dari pada kain halus dan digantungkannya kalung emas pada lehernya.
41:43 Lalu Firaun menyuruh menaikkan Yusuf dalam keretanya yang kedua, dan berserulah orang di hadapan Yusuf: "Hormat!" Demikianlah Yusuf dilantik oleh Firaun menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir.
41:44 Berkatalah Firaun kepada Yusuf: "Akulah Firaun, tetapi dengan tidak setahumu, seorangpun tidak boleh bergerak di seluruh tanah Mesir."
41:45 Lalu Firaun menamai Yusuf: Zafnat-Paaneah, serta memberikan Asnat, anak Potifera, imam di On, kepadanya menjadi isterinya. Demikianlah Yusuf muncul sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.


Saat penulis masih muda, sebagai seorang hamba TUHAN, sering kali penulis membandingkan diri dengan hamba TUHAN lainnya. Dan saya mendapati diri saya masih memiliki temperamen yang buruk, tidak mau mengalah, sombong, menuntut penghargaan dan lain sebagainya. Tetapi semua keadaan pribadi saya yang buruk bisa saya sembunyikan di balik kecerdasan yang saya miliki. Di depan orang, saya tampil sedemikian rupa, hingga tampak pribadi seorang hamba TUHAN yang rendah hati, mau mengalah, dan dapat menerima semua perlakuan. Namun lain di bibir, lain di hati. BAPA di Surga yang Mahatahu mengetahui keadaan saya yang sebenarnya.

Seiring perjalanan hidup saya, dalam banyak perkara yang terjadi dalam hidup saya, saya melihat dan merasakan tangan pertolongan TUHAN yang selalu menjaga saya. Tangan Sang Penjunan, tangan Sang Majikan Agung yang melatih saya dewasa melalui segala peristiwa yang terjadi. Melalui pendewasaan itu saya bisa menerima semua pengalaman yang tidak menyenangkan, dan memperbaiki diri serta tidak membanding-bandingkan diri lagi dengan orang lain.

Untuk menjadi seorang Zafnat-Paaneah—kuasa atas tanah Mesir dan wakil Firaun—Yusuf harus melalui sumur yang dalam dahulu, harus dijual dan difitnah, bahkan dipenjara. Tetapi pada akhirnya ia bisa menjadi sosok hebat penyelamat Kanaan, keluarganya, bahkan Mesir. Di situlah Yusuf bisa berkata, “Ajaiblah Engkau TUHAN, ajaib kebijaksanaan-MU, ajaib kecerdasan-MU”.

Suatu hari kelak, saat semua pengetahuan menjadi sempurna, di langit baru dan bumi baru, kita akan melihat cemerlangnya berlian hidup kita. Cemerlangnya permata TUHAN, diri kita sendiri, melalui proses yang dahsyat tersebut. Oleh sebab itu, janganlah kita memuji TUHAN hanya dengan irama musik, dengan sorak-sorai dan tarian, tetapi hendaklah kita juga memuji-NYA dengan keteduhan hati dan dengan ucapan syukur yang tulus dan mendalam.

Ironisnya, banyak orang yang menganggap bahwa pujian syukur selalu harus diekspresikan dengan sorak-sorai, tarian dan bahkan melompat-lompat. Padahal kita bisa memuji TUHAN dalam keteduhan, dalam suasana tenang tanpa hiruk pikuk alat musik sekalipun. Dengan tetesan air mata yang tak tampak di hadapan orang lain, marilah kita belajar kebenaran firman TUHAN yang mengungkapkan hal-hal luar biasa yang TUHAN kerjakan dalam hidup kita, sehingga kita bisa menerima proses pendewasaan-NYA dan memuji TUHAN karenanya.


Memuji TUHAN dengan keteduhan hati penting untuk memahami hal-hal yang TUHAN kerjakan dalam hidup kita.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Pemuji Yang Dewasa

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Oktober 2010

Pemuji Yang Dewasa


Bacaan : Roma 8 : 28-30

8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
8:29. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
8:30 Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.


