RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Musafir

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Juni 2010
Musafir

Bacaan : Ibrani 11 : 8-16


11:8 Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.
11:9
Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.
11:10
Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
11:11
Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.
11:12
Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.
11:13
Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.
11:14
Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.
11:15
Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ.
11:16 Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.


Sebagai orang pertama yang dipanggil TUHAN menjadi musafir—yaitu orang yang berpola pikir sebagai warga Kerajaan Surga, dan menyadari bahwa dunia ini hanya tempat tinggal sementara— Abraham ternyata dipanggil TUHAN ke negeri yang sebenarnya bukan berada di bumi ini (Ibr. 11:13). Sekalipun hanya melihat dari jauh—entah dengan melalui penglihatan atau mimpi—Abraham tetap taat dan menyadari kemusafiran hidupnya. Dan saat sudah sampai di Tanah Kanaan, Abraham tinggal di kemah -seperti orang yang hanya singgah sementara di suatu tempat- (ayat 9) meski sebenarnya Abraham adalah orang yang sangat kaya.

Proses pemusafiran—atau proses menjadi musafir—ini bukan hanya untuk Abraham, TUHAN juga menghendaki kita menjalani proses pemusafiran ini. Caranya? Bisa saja IA memanfaatkan ketidaktahuan kita, tetapi tentu bisa juga melalui pelayanan pekerjaan Tuhan di bumi ini. Pelayanan pekerjaan Tuhan bisa dikatakan sukses kalau anak-anak TUHAN memiliki jiwa musafir. Mari kita mulai menyadari menghayati bahwa kita adalah warga Kerajaan Surga yang bukan berasal dari dunia ini, dan menyediakan diri kita memasuki proses pemusafiran. Dan kita juga perlu menyukseskan pelayanan pekerjaan TUHAN, yaitu memusafirkan sesama orang percaya, mengubah pola pikir mereka dari duniawi menjadi rohani.
Read more
0

Pesona Kerajaan Surga

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Juni 2010
Pesona Kerajaan Surga

Bacaan : 1 Petrus 3 : 13–22


3:13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?
3:14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.
3:15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,
3:16. dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
3:17 Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.
3:18. Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,
3:19 dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara,
3:20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.
3:21. Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus Kristus,
3:22 yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya.


Bagaimana seorang Kristen dapat memberi penjelasan dengan kata-kata mengenai keselamatan dalam Yesus Kristus, kalau orang sudah tidak menaruh percaya kepadanya? Rasul Petrus memberi nasihat bahwa sebagai orang percaya, kita harus dapat dipercayai.

Dengan menjadi dapat dipercayai, kehidupan kita harus menampilkan pesona Kerajaan Surga sedemikian rupa, sehingga orang lain akan bertanya, “Apa yang ada padamu sehingga kamu bersikap demikian?” Pesona ini bagaikan umpan yang digunakan nelayan untuk menarik ikan menghampirinya. Setelah orang tertarik, kita dapat memberitakan Injil Kerajaan Surga dan menjelaskan iman kita (ay. 15).

Sepandai-pandainya seseorang mengenakan topeng, pada akhirnya akan terbongkar apakah kita adalah orang yang memiliki integritas dan ketulusan sebagai orang yang dapat dipercaya atau tidak. Tidak usah muluk-muluk berbicara untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa di dunia, kepada orang yang kita jumpai dalam kehidupan kita setiap hari saja, apakah kita sudah dapat menjadi berkat?

Menampilkan pesona Kerajaan Surga sebagai panggilan kita menggarami dunia dimulai ketika seseorang menjadi berkat bagi orang lain di sekelilingnya. Kalau sebagai orang Kristen kita dapat menampilkan kehidupan yang dapat dipercaya, semakin banyaklah jiwa-jiwa yang tergiring masuk ke dalam Kerajaan Surga akibat melihat pesona tersebut. Penggaraman ini terjadi di banyak rumah tangga, sekolah, kampus, toko, pasar, kantor, pabrik, gedung parlemen dan di segala tempat di mana orang percaya berada. Di sanalah orang percaya menampilkan diri sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

Orang percaya memang harus membawa keteduhan, ketenangan dan kesejahteraan bagi orang lain, bukan teror dan kejahatan yang merenggut kebahagiaan sesama. TUHAN sangat merindukan agar diri-NYA dapat ditampilkan oleh anak-anak-NYA di gelanggang kehidupan di dunia ini, sehingga TUHAN pun bangga tentang kita. Seperti dengan bangga IA berkata kepada iblis mengenai Ayub, “Apakah engkau memperhatikan hamba-KU Ayub?” (Ayb. 1:8). Dalam perkataan-NYA tersebut, tampak bahwa TUHAN dapat membanggakan orang-orang yang mengasihi-NYA dan hidup sesuai dengan kehendak-NYA. TUHAN merindukan anak-anak-NYA menampilkan pesona agung-NYA, bersikap agung seperti diri-NYA. Dalam keagungannya tersebut anak-anak TUHAN dapat dipercayai oleh TUHAN sendiri dan sesamanya.
Read more
0

Tanah Yang Baik

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Juni 2010
Tanah Yang Baik

Bacaan : Matius 13 : 8–9, 23


13:8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.
13:9 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"

13:23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."


Hasil yang keempat dari benih yang ditabur adalah benih yang jatuh di tanah yang baik, lalu bertumbuh dan berbuah. Berarti dalam perumpamaan ini, yang salah bukan benihnya tetapi tanahnya. Benih ialah Injil Kerajaan Surga yang murni, bukan Injil palsu.

Yang TUHAN Yesus ingin tegaskan adalah, banyak orang yang mendengar Injil Kerajaan Surga yang murni pun tidak juga dapat bertumbuh. Itu karena hati mereka bukan merupakan tanah yang siap menerima Firman TUHAN. Dan memang kenyataannya hati sebagian besar manusia memang bukan tanah yang baik.

Tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman dan mengerti. Yang dimaksud “mendengar” di sini (ἀκούω,akuō) ialah “mendengarkan dengan penuh perhatian”. Maksudnya tidak sekadar datang ke gereja pada hari Minggu dan mendengarkan khotbah dengan sepintas lalu; tetapi “mendengar” ialah rajin mencari dan mendengarkan pelayanan Firman TUHAN yang murni. Ini sudah merupakan kesukaannya dan dipandangnya sebagai kebutuhan, bukan kewajiban.

Kata “mengerti” dalam ay. 23 aslinya ditulis συνίημι (sünyēmi), yang berarti “merangkai fakta-fakta menjadi pengetahuan yang rapi dan utuh”. Sama seperti merangkai kepingan-kepingan jigsaw puzzle menjadi satu gambar yang utuh. Berarti “mengerti” adalah kegiatan aktif untuk memikirkan firman-firman yang didengarnya, dan berusaha memahami hubungan yang sebagaimana mestinya. Kemudian ia menyimpan firman itu dalam hatinya dan melakukannya. Jadi mengerti bukan hanya pengertian akali semata, melainkan suatu aktivitas mendalami firman dan menghayatinya, sehingga seseorang dapat menjadi pelaku firman.

Di tanah yang baik, buah dapat bertumbuh dengan pelipatgandaan yang luar biasa. Alkitab mengajarkan bahwa buah ialah: jiwa-jiwa yang dimenangkan (Rm. 1:13); kekudusan (Rm. 6:22); berbagai kebaikan dan kebenaran yang disebut buah Roh (Gal. 5:22-23); serta pekerjaan baik (Kol. 1:10). Maka agar kita bisa berbuah banyak, marilah kita belajar untuk menjadikan hati kita tanah yang baik. Bersedialah untuk mendengarkan Firman yang murni dengan rendah hati dan berusaha menggalinya hingga mengerti dengan sabar sampai kita menutup mata.
Read more
0

Tipu Daya Kekayaan

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Juni 2010
Tipu Daya Kekayaan

Bacaan : Matius 13 : 7, 22; 1 Timotius 6 : 9–10


Matius 13 : 7, 22
13:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.