Sekalipun TUHAN melakukan banyak sekali pertolongan dan mukjizat di depan mata bangsa Israel, mereka tetap juga tidak setia kepada TUHAN. Mereka tegar tengkuk dan keras kepala; mereka memberontak, menyakiti dan melukai hati TUHAN. Kita tentu ingat bagaimana TUHAN membelah Laut Merah dengan tongkat Musa; bagaimana IA membebaskan bangsa Israel dari kejaran tentara Mesir. Umat Israel menari-nari dan memuji TUHAN (Kel.15), tetapi setelah itu mereka menyembah anak lembu emas (Kel. 32). Berarti faktanya, pengalaman-pengalaman spektakuler dan ajaib serta kuasa TUHAN yang mendorong mereka memuji TUHAN tidak membuat mereka bertumbuh dewasa. Bagaimana dengan umat TUHAN sekarang?

Berkenaan dengan puji-pujian terhadap TUHAN, bagaimana kita bisa membedakan anak TUHAN yang dewasa dan yang belum? Seperti puji-pujian umat Israel, anak TUHAN yang belum dewasa biasanya puji-pujiannya kepada TUHAN hanya berorientasi pada kuasa, mukjizat, dan hal-hal spektakuler yang dilakukan TUHAN. Ini sama sekali tidak berarti kita tidak setuju terhadap lagu pujian tentang kuasa dan perbuatan TUHAN yang ajaib. Tetapi jika puji-pujian kita hanya didasarkan pada hal-hal tersebut, maka seperti umat Israel, pujian kita tidak akan membangun kedewasaan dan kesetiaan kita kepada-NYA. Ini yang harus kita catat dan perhatikan baik-baik.

Anak TUHAN yang dewasa selalu percaya bahwa ALLAH turut bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi DIA. Karena itu orientasi kita adalah kecerdasan dan kebijaksanaan ALLAH. Ini yang luar biasa. Coba kita lihat Ayub. Dalam keadaan yang sungguh mengerikan, di mana seluruh hartanya habis, anak-anaknya meninggal, bahkan akhirnya ia terkena barah dan istrinya pergi meninggalkan dia, ia masih dapat berkata, “Terpujilah Nama Tuhan” (Ayb. 1:20, 21). Saat dipenjara, Paulus dan Silas juga tidak bersungut-sungut, tetapi memuji TUHAN (Kis. 16:25). Berarti orang yang dewasa rohaninya memuji TUHAN tidak hanya pada saat mengalami sesuatu yang spektakuler dan ajaib, tetapi juga di tengah badai hidup.

Dalam pengalaman yang kita alami, ALLAH turut bekerja dalam kecerdasan dan kebijaksanaan-NYA, agar kita menjadi lebih dewasa dan sempurna, segambar dengan TUHAN Yesus, sehingga kita dapat dimuliakan bersama-sama dengan-NYA. Jadi, sekalipun saat kini kita mungkin sedang dalam kondisi fisik yang lemah, ekonomi terpuruk, atau dihina dan diperlakukan tidak adil, ingatlah, bahwa kemuliaan TUHAN menanti kita, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memuji TUHAN.


Pemuji yang dewasa berorientasi pada kecerdasan dan kebijaksanaan ALLAH.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kualitas Pujian

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Oktober 2010

Kualitas Pujian


Bacaan : Mazmur 111 : 1–10

111:1. Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah.
111:2 Besar perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya.
111:3 Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya, dan keadilan-Nya tetap untuk selamanya.
111:4 Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu pengasih dan penyayang.
111:5 Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya.
111:6. Kekuatan perbuatan-Nya diberitakan-Nya kepada umat-Nya, dengan memberikan kepada mereka milik pusaka bangsa-bangsa.
111:7 Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh,
111:8 kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran.
111:9 Dikirim-Nya kebebasan kepada umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya perjanjian-Nya itu untuk selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat.
111:10 Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.


Di televisi, dapat kita saksikan berbagai hal menakjubkan yang dilakukan oleh akrobat. Berjalan di atas tali menyeberang gedung dan gunung, melompat dari ketinggian ke atas permukaan air yang sangat dangkal, juggling pisau tajam di atas sepeda roda satu, dan sebagainya. Pujian otomatis keluar dari bibir setiap orang. Itulah yang terjadi dalam fenomena umum di masyarakat kita. Demikian juga ketika kita mengalami atau menyaksikan kebaikan seseorang, kita akan memuji orang tersebut. Lalu bagaimana pujian kita kepada TUHAN, Sang Khalik?