13:22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.

1 Timotius 6 : 9–10
6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.


Selain kekhawatiran, TUHAN Yesus menjelaskan bahwa semak duri adalah tipu daya kekayaan. Mengapa kekayaan dianggap semak duri? Dalam 1Tim. 6:9–10 dijelaskan bahwa karena ingin kaya, orang akan menghalalkan segala cara, tidak tulus, dan penuh kepentingan sendiri.

Jadi tipu daya kekayaan merupakan semak duri, sebab hasrat ingin kaya sangat efektif untuk menggeser fokus kita dari pencarian Firman kepada hal-hal duniawi.

Tipu daya kekayaan sejajar dengan semak duri yang dikatakan bertumbuh tinggi, sebab pola pikir bahwa jadi orang kaya itu enak, menyenangkan dan patut dipertahankan adalah pola pikir yang bertumbuh. Contohnya, seorang anak yang belum pernah ke Dunia Fantasi (Dufan) di Jakarta dan sangat ingin ke sana, akan memimpikan Dufan dan bahkan tidak bisa tidur apabila keesokan harinya ia akan pergi ke sana. Bila ia sakit, ia akan berusaha sembuh. Bila ia dijanjikan orang tuanya pergi ke Dufan jika nilai ulangannya bagus, padahal selama ini nilai ulangannya jelek, ia akan berusaha keras untuk bernilai tinggi atau ‘terlihat’ bernilai tinggi. Dan ketika sudah pernah ke Dufan, anak tersebut masih ingin pergi lagi, sebab ia belum puas dengan wahana-wahana di sana. Kemudian dia akan minta ke Taman Mini, Taman Safari, Pulau Sentosa di Singapura, bahkan Disneyland untuk mengulang kenikmatan yang dia rasakan di Dufan.

Ketika kita ganti Dufan dengan gaji besar, mobil mewah, rumah megah, istri cantik, fasilitas bintang lima dan kehidupan lainnya, itu semua adalah tipu daya, sebab kenikmatannya tidak pernah memuaskan; harus diulangi dan ditambah. Karena otak kita adalah otak manusia abad ke-21, maka cukup canggihlah kita untuk berlindung di balik semua pembenaran agar tidak dianggap salah. Namun sebenarnya itu masih berkaitan langsung dengan warisan pola pikir nenek moyang kita.

Lalu apa masalahnya sehingga ini menyebabkan kebenaran tidak berbuah? Ini suatu kondisi yang lama-lama menyedot seluruh perhatian kita, sampai kita sudah tidak mampu lagi berpikir sesuai Firman bahwa penyelenggaraan hidup yang tidak sesuai kehendak TUHAN adalah kejijikan bagi-NYA, dan bahwa kekayaan dan fasilitas hidup adalah kesia-siaan apabila kita tidak mau diubah oleh kebenaran Injil.

Jadi berhati-hatilah, karena sekalipun kita tetap ke gereja dan mengaku Kristen, artinya tetap hidup sebagai tanaman, namun kita bisa tidak berbuah akibat terhimpit dan terbonsai oleh pertumbuhan kekhawatiran dunia dan tipu daya kekayaan. Tanggalkan itu semua dan fokuskan hati kita hanya kepada Kerajaan Surga, agar kita bisa berbuah.
Read more
0

Kekhawatiran Dunia

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Juni 2010
Kekhawatiran Dunia

Bacaan : Matius 13 : 7, 22; 1 Petrus 1 : 17–18


Matius 13 : 7, 22
13:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.

13:22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.

1 Petrus 1 : 17–18
1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,


Ketika seorang penabur menabur benih, ada benih yang jatuh di tanah yang ditumbuhi semak duri. Harus kita pahami, bahwa semak duri adalah tanaman juga, berarti ada kehidupan; namun jelas bukan tanaman yang diinginkan TUHAN. Tidak dikatakan bahwa benih yang ditabur ini mati; benih tersebut masih hidup menjadi tanaman, namun tidak berbuah. Padahal penabur menginginkan tanaman tersebut berbuah. TUHAN mengatakan bahwa salah satu yang digambarkan dengan semak duri ialah kekhawatiran dunia. Apakah itu?

Kita hidup didalam suatu pakem yang dijelaskan Rasul Petrus di 1Ptr. 1:17–18, yaitu cara hidup yang diwarisi dari nenek moyang kita. Pakem-pakem yang sudah kita anggap menjadi jalan hidup ini misalnya: secara ekonomi, kita harus memiliki pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Secara sosial, kita merasa perlu untuk berteman, bersosialisasi, berpasangan, beranak cucu, serta membangun keluarga dengan baik. Mengenai keamanan hidup, kita perlu mempersiapkan segala sesuatu, seperti tabungan, asuransi dan rencana masa depan. Jika tidak demikian, kita khawatir tidak dapat menyelenggarakan kehidupan dengan wajar dan normal. Kita khawatir akan masa depan kita dan anak cucu kita. Itulah cara hidup yang kita warisi dari leluhur kita. Dengan dalih “sayang anak”, secara tidak langsung mereka mengajarkan bahwa kehidupan harus dibangun dengan penuh kekhawatiran.

Di sini letak kata kunci kekhawatiran dunia adalah seluruh aspek normal penyelenggaraan kehidupan dimana kita menjadi sangat serius, sampai tahap khawatir. Tahap khawatir adalah tahap dimana kita menganggap ini semua adalah hal yang terpenting. Dengan pola pikir seperti demikian, kita sedang menumbuhkan semak duri dalam diri kita. Perlu diketahui bahwa pola pikir ini tidak datang tiba-tiba, namun dari perjalanan hidup kita, pelajaran setiap hari, kesalahan yang kita lakukan, nasihat orang tua dan banyak hal lain, yang membawa kita pada satu kesimpulan bahwa hidup itu berat dan rumit. Dengan kekhawatiran itu, ketika diperhadapkan dengan pilihan untuk mengejar kebenaran Kristus atau menyelenggarakan kehidupan, kita gagal memilih yang benar. Sampai terus dan terus dan kita sudah tidak bisa kembali lagi, alias tidak bisa berbuah.

Untuk mencegah semak duri tumbuh, ingatlah perkataan TUHAN Yesus, “Carilah dulu kerajaan ALLAH dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Jangan kamu khawatir.” (Mat. 6:33–34).Utamakanlah kerajaan ALLAH, dan percayalah bahwa TUHAN tidak akan pernah meninggalkan kita.
Read more
0

Benih Yang Jatuh Di Tanah Yang Berbatu

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Juni 2010
Benih Yang Jatuh Di Tanah Yang Berbatu

Bacaan : Matius 13 : 5–6, 20–21


13:5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
13:6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.

13:20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.
13:21 Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.


Dalam perumpamaan tentang penabur, TUHAN Yesus menjelaskan bahwa benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu ialah yang mendengar firman, menerima dengan gembira, namun kemudian murtad ketika ada penindasan dan penganiayaan karena firman itu. Di dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Firman TUHAN jatuh di tanah yang bercampur dengan batu. Masalahnya sebenarnya bukan pada batunya, melainkan karena tanahnya tidak banyak (ay. 5). Jadi benih bertunas, namun karena tidak cukup dalam masuk ke tanah, pada saat kena terik matahari, benihnya mati.