Kita harus memuji TUHAN! Setujukah Saudara dengan kalimat tersebut? Benarkah kita harus memuji TUHAN? Tidak. Kita pasti memuji TUHAN, bukan harus. Kata “harus” memberi pengertian suatu perintah, peraturan atau adanya dorongan dari pihak luar—bahkan hukum yang harus dijalankan. Jadi seolah-olah memuji TUHAN itu suatu perintah. Padahal, memuji TUHAN seharusnya merupakan suatu keadaan yang secara otomatis terjadi, atau berlangsung dalam kehidupan kita terus-menerus tanpa adanya paksaan ataupun tekanan.

Kualitas dari pujian seseorang kepada TUHAN tergantung dari seberapa dalam orang tersebut mengenal dan mengalami TUHAN. Jadi kalau ada seratus anggota gereja yang bernyanyi memuji TUHAN, sebetulnya belum tentu seratus orang tersebut memiliki kualitas pujian yang sama terhadap TUHAN. Bagi seseorang yang memiliki pengalaman pribadi yang nyata dengan TUHAN dalam hidupnya setiap hari, kualitas pujiannya pasti lebih baik dan tulus. Ironisnya, ada orang yang tidak memiliki pengalaman pribadi dengan TUHAN lalu diajak memuji TUHAN. Maka pujian yang keluar dari bibirnya hanya merupakan kata-kata indah tanpa makna. Bahkan tidak mustahil, orang tersebut memuji TUHAN dengan terpaksa, bukan dari dasar hati yang tulus dan benar.

Seharusnya kita memuji TUHAN bukan hanya karena kekuatan kuasa dan mukjizat-NYA, tetapi juga karena kekudusan, hikmat, keadilan dan kecerdasan-NYA. IA mungkin membawa kita ke lorong-lorong kehidupan yang penuh misteri. IA bisa saja menuntun kita ke jalan yang tampaknya sulit dan tidak menyenangkan, dan kita tidak tahu mengapa kita ada di situ, tetapi IA melakukan itu semua untuk mendewasakan dan menyempurnakan kita. Mari kita belajar mengenal dan mengalami TUHAN lebih dalam lagi, sehingga saat kita berseru, “Haleluya! Terpujilah TUHAN!” kita menyerukannya dengan kualitas yang semakin tinggi setiap harinya.


Kualitas pujian seseorang tergantung pengenalan dan pengalaman kita terhadap TUHAN.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Cita Rasa Terhadap TUHAN

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Oktober 2010

Cita Rasa Terhadap TUHAN


Bacaan: Mazmur 1 : 1–6

1:1. Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
1:2 tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
1:3 Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.
1:4. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.
1:5 Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar;
1:6 sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.


Untuk apa kita berurusan dengan TUHAN? Mungkin selama ini kita diajarkan untuk minta tolong kepada-NYA, diberkati dan minta perlindungan-NYA. Namun ajaran seperti itu sebetulnya diajarkan juga oleh agama-agama lain. Tidakkah kita sadari bahwa itu bukanlah pola hidup anak TUHAN? Sebab kalau kita masih minta diberkati, berarti kita belum percaya kalau TUHAN sudah menyediakan berkat bagi kita, yang harus kita raih dengan kerja keras dan tanggung jawab, kejujuran dan integritas hidup yang membuat kita bisa dipercayai oleh sesama kita.

Lebih sedih lagi jika kita mendengar hamba TUHAN yang menjanjikan doa yang manjur agar usaha jemaat diberkati, bahkan utang-utang akan terlunasi. Bukan berarti kita tidak percaya pertolongan TUHAN, tetapi ada bagian yang harus kita selesaikan dengan tanggung jawab, bukan hanya dengan doa.
Jadi kita tidak boleh menjadi seperti anak-anak lagi, yang sedikit-sedikit harus didoakan oleh hamba TUHAN, seolah-olah datang kepada TUHAN butuh perantara. Ini tak ubahnya praktik perdukunan. TUHAN tidak memerlukan perantara untuk kita bisa menjangkau-NYA. Hanya satu Perantara antara BAPA dan kita, yaitu TUHAN Yesus Kristus.

Yang harus kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita berketetapan hati untuk memikirkan DIA. Kalau Alkitab menulis, “Berbahagialah orang yang merenungkan Taurat TUHAN siang dan malam” itu juga berarti memikirkan TUHAN Sang Empunya Taurat. Kita harus belajar mendisiplinkan diri sendiri untuk selalu memikirkan TUHAN, bukan hanya ketika berada dalam alunan liturgi gereja, tetapi terlebih lagi ketika kita melangkahkan kaki di luar gereja. Masalahnya, mungkinkah? Kalau hal ini tidak pernah kita lakukan dan tidak kita biasakan untuk melakukannya, maka kita tidak mungkin mampu untuk selalu berada dalam ayunan perenungan TUHAN dan memiliki cita rasa terhadap-NYA.

Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya, namun jangan sampai masalah tersebut merenggut hidup kita dan merusak cita rasa jiwa kita kepada TUHAN. Keinginan pribadi kita jangan sampai memengaruhi, bahkan merusak cita rasa jiwa kita kepada TUHAN. Seperti Pemazmur berkata dalam Mzm. 73:25, “… Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi”, artinya jiwanya telah mendapati cita rasa TUHAN. Ada kehausan terhadap TUHAN. Cita rasa seperti ini harus dikembangkan sehari lepas sehari dengan disiplin. Dimulai dengan komitmen bahwa aku membutuhkan TUHAN, hanya DIA lah yang dapat memenuhi kekosongan rongga jiwaku.” Sudahkah kita bercita rasa terhadap TUHAN? Jika belum, mari mulai sekarang.


Kita berurusan dengan TUHAN bukan karena mencari berkat dan perlindungan-NYA, melainkan karena kita mempunyai cita rasa terhadap-NYA.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kemerdekaan Dari Tubuh Maut

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Oktober 2010

Kemerdekaan Dari Tubuh Maut


Bacaan : Roma 8 : 18–25

8:18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.
8:19 Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.
8:20 Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,
8:21 tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
8:22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.
8:23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.
8:24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?
8:25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.


Ketika bangsa Israel masih tinggal di Mesir dan menjadi budak, mereka bersungut-sungut, mengeluh dan menantikan kemerdekaan. Tetapi saat keluar dari Mesir, sebagian dari mereka ternyata lebih betah di Mesir, karena mereka tidak sanggup menghadapi risiko hidup di luar Mesir. Karenanya kita temukan adanya sekelompok orang Israel yang bersungut-sungut ketika mereka berada di padang gurun menuju tanah Kanaan.

Dunia ini ibarat Mesir, bukan tempat yang ideal bagi kita. Dunia sudah jatuh ke dalam dosa, dan tidak menjanjikan. Mata hati kita harus tertuju pada negeri yang dijanjikan TUHAN. Dunia ini bukan tempat permanen kita (Yoh. 17:16). Umat pilihan yang sejati adalah yang tidak menganggap “Mesir” (dunia) ini adalah negerinya.

Seperti halnya Abraham. Walau ia memiliki kesempatan untuk kembali ke Ur-Kasdim, ia lebih memilih untuk mencari negeri yang dibangun dan direncanakan oleh Allah (Ibr. 11:15–16), padahal itu suatu pergumulan. Pergumulan seperti ini dirasakan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh merindukan sebuah kehidupan yang berkenan kepada TUHAN. Inilah pola anak TUHAN yang benar, yang pikirannya tidak lagi tertuju pada hal-hal duniawi. Masalah-masalah hidup tidak menjadi masalah utama atau besar, sebab kita melihat ada masalah lain yang jauh lebih besar. Masalah yang patut kita anggap besar adalah bagaimana terlepas dari ikatan dunia ini termasuk ikatan daging yang kuat ini dan mengenakan manusia baru.

Dalam beberapa bagian dalam Alkitab, kita temukan beberapa pernyataan Paulus yang mengatakan bahwa tubuh yang kita kenakan ini merupakan belenggu atau bisa dikatakan penjara (Rm. 7:21–23: “7:21 Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 7:22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, 7:23 tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.” ). Sekilas, ini sukar untuk dipahami. Apakah Paulus memiliki pola kehidupan dan kejiwaan yang berbeda dengan manusia pada umumnya? Tidak. Harus kita akui bahwa kehidupan Paulus merupakan pola hidup yang menjadi contoh (prototipe) kehidupan anak TUHAN yang seharusnya.