Ini merupakan fenomena orang Kristen baru, yang percaya Injil karena berbagai sebab, seperti perkawinan, mencari kesembuhan, penyelesaian masalah ekonomi, dan sebagainya. Ia menerima Injil sebagai kabar baik yang dapat menyelesaikan masalahnya. Namun ketika berusaha mendalaminya, ia baru menyadari bahwa Injil yang murni itu tidak seharusnya diterimanya dengan gembira, karena ternyata Injil mengharuskannya memikul salib dan menyangkal dirinya. Ketika ia menghadapi aniaya kecil seperti hinaan atau celaan, atau penindasan, ia seperti kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan akibat status Kristennya, ia merasa Kekristenan ternyata terlalu berat untuk dijalaninya. Maka ia pun meninggalkan Kristus.

Berarti tanah yang berbatu ini merupakan orang yang menganggap Kekristenan sama seperti agama-agama lain, yaitu sarana penyelesaian kebutuhan jasmani. Ia tidak sanggup menerimanya sebagai jalan hidup. Ia tidak sanggup menerima Injil yang murni, yaitu Kabar Baik menurut ALLAH, bukan menurut manusia. Akibatnya Firman tidak bisa berakar dalam dirinya.

Untuk mencegah diri kita menjadi tanah yang berbatu, kita harus belajar beberapa hal. Pertama, menyadari bahwa Kekristenan bukan sekadar status di KTP, melainkan menjadi pengikut Kristus, apa pun risikonya.Kedua, menerima Kekristenan sebagai jalan hidup dan bukan agama semata. Kekristenan mengharuskan kita memikul salib dan menyangkal diri. Ketiga, memperbanyak penggalian Alkitab setiap hari agar Firman TUHAN itu dapat berakar dalam diri kita. Penggalian kebenaran Alkitab tidak bisa menjadi sambilan, sebab seperti akar tanaman yang tidak pernah absen menyuplai nutrisi, maka kebenaran itu menyita seluruh hidup kita. Dengan kebenaran yang berakar, ketika panas terik penindasan datang, kita tetap teguh berdiri di pihak TUHAN.
Read more
0

Benih Yang Jatuh Di Pinggir Jalan

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Juni 2010
Benih Yang Jatuh Di Pinggir Jalan

Bacaan : Matius 13 : 1–4, 18–19


13:1. Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau.
13:2 Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.
13:3 Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: "Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.
13:4 Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.

13:18 Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.
13:19 Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.


Sering kita mendengar perumpamaan mengenai penabur, namun tetap baik bagi kita mendalami bagaimana TUHAN menginginkan kita berlaku sebagai umat-NYA, yang diumpamakan seperti tanah yang menerima benih yang ditabur.

TUHAN mengatakan bahwa benih yang jatuh di pinggir jalan melambangkan orang yang mendengar Firman TUHAN, namun tidak mengertinya. Kata Yunani yang digunakan untuk “mengerti” ialah συνίημι (sünyēmi), artinya “mengerti, dalam arti kegiatan merangkai fakta-fakta menjadi pengetahuan yang utuh”. Sehingga ayat ini bukan berarti bahwa Firman TUHAN yang ditaburkan terlalu sulit dipahami bagi si penerimanya, melainkan si penerima itu tidak mengerti, karena ia tidak sungguh-sungguh berusaha mau mengerti.

Mengapa kalau kita tidak mau mengerti maka firman itu dirampas oleh si jahat? Ini berbicara mengenai situasi dalam hati kita. Bila kita tidak sungguh-sungguh mau mengerti Firman, iblis akan berusaha mengambil dengan paksa, agar kebenaran itu tidak perlu kita pahami sama sekali. Jadi iblis tidak takut orang pergi ke gereja dan mengakui Yesus adalah TUHAN, sebab kalau orang itu tidak mengerti Firman dengan benar, kehadirannya di gereja sama dengan menghadiri pertemuan biasa, dan pengakuannya terhadap Yesus hanya di bibir saja, tidak sampai memengaruhi seluruh kehidupannya. Tidak heran banyak orang Kristen yang murtad.

Yang paling iblis takuti ialah pengertian kita terhadap Firman TUHAN. Sebab dengan mengerti Firman, proses selanjutnya akan terjadi terhadap manusia itu, yaitu melakukan Firman tersebut. Orang yang tidak mengerti pasti tidak dapat menjadi pelaku Firman. Betapa luar biasanya orang Kristen yang mengerti Firman TUHAN dan kemudian melakukannya. Itu sebabnya iblis sangat berkepentingan untuk membuat orang tidak mengerti, yaitu dengan cepat-cepat merampasnya.

Cara iblis merampas Firman ialah bekerja sama dengan pikiran manusia yang tidak mau mengerti itu. Orang yang tidak mau mengerti akan mempertahankan cara berpikir manusia duniawi yang tidak mau percaya dengan Injil yang murni. Ini mengakibatkan Firman yang diterimanya dilupakannya begitu saja. Orang-orang ini, seperti orang Farisi di zaman Yesus, sengaja menjadi tanah pinggir jalan.

Jadi janganlah ada pelayanan yang hanya didasarkan pada sugesti bahwa orang harus percaya saja tanpa mengerti. Pelayanan di gereja TUHAN harus berusaha keras untuk membuat jemaat mengerti kebenaran Firman TUHAN.
Read more
0

Moral Agama Dan Kekristenan

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Juni 2010
Moral Agama Dan Kekristenan

Bacaan : Yeremia 31 : 31–34


31:31 Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
31:32 bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.
31:33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
31:34 Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka."


Sesungguhnya ALLAH memberi kesanggupan kepada kita untuk hidup menurut kehendak-NYA. IA memberi potensi pada manusia batiniah kita agar berkenan kepada-NYA (ay. 33). Karena batin ini yang menjadi sumbernya, maka ALLAH memberikan atau meletakkan potensi di dalam batin manusia. Potensi inilah yang memberi peluang kepada seseorang yang telah lahir baru untuk mengembangkan benih ilahi yang telah ditaruh ALLAH dalam diri manusia. Potensi ini jugalah yang akan membawa seseorang kepada kehidupan sebagai putra-putra ALLAH Yang Mahatinggi. Pertumbuhan benih ilahi ini tergantung respons kita setiap hari terhadap anugerah ALLAH, yaitu Firman-NYA dan pembentukan-NYA.

Sistem-sistem moral agama, yaitu pola kelakuan orang beragama pada umumnya, justru dapat membutakan mata pengertian kita terhadap kebenaran Injil. Sistem moral agama ini misalnya: menganggap kelakuan baik merupakan ukuran seseorang untuk berkenan kepada TUHAN; menganggap amal dan ibadah kepada TUHAN sebagai jasa; menggunakan ritual sebagai sarana untuk menjangkau TUHAN; berusaha menyenangkan hati TUHAN agar keamanan dirinya dijaga-NYA; menganggap pemimpin agama sebagai perantara untuk menjangkau TUHAN; dan lain sebagainya. Karena itu, TUHAN tidak menyukai sistem moral agama tersebut. Tidak boleh hal-hal tersebut mewarnai iman Kristiani kita.

Perjanjian Baru adalah soal batin, bukan soal ritual lahiriah. Hukum TUHAN telah ditaruh-NYA dalam batin kita, dan ditulis-NYA dalam hati kita. Karena itu kebaktian di Gereja pun harus merupakan ungkapan kasih kita kepada TUHAN. Kebaktian di Gereja bukan untuk sarana menyenangkan hati TUHAN guna mencari berkat jasmani. Untuk ini perlu dipertanyakan, apa motif kita selama ini dalam bergereja?

Bagi para rohaniwan, jangan sampai juga merasa bangga dianggap sebagai orang baik dari penampilan lahiriahnya. Itu adalah kesombongan rohani khas orang Farisi. Bagaimana mungkin Gereja yang dipimpin seorang yang memancarkan roh Farisiisme diberkati TUHAN secara benar?

Untuk itu dituntut hati yang tulus dan jujur. ALLAH lah yang mengenal kita secara lengkap dan sempurna lebih dari kita mengenal diri kita sendiri. IA akan membuka mata rohani kita untuk mengenal diri kita sendiri, seperti cara-NYA memandang kita. TUHAN pun tiada henti-hentinya menyelidiki diri kita untuk membawa kita kepada kesempurnaan-NYA.
Read more
0

Menumbukan Kepekaan

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Juni 2010
Menumbuhkan Kepekaan

Bacaan : Matius 22 : 37–40


22:37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
22:40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."


Selama ini ada sekelompok anak-anak TUHAN yang berurusan dengan TUHAN untuk mengembangkan kepekaan terhadap suara-NYA melalui intelektualitas mereka, sehingga mereka menjadi rasionalis. Sebaliknya, ada kelompok lain yang hanya menekankan emosi dan pengalaman batiniah, sehingga mereka menjadi mistis; maksudnya, mengutamakan hal-hal mistik. Seharusnya, untuk dapat memiliki kepekaan, seorang anak TUHAN tidak boleh ekstrem di kedua sisi tersebut. Kita harus menekankan kedua hal tersebut yaitu hal-hal intelektual dan emosional. Satu hal lain yang sangat penting adalah moral. TUHAN mau berjalan dengan orang yang bermoral baik atau mau bertobat setiap hari.

Dalam persekutuan kita dengan TUHAN, IA hendak melibatkan seluruh eksistensi diri kita: intelektual, emosional, dan moral. Oleh sebab itu kita tidak dapat setengah-setengah dalam berurusan dengan-NYA. Untuk lebih peka mendengar suara TUHAN secara murni, kita harus berpijak pada hukum terutama, yaitu mengasihi TUHAN dengan segenap hidup dan mengasihi sesama seperti diri sendiri.

Oleh sebab itu ada langkah-langkah penting yang harus kita pahami. Pertama, mengaktifkan intelektualitas kita. Artinya, kita menggunakan pikiran untuk menangkap wahyu TUHAN. Yesus mengatakan, kita harus mengasihi ALLAH dengan akal budi kita. Berarti, pikiran harus dioptimalkan menangkap Firman TUHAN.

Kedua, mengaktifkan emosi atau perasaan. ALLAH kita nyata; IA dapat menyentuh perasaan kita. Untuk ini perasaan kita harus belajar menyentuh dan disentuh TUHAN. Tentu kita harus belajar memilah perasaan dengan bijak, supaya membedakan manakah yang rohani dan jiwani semata-mata. Rohani maksudnya kita benar-benar merasakan kehadiran TUHAN, bukan sebuah ledakan perasaan yang akhirnya malah membuat kita buta terhadap kehadiran TUHAN. Bukankah Alkitab berkata, “Kasihilah TUHAN ALLAH mu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu?”

Ketiga, kita harus bertindak untuk hidup dalam kekudusan. Orang tidak dapat bersekutu dengan TUHAN apabila hidupnya cemar. Kita memang sering tercemari oleh dunia sekitar, sadar atau tidak. Tetapi kita harus bertobat setiap saat. Dari pertobatan tersebut kita bertumbuh dalam kedewasaan termasuk ketulusan hati, kejujuran, dan moral yang unggul. Di sini kita menyiapkan fasilitas untuk dapat menangkap suara TUHAN (Mat. 5:8). Dengan usaha pergumulan dari menit ke menit, niscaya kita dapat menumbuhkan kepekaan kita terhadap suara-NYA.
Read more
0

Suara TUHAN Secara Khusus

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Juni 2010
Suara TUHAN Secara Khusus

Bacaan : 1 Samuel 3 : 2–14

3:2 Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya.
3:3 Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah.
3:4 Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!", dan ia menjawab: "Ya, bapa."
3:5 Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur.
3:6 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuelpun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali."
3:7 Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.
3:8 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Iapun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa Tuhanlah yang memanggil anak itu.
3:9 Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya.
3:10 Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."
3:11. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Ketahuilah, Aku akan melakukan sesuatu di Israel, sehingga setiap orang yang mendengarnya, akan bising kedua telinganya.
3:12 Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang keluarganya, dari mula sampai akhir.
3:13 Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!
3:14 Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan korban sajian untuk selamanya."


Samuel, semasa masih bocah dan menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Imam Eli, dipakai TUHAN untuk berbicara kepada Imam Eli, karena Eli sudah terlalu lama hidup tanpa persekutuan yang benar dengan TUHAN. TUHAN lebih memercayai Samuel yang dengan setia melayani TUHAN di Silo.

Suara TUHAN yang didengar oleh Samuel secara audible (terdengar di telinga) ini adalah suara TUHAN secara khusus. Untuk rencana-rencana khusus-NYA yang harus kita lakukan, IA secara ajaib dapat menggunakan sarana spektakuler seperti mimpi, penglihatan, nubuatan dan lain sebagainya. Kadang-kadang suara ini berisi pesan-pesan khusus baik bagi kita maupun orang lain.

Biasanya yang menerima suara khusus TUHAN adalah orang-orang yang dipilih TUHAN karena dapat dipercayai-NYA—seperti Samuel—atau yang sudah dewasa rohani, seperti Barnabas dan Saulus yang diutus TUHAN dari Antiokhia untuk menjadi rasul bagi orang-orang bukan Yahudi (Kis.13:2). Maka berhati-hatilah terhadap orang-orang yang mengatakan dirinya menyampaikan pesan TUHAN. Bila tidak sangat mendesak, TUHAN tidak akan memakai orang lain untuk berbicara kepada kita.

Samuel dipercaya TUHAN karena dari kecil ia belajar melayani TUHAN dan mempelajari Firman-NYA. Jadi patut kita perhatikan bahwa seseorang tidak akan dipercayai mendengar suara TUHAN secara khusus ini kalau ia tidak memiliki landasan Firman-NYA. Kalau ada seseorang yang mengaku sebagai hamba TUHAN dan menyampaikan suara TUHAN secara khusus, padahal ia tidak mengerti Firman TUHAN dengan benar, maka dia pasti nabi palsu.

Kalau kita mendengar suara yang spektakuler itu, bagaimana kita memastikan bahwa itu suara TUHAN? Ada beberapa kriteria yang dapat kita gunakan. Pertama, hal yang paling prinsip ialah, suara TUHAN tidak mungkin bertentangan dengan Firman-NYA. Kedua, suara TUHAN pasti mendatangkan damai sejahtera bagi suasana jiwa kita. Kalau suara yang kita dengar membuat kita tidak damai, haruslah kita mengujinya lebih teliti. Ketiga, suara TUHAN menjadi berkat bagi orang yang menerimanya. Pasti mendatangkan keuntungan bagi pertumbuhan iman dan harmonisasi hubungan kita dengan TUHAN. Keempat, suara TUHAN mendorong hati kita memuliakan TUHAN. Hati kita akan bergemar, memuji dan menyembah-NYA.

Iman kita akan bersaksi apabila suara yang kita dengar sungguh-sungguh adalah suara TUHAN. Tetapi apabila ada keragu-raguan, jangan takut menyelidiki Alkitab dengan teliti untuk memastikannya.
Read more
0

Suara TUHAN Dalam Batin

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Juni 2010
Suara TUHAN Dalam Batin

Bacaan : Yohanes 10 : 1–5


10:1. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok;
10:2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.
10:3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.
10:4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.
10:5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal."


TUHAN berbicara kepada kita melalui berbagai sarana. Di antaranya melalui hati atau batin kita, atau yang sering disebut sebagai hati nurani. Biasanya suara ini kita dengar bertalian dengan masalah yang sedang kita hadapi, atau pada saat kita harus mengambil keputusan untuk mengatasi masalah. Masalah di sini maksudnya bukan hanya masalah-masalah besar, tetapi juga dalam segala hal yang membutuhkan tindakan tepat. Suara ini tidak harus kita dengar secara audible (terdengar di telinga).

Hati nurani kita adalah sebuah instrumen yang dapat dipakai TUHAN untuk berbicara kepada kita. Ibarat piranti elektronik, suara hati kita ini adalah amplifier atau penguat suara. Walaupun ada suara tetapi kalau tidak ada amplifier, maka suara itu tidak akan terdengar. Maka bagi kita betapa pentingnya menjaga hati nurani, agar dapat sungguh-sungguh menjadi amplifier suara TUHAN. Inilah kekayaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.

Firman TUHAN mengatakan, sebagai domba kita mendengar suara sang Gembala Agung (ay. 3). Kita pasti mengenal suara-NYA (ay. 4), sehingga seharusnya mendengar suara TUHAN bukanlah sesuatu yang luar biasa. Ini harus menjadi hal yang biasa di lingkungan anak-anak TUHAN. Hal ini harus kita alami setiap hari, sebab TUHAN pasti berbicara kepada kita setiap hari dengan aktifnya. Tanpa mendengar suara TUHAN kita dapat menjadi mangsa empuk kuasa kegelapan dan bisa dibinasakannya. TUHAN Yesus sendiri mengatakan IA selalu melakukan kehendak BAPA karena IA selalu mendengar suara BAPA (Yoh. 5:30).

Jika mendengar suara TUHAN demikian penting, bagaimana caranya agar hati nurani kita menyuarakan suara TUHAN? Caranya, kita harus senantiasa mengisi bejana pikiran kita dengan Firman TUHAN. Firman TUHAN dapat memperbarui pikiran kita (Rm. 12:2). Dengan demikian, hati nurani kita dapat didewasakan atau dimurnikan dan dapat berfungsi sebagai instrumen Ilahi untuk menyampaikan pesan-pesan TUHAN kepada kita.

Kemudian, kita mungkin bertanya, bagaimana membedakan suara TUHAN dan suara lain (suara kita sendiri) dalam hati kita? Dari kekayaan Firman TUHAN yang kita serap, kita akan memiliki kepekaan untuk mengerti kehendak TUHAN yang harus kita lakukan : apa yang baik, yang berkenan kepada ALLAH, dan yang sempurna. Kepekaan mengerti apa yang dikehendaki-NYA disebut kecerdasan roh atau kecerdasan spiritual. TUHAN menghendaki anak-anak-NYA memiliki kecerdasan ini.
Read more
0

Berjiwa Musafir

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Juni 2010
Berjiwa Musafir

Bacaan : Ibrani 11 : 8–16


11:8 Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.
11:9 Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.
11:10 Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
11:11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.
11:12 Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.
11:13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.
11:14 Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.
11:15 Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ.
11:16 Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.


Untuk panggilan mewarisi langit baru dan bumi baru, orang percaya harus belajar melepaskan diri dari segala ikatan (Ibr. 12:1).

Pertama, ikatan dosa. Ini menyangkut karakter kita yang belum seperti yang dikehendaki TUHAN; padahal DIA menginginkan kita sempurna.

Kedua, ikatan dengan keindahan dunia, yang tidak lain adalah percintaan dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-17). Semua ini bukan berasal dari BAPA tetapi berasal dari kuasa jahat. Menanggalkan semua ikatan ini membuat seseorang berjiwa musafir.

Orang pertama yang dipanggil untuk menempati langit baru dan bumi baru ialah Abraham. Ia taat ketika ALLAH memanggilnya keluar dari Ur-kasdim ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya. Ketika ia tiba di tanah Kanaan yang merupakan tanah yang dijanjikan bagi keturunannya, menarik sekali bahwa ia tidak membangun kediaman permanen (ay. 9). Ia hanya mendirikan kemah. Padahal Abraham yang sangat kaya tentu sangat mampu membangun rumah yang megah. Mengapa ia tinggal di kemah, yang merupakan tempat tinggal sementara? Karena yang dinantikannya bukanlah Kanaan, melainkan tempat tinggal permanen di kota kekal, Yerusalem baru (ay. 10).

Meskipun sampai akhir hidupnya Abraham tidak pernah menemukan kota kekal yang dijanjikan itu, ia tetap percaya kepada ALLAH (ay. 13). Ia tidak pernah berniat kembali ke negeri asalnya, Ur-Kasdim. Ia tetap hidup sebagai musafir, karena ia menantikan langit baru dan bumi baru, tanah air surgawi yang lebih baik (ay. 16).

Dunia dengan segala keindahannya memang diciptakan TUHAN untuk manusia. Kita harus dapat menikmatinya, tetapi tidak boleh diperbudak olehnya. Kita harus meneladani Abraham, hidup sebagai musafir di bumi ini. Sebagai musafir, kita menyangkal diri, yaitu menanggalkan filosofi hidup manusia pada umumnya dan mengenakan filosofi kehidupan anak-anak ALLAH (1 Ptr. 1:18–19). Filosofi hidup manusia pada umumnya adalah menganggap hidup hanya satu kali, jadi menikmati hidup dan bersenang-senang di dunia ini adalah hal yang utama. Jika kita mengenakan filosofi demikian, kita tidak pernah dapat puas terhadap dunia yang diciptakan TUHAN, karena hasrat kedagingan kita tidak akan pernah bisa dipuaskan, sehingga kita tidak dapat menikmatinya. Tetapi sebaliknya ketika kita melepaskan diri dari belenggu mengutamakan dunia, justru kita dapat menikmati dunia ini dengan benar. Dengan gaya hidup musafir, kita menjadi bagaikan wisatawan dari surga yang berlibur di bumi. Kita menikmati dunia ini, tetapi tidak terikat sama sekali.
Read more
0

Langit Baru Dan Bumi Baru

Renungan Harian Virtue Notes, 18 Juni 2010
Langit Baru Dan Bumi Baru

Bacaan : Yohanes 14 : 1–3; 2 Petrus 3 : 7–13


Yohanes 14 : 1–3
14:1. "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.
14:2 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.
14:3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.

2 Petrus 3 : 7–13
3:7 Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik.
3:8. Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.
3:9. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
3:10 Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.
3:11. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup
3:12 yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya.
3:13 Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran.


Maksud rencana agung TUHAN menciptakan dunia yang indah ialah menempatkan manusia sebagai pengelolanya. Inilah sebenarnya kehendak Sang Khalik langit dan bumi, TUHAN Semesta Alam. IA adalah seniman agung yang menikmati hasil karya-NYA. Maka IA dapat menilai ciptaan-NYA sungguh amat baik (Kej. 1:31). Tidak mungkin IA mengatakan “baik”, kalau IA tidak menikmatinya. Dalam hal ini ternyata TUHAN juga pribadi penikmat yang memiliki nilai-nilai estetika.

Kejatuhan manusia dalam dosa merusak rencana TUHAN dan keindahan ciptaan-NYA. Manusia terpisah dari TUHAN dan bumi terhukum (Rm. 3:23). Manusia binasa dan bumi mengalami penurunan grafik kemakmuran, kenyamanan dan keindahan yang akhirnya nanti akan hancur (2Ptr. 3:10–11). Bumi yang kita diami ini, atau mungkin tata surya Matahari, atau bahkan mungkin galaksi Bimasakti di mana planet Bumi berada, akan menjadi lautan api.

Dalam hal ini bukan berarti rencana ALLAH gagal. ALLAH tidak pernah gagal dengan apa yang direncanakan-NYA (Ayb. 42:2). Rencana ALLAH sebetulnya belum selesai. TUHAN tetap masih melaksanakan rencana dan kehendak-NYA ini. Ia bermaksud menciptakan dunia lain, yaitu langit baru dan bumi yang baru (Yoh. 14:1–3). Inilah proyek akbar dan kekal yang dimiliki oleh TUHAN Semesta Alam, yang harus dipahami setiap umat pilihan-NYA.

TUHAN memilih orang-orang yang menerima anugerah-NYA untuk menempati dunia baru itu dan memerintah masyarakatnya (Luk. 22:28–30). Jadi pada intinya, panggilan sebagai umat pilihan adalah panggilan untuk menempati langit baru dan bumi baru itu. Kekristenan adalah perjalanan untuk belajar menjadi umat TUHAN yang layak bagi DIA agar dapat menerima warisan langit baru dan bumi baru tersebut. Itulah sebabnya setiap orang percaya harus mengalami pemuridan. Pemuridan ini sama dengan pendewasaan rohani yang membuat umat hidup tidak bercacat dan tidak bercela.

Oleh sebab itu mari kita renungkan betapa berharganya panggilan yang TUHAN berikan. Panggilan ini tidak dimiliki oleh orang-orang sebelum jaman Yesus, padahal mereka merindukannya (Luk. 10:23–24). Panggilan ini pasti bukan sesuatu yang sederhana. Yang pasti, ini lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan jasmani, sebab kalau mengenai pemenuhan kebutuhan jasmani, umat Perjanjian Lama kenyataannya lebih makmur daripada umat Perjanjian Baru.
Read more
0

Belajar Dari Kesulitan Ekonomi

Renungan Harian Virtue Notes, 17 Juni 2010
Belajar Dari Kesulitan Ekonomi

Bacaan : Amsal 10 : 2–5


10:2. Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut.
10:3 TUHAN tidak membiarkan orang benar menderita kelaparan, tetapi keinginan orang fasik ditolak-Nya.
10:4. Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya.
10:5. Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen membuat malu.


Ketika seseorang mengalami kesulitan ekonomi, kita harus melihatnya dari berbagai penyebab. Penyebab-penyebabnya bisa berbagai hal. Mungkin saja ia tidak bersekolah atau tidak belajar rajin, sehingga tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan masyarakat. Mungkin ia berkarakter buruk, sehingga tidak bisa diterima orang lain. Karakter buruk tersebut antara lain malas bekerja sehingga tidak produktif, tidak jujur, temperamental atau suka marah sehingga sering konflik atau berkelahi dengan orang lain, tidak setia, suka berkhianat, tidak mau mengalah, egois, suka memanfaatkan orang lain, sakit-sakitan karena tidak menjaga kesehatan, dan lain sebagainya. Kemiskinan juga disebabkan oleh karena pola belanja yang tidak terkontrol, tidak hemat, suka pamer, suka berjudi, dan lain sebagainya.

Kalau orang semacam itu jatuh miskin atau mengalami kesulitan keuangan, hendaknya jangan mudah kita membantu mereka atau mendoakan mereka untuk diberkati TUHAN. Sebab percuma membantu orang yang tidak akan bisa menghargai berkat TUHAN, dan percuma mendoakan orang yang tidak pantas diberkati. Mereka harus diberi pengertian bagaimana hidup bertanggung jawab dan bisa dipercayai TUHAN dalam mengelola milik-NYA. Ketika mendoakan mereka, bunyi doa kita harus benar : Bukan bagaimana TUHAN membuka jalan untuk masalah keuangannya, tetapi bagaimana TUHAN menuntunnya untuk mengerti kehendak-NYA.

Bagi orang yang baru mengenal Kristus, atau orang yang belum mengerti kebenaran, memang terkadang TUHAN menyatakan kemuliaan-NYA dengan memberi pertolongan sembari mengabaikan kesalahannya. Hal itu dimaksudkan-NYA agar orang tersebut mengenal TUHAN dan bertobat supaya digiring menuju keselamatan dalam Kristus. Tetapi bagi orang Kristen yang mestinya sudah memahami tanggung jawab, TUHAN tidak mudah memberi pertolongan seperti yang dikehendaki. Keadaan sulit yang dialami akibat kesalahannya tersebut sering sengaja dibiarkan-NYA berlarut-larut agar ia belajar dari kesalahannya, agar ia tidak ceroboh dalam hidup.

Maka jika kita menasihati orang-orang yang mengalami hal itu, janganlah menyuruh mereka berdoa, berpuasa, doa semalam suntuk atau pergi ke bukit doa untuk menyepi atau retreat. Lebih parah lagi jika kita menuduh mereka dihukum TUHAN akibat tidak memberi persepuluhan. Itu semua nasihat yang salah. Nasihat yang benar adalah membangkitkan motivasi orang tersebut untuk merebut kembali hidupnya dengan menemukan tujuan hidup yang benar yaitu : TUHAN dan Kerajaan-NYA saja, dan melakukan apa yang menjadi bagiannya yaitu : Mengoptimalkan potensi yang ada dan bekerja keras.
Read more
0

Menghalau Kutuk Kemiskinan

Renungan Harian Virtue Notes, 16 Juni 2010
Menghalau Kutuk Kemiskinan

Bacaan : 1 Samuel 2 : 6–8


2:6 TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana.
2:7 TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga.
2:8 Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, dan membuat dia memiliki kursi kehormatan. Sebab TUHAN mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh daratan.


Tak dapat disangkal, masih terdapat praktik-praktik pelayanan yang menjurus secara langsung maupun tidak langsung pada perusakan pola berpikir orang percaya. Hal ini umumnya terjadi di kelompok Kristen yang terlalu menekankan karunia Roh, mukjizat dan tanda-tanda ajaib dengan tidak proporsional.

Contohnya, seseorang datang ke pendeta karena mengalami kesulitan ekonomi. Dengan mudahnya sang pendeta mengusir “roh kemiskinan atau kutuk kemiskinan”. Dengan pengusiran roh kemiskinan tersebut, seakan-akan orang itu sudah mendapat jalan keluarnya. Untuk mendukung doa ini, digunakan ayat dalam doa Hana (ay. 7), yang dalam syair sebuah lagu dikalimatkan sebagai “TUHAN mengubah miskin dan menjadikan kaya”. Dari ayat ini dibuat seolah-olah dalam kedaulatan-NYA yang mutlak, tanpa alasan apapun TUHAN mengubah orang yang miskin menjadi kaya. Diajarkan bahwa dengan berbekal status sebagai anak TUHAN yang diperbolehkan meminta kepada BAPA dan menggunakan kuasa-NYA, maka kemiskinan dapat dihalau dengan doa secara mudah. Di sini pikiran diarahkan untuk bertindak, bagaimana memengaruhi TUHAN untuk mengubah kemiskinan menjadi kelimpahan materi. Tak ayal, ini sama saja dengan praktik perdukunan atau sugesti ala New Age. Sedikit mengenai New Age, gerakan yang melanda segala sisi kehidupan ini (termasuk Gereja) mengajarkan manusia untuk mengarahkan kehendak bebasnya guna memilih dan melakukan kehendak/keinginannya sendiri -seperti kekayaan, jodoh, kesehatan, dan hal-hal jasmani lainnya- dan bukan kehendak/keinginan ALLAH. Padahal sebagai anak TUHAN adalah bagian kita untuk mengarahkan kehendak bebas kita guna memilih dan melakukan kehendak/keinginan TUHAN.

Pernyataan ini bukan berarti kita tidak percaya terhadap kuasa TUHAN yang mampu membuat orang miskin menjadi kaya. Tetapi hendaknya kita tidak membutakan mata orang dalam memahami arti tanggung jawab dan hukum tabur tuai. TUHAN memang bisa melakukan tindakan-tindakan yang khusus untuk mereka yang dipandang perlu untuk diperlakukan khusus atau istimewa berhubung ketidakdewasaannya atau kebutuhan tanda bahwa TUHAN adalah ALLAH yang hidup. Tetapi bagi orang Kristen yang dewasa atau memang diajar TUHAN untuk dewasa, “pola gampangan” itu tidak akan terjadi. TUHAN tidak gampangan; mukjizat tidak terjadi setiap saat.

Kutuk kemiskinan niscaya akan terhalau, kalau orang percaya bekerja keras, jujur, hemat dan tekun serta hidup dalam kesucian TUHAN. Namun kalau kita melakukan semua itu, fokusnya bukan karena ingin kaya atau ogah miskin; tetapi semata-mata karena kita mengasihi TUHAN, karena memang itulah bagian yang harus kita kerjakan. Tanpa meminta pertolongan TUHAN pun IA selalu menyertai anak-anak-NYA dan menolong dalam bahaya atau ancaman yang terjadi di luar kemampuan kita. Yang perlu kita lakukan adalah berserah sepenuhnya kepada TUHAN. Percaya bahwa keadaan dan situasi sesulit apapun yang terjadi di luar kemampuan kita diijinkan TUHAN untuk kebaikan kita. Ishak berkata kepada Esau yang telah kehilangan kesempatan untuk menikmati berkat kesulungannya, “Tetapi akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu” (Kej. 27:40). Pesan ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita, bahwa kuk atau beban dapat dihalau dengan usaha yang sungguh-sungguh melalui kerja keras.
Read more
0

Memberi Pertanggungjawaban

Renungan Harian Virtue Notes, 15 Juni 2010
Memberi Pertanggungjawaban

Bacaan : Matius
12 : 33–37

12:33 Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.
12:34 Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.
12:35 Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.
12:36 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
12:37 Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."

Salah satu aliran pemikiran dunia modern yang memandang masalah kehendak bebas adalah filsafat determinisme. Aliran ini berpendapat bahwa sikap dan tingkah laku manusia, pemikiran dan cita-citanya pun seluruhnya sudah ditentukan. Menurut aliran ini, tindakan manusia ditentukan oleh warisan genetika, struktur sistem syaraf, proses-proses kimia dalam otak dan sebagainya. Manusia tidak dapat menghindar sama sekali. Manusia telah terkurung dalam kodrat yang sudah membelenggunya. Paham determinisme keturunan yang dianut oleh para penulis seperti Henrik Ibsen dan para psikiater ternama seperti Ernst Kretschmer menyatakan, bahwa manusia itu ditakdirkan oleh bakat dan keturunannya. Dengan kata lain, tidak ada kebebasan sama sekali.

Dalam Kekristenan, ada pandangan teologia yang melihat kebebasan manusia dari segi negatif. Pandangan ini menganggap kebebasan manusia menggiring manusia ke dalam pelanggaran, sehingga supaya tidak ada manusia yang melanggar, tindakannya ditentukan oleh ALLAH. Determinisme teologis ini sangat timpang dan tidak sesuai dengan apa yang dapat diamati mengenai kelakuan manusia. Mereka merasa tidak perlu melakukan perjuangan apa-apa, karena semuanya sudah ditentukan ALLAH dari semula. Tanpa sadar sikap ini membuat orang menjadi tidak bertanggung jawab dalam hidup

Perlu diketahui bahwa konsep takdir ala determinisme teologis ini adalah konsep agama non-Kristen yang tidak banyak membicarakan tentang kebebasan, sebab mereka hanya mengakui perbuatan-perbuatan yang disiapkan TUHAN di dalamnya. Konsep takdir ini mengingkari adanya kebebasan yang sungguh-sungguh, selanjutnya peranan etika disia-siakan. Bila konsep ini diterima, berarti kejatuhan manusia ke dalam dosa di Taman Eden adalah akibat keputusan dan rencana ALLAH sendiri. Dengan demikian TUHAN harus diakui sebagai biang penyebab dari segala kenyataan hidup, termasuk terperosoknya manusia ke dalam lembah dosa, kejahatan dan kebinasaan. Masih bisakah kita mengatakan TUHAN yang seperti ini sebagai BAPA yang Mahabaik? Yang sebenarnya adalah hanya TUHAN yang mengetahui secara lengkap kehidupan kita, masa depan kita, pribadi-pribadi yang menjadi pilihan-NYA. Kita sama sekali tidak mengetahuinya. Namun yang menjadi bagian kita adalah menjalani kehidupan ini detik demi detik sesuai dengan kehendak TUHAN, sekalipun itu berarti berada dalam kesulitan jasmani dan kesengsaraan. Sehingga sampai pada akhirnya nanti kita dapat berkata bahwa: Saya adalah pribadi pilihan TUHAN. Namun kalau suatu ketika seorang anak TUHAN melakukan kejahatan, sesungguhnya itu bukanlah kehendak TUHAN. Tapi sang pelaku memilih untuk tidak melakukan kehendak TUHAN. Kehendak TUHAN adalah kebaikan yang murni, kebaikan yang sesungguhnya; karena hanya Satu Yang Baik yaitu BAPA saja.

Sesungguhnya, kehidupan bukanlah nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan suatu tantangan yang menuntut keberanian dan tanggung jawab. Tanggung jawab berarti tidak mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa setiap orang harus memberi pertanggungjawaban kepada ALLAH (ay. 36).
Read more
0

Pilihan Hidup

Renungan Harian Virtue Notes, 14 Juni 2010
Pilihan Hidup

Bacaan : Yeremia 1 : 4-12


1:4. Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya:
1:5 "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."
1:6 Maka aku menjawab: "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda."
1:7 Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: "Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.
1:8 Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN."
1:9 Lalu TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: "Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.
1:10 Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam."
1:11. Sesudah itu firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: "Apakah yang kaulihat, hai Yeremia?" Jawabku: "Aku melihat sebatang dahan pohon badam."
1:12 Lalu firman TUHAN kepadaku: "Baik penglihatanmu, sebab Aku siap sedia untuk melaksanakan firman-Ku."

Dalam sejarah pergumulan teologia gereja, hal kehendak bebas (liberum arbitrium) merupakan masalah yang penting. Ini juga diperbincangkan dan menjadi bahan perdebatan seru di dalam filsafat dan agama. Salah sati presuposisi bagi penelitian etika adalah keyakinan bahwa manusia ialah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab. Dua hal ini memiliki ikatan dan unsur pengertian yang sama, sekaligus ada hubungan timbal balik. Manusia disebut sebagai makhluk yang bertanggung jawab apabila manusia hadir sebagai makhluk yang bebas. Manusia sebagai makhluk yang bebas, oleh karena itu ia harus bertanggung jawab. Seandainya tidak demikian, maka tidak mungkin dapat menilai manusia secara etis.

Dari sudut pandangan etika, kebebasan mutlak perlu ada. Kebebasan mutlak di sini maksudnya adalah, bagaimanapun manusia yang menentukan langkah kehidupannya sendiri. Namun di sisi lain, setiap individu telah memiliki keberadaan dasar yang tidak dapat ditolak. Maksudnya, seseorang tidak dapat memilih dilahirkan di mana. Itulah takdir. Seorang Jawa yang lahir di Solo merupakan penentuan TUHAN, tetapi apakah menjadi orang Jawa yang baik atau orang Jawa yang jahat, itu pilihan.

Seperti dalam kisah Nabi Yeremia, TUHAN mengatakan kepadanya bahwa ia telah ditentukan TUHAN sejak dalam kandungan menjadi nabi bagi bangsa-bangsa. Jadi TUHAN sudah mengetahui dan menetapkan Yeremia sebagai nabi bagi bangsa-bangsa. Sementara bagi Yeremia, ia tidak mengetahui hal ini, namun yang ia pahami adalah ia harus menjalani kehidupannya sesuai dengan kehendak TUHAN secara total. Hal ini yang membuat ia dapat mendengar suara TUHAN dan berdialog dengan TUHAN.

Serupa dengan kita; kita tidak mengetahui masa depan kita. Bahkan satu detik setelah ini pun tidak. Namun menjadi bagian kita adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan kehendak TUHAN detik demi detik, sampai pada akhirnya. Pertanyaannya adalah : Apakah kita mau?
Read more
0

Mengenal Hakikat-NYA

Renungan Harian Virtue Notes, 13 Juni 2010
Mengenal Hakikat-NYA

Bacaan : Amsal 19 : 21; Lukas 1 : 51–53


Amsal 19 : 21
19:21. Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.

Lukas 1 : 51–53
1:51 Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;
1:52 Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah;
1:53 Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;


TUHAN mengetahui keseluruhan hidup kita. Dari awal sampai akhirnya. Sebagai manusia kita diberi tanggung jawab untuk memilih langkah kehidupan kita selama di dunia ini. Dan sebagai anak TUHAN kita harus mengarahkan kehendak bebas kita untuk melakukan kehendak TUHAN. Sehingga dalam konteks perjalanan hidup seorang anak TUHAN, kita diberi tanggung jawab untuk menentukan setiap langkah kehidupan guna melakukan kehendak TUHAN. Mengapa demikian? Karena kita adalah milik TUHAN (1 Korintus 6 : 20). Dan kehendak TUHAN itu seperti apa? Apa yang baik, yang berkenan kepada ALLAH, dan yang sempurna (Roma 12 : 2).

Memang ada ayat yang menunjukkan bahwa Tuhan menentukan segala sesuatu. Contohnya dalam Ams. 19:21, “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHAN lah yang terlaksana.” Ayat ini sebaiknya tidak dipahami salah, seolah-olah TUHAN dengan kedaulatan-NYA yang absolut dan tanpa aturan, sekali lagi tanpa aturan, memutuskan segala sesuatu tanpa mempertimbangkan isi hati manusia. Tentu kalau isi hati seseorang sesuai dengan kehendak dan rencana TUHAN, TUHAN akan melaksanakan keputusan-NYA sesuai dengan rancangan manusia itu. Sebaliknya, ada juga rancangan orang jahat yang terpenuhi, sebab memang ia berhasrat melakukannya. TUHAN memutuskan untuk tidak mencegahnya, sebab orang itu memilih jalan menuju kebinasaannya sendiri. Betapa penuh misterinya kehidupan ini.

Demikian pula dalam Luk. 1:52 tertulis bahwa TUHAN menurunkan seseorang dari tahtanya dan mengangkat orang yang rendah. Jangan menganggap hal ini dilakukan TUHAN secara serampangan tanpa alasan. TUHAN pasti bertindak dalam kebijaksanaan yang sempurna, yang seringkali tidak dimengerti manusia. Karena TUHAN memiliki hakikat, maka wajib agar manusia belajar untuk mengenal hakikat-NYA. Walaupun manusia tidak akan dapat mengenal TUHAN secara sempurna, tetapi pengenalan dapat diperoleh manusia dari Alkitab dan ini sudah cukup menjadi bekal untuk menjalani hidup ini dalam berurusan dengan TUHAN. Maka sesuai dengan hakikat-NYA, TUHAN menentukan seseorang naik atau turun, kaya atau miskin tidak mungkin terlepas dari kehendak bebas dan tanggung jawab orang itu sendiri.

Dengan mengakui hal ini, bukan berarti kita merendahkan TUHAN, tetapi justru kita menghargai TUHAN atas apa yang telah ditentukan-NYA. Bahwa kehendak bebas untuk memilih keadaan manusia itulah yang ditentukan oleh-NYA. Seolah-olah Tuhan berkata, ”Tentukan langkah kehidupanmu dari kehendak bebas yang KU-berikan”. Kenyataan ini seharusnya menggetarkan kita. Kebenaran ini hendaknya menggerakkan diri kita untuk mengelola kehendak bebas kita dengan bijaksana dan sungguh-sungguh berdasarkan kehendak ALLAH.
Read more
0

Hidup Di Bawah Kedaulatan Siapa?

Renungan Harian Virtue Notes, 12 Juni 2010
Hidup Di Bawah Kedaulatan Siapa?

Bacaan : Ayub 4 : 18; Yehezkiel 28 : 13–19

Ayub 4 : 18
4:18 Sesungguhnya, hamba-hamba-Nya tidak dipercayai-Nya, malaikat-malaikat-Nyap didapati-Nya tersesat,

Yehezkiel 28 : 13–19
28:13 Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu.
28:14 Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya.
28:15 Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu.
28:16 Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya.
28:17 Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya.
28:18 Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu. Maka Aku menyalakan api dari tengahmu yang akan memakan habis engkau. Dan Kubiarkan engkau menjadi abu di atas bumi di hadapan semua yang melihatmu.
28:19 Semua di antara bangsa-bangsa yang mengenal engkau kaget melihat keadaanmu. Akhir hidupmu mendahsyatkan dan lenyap selamanya engkau."

Orang-orang yang berpikiran negatif sering mencurigai ALLAH, bahkan menuduh ALLAH bermaksud jahat kepada manusia dengan sengaja menaruh pohon pengetahuan yang baik dan jahat di Taman Eden dan tidak menghindarkan manusia dari memakannya. Mereka bahkan menyimpulkan bahwa ALLAH lah yang merancang kejatuhan itu; ALLAH lah penyebab dosa.

Sebaliknya, bila dilihat dengan kacamata positif, kita menemukan manusia sebagai makhluk yang terhormat, yang diberi kebebasan untuk dapat menentukan nasibnya sendiri. Memang kehendak bebas ini membuat manusia memikul risiko dan tanggung-jawab yang berat, sebab manusia diperhadapkan berkat atau kutuk, rahmat atau laknat. Tetapi di sisi lain, ini menjadikan manusia sebagai makhluk yang sangat luar biasa, sebab ia ditantang untuk menentukan hidupnya di bawah kedaulatan siapa: apakah ia mau menundukkan diri kepada TUHAN dan hidup di bawah kedaulatan TUHAN, atau hidup dalam kedaulatannya sendiri sehingga menjadi budak dosa.

Kehendak bebas ini menyejajarkan manusia dengan malaikat, yang juga memiliki kehendak bebas dan bisa jatuh dalam pemberontakan kepada TUHAN. Dalam Ayub. 4:18 ditemukan kenyataan bahwa malaikat ada yang sesat.

Seperti malaikat, manusia bukan robot yang