Paulus sangat tertekan menghadapi tubuh dosa yang dikenakannya. Itulah sebabnya ia sangat rindu tubuhnya diubahkan dalam kemuliaan tubuh baru. Rindukah kita untuk diubahkan dengan tubuh kemuliaan? Atau kita masih nyaman dengan tubuh fana ini? Inilah janji yang diberikan-NYA—baik kepada TUHAN Yesus Kristus maupun kepada kita—yaitu kemuliaan bersama DIA. Kemuliaan bersama dengan TUHAN Yesus bukan saja menerima mahkota di dalam kerajaan-NYA, tetapi kita juga terbebas dari tubuh maut ini.


Dibandingkan dengan melepaskan ikatan dunia ini, masalah hidup tidak menjadi besar.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mengenal Dan Merdeka

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Oktober 2010

Mengenal Dan Merdeka


Bacaan : Galatia 5 : 1–6

5:1. Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
5:2 Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.
5:3 Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat.
5:4 Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia.
5:5 Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan.
5:6 Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.


Jika seseorang berkata bahwa ia mengenal Bapak Presiden, sebenarnya seberapa jauhkah pengenalannya terhadap Bapak Presiden tersebut? Apakah ia sungguh-sungguh mengenalnya seperti seorang bapak mengenal anaknya, atau hanya pernah bertemu dalam suatu kesempatan, berjabat tangan dan berfoto bersama, lalu ia menyatakan bahwa dirinya sudah mengenalnya?

Mengenal kebenaran identik dengan mengenal ALLAH: mengenal pribadi-NYA, mengenal kehendak-NYA, mengerti rencana-rencana-NYA, sebab Yesus adalah Sang Kebenaran itu sendiri. Pengenalan yang bertumbuh karena pergumulan hidup konkret inilah yang membuahkan kemerdekaan. Kenyataannya kita mengenal banyak orang Kristen yang sebenarnya sudah dimerdekakan, tetapi masih terbelenggu dengan
berbagai ikatan. Kemerdekaan yang diakuinya hanyalah mimpi semata-mata. Dalam hal ini harus dipahami ada dua jenis kemerdekaan, yaitu kemerdekaan pasif dan kemerdekaan aktif.

Kemerdekaan pasif adalah kemerdekaan yang kita terima dari Yesus yang membuat kita selamat; kemerdekaan yang kita terima hanya dengan percaya saja kepada-NYA. Kemerdekaan aktif adalah kelepasan dari ikatan-ikatan dosa, buah dari pergumulan pribadi dengan pimpinan Roh Kudus yang membuat kita semakin merdeka dari ikatan-ikatan dosa tersebut dan memperoleh mahkota surgawi atau kemuliaan bersama Yesus. Kemerdekaan aktif adalah sebuah perjuangan yang terus-menerus sampai TUHAN datang kembali; kita tidak boleh dan tidak bisa berhenti. Kemerdekaan aktif menuntut kesungguhan kita.

Semakin seseorang mengalami kemerdekaan aktif, semakin pula ia merasakan damai sejahtera ALLAH, karena damai sejahtera ALLAH hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang tidak duniawi. Semakin seseorang mengalami kemerdekaan, semakin pula ia melayani TUHAN. Kuasa ALLAH akan mengalir dari buah kesucian hidup. Semakin seseorang mengalami kemerdekaan, semakin ia beroleh hak penuh masuk ke dalam kerajaan Surga dan menerima kemuliaan bersama dengan Kristus.

Ironisnya, banyak orang Kristen yang hanya memiliki kemerdekaan pasifdan tidak bertumbuh dalam kemerdekaan aktif. Mereka tidak mengerti arah hidup kekristenannya, sehingga menjadi Kristen yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, ia dapat diperbudak lagi oleh dosa karena tidak berjaga-jaga. Ingat, dalam hidup ini bagi kita hanya ada dua pilihan, mengisi kemerdekaan atau direbut kembali kemerdekaannya oleh Iblis. Mana yang kita pilih?


Jangan hanya puas dengan kemerdekaan pasif, tetapi isilah kemerdekaan
secara aktif.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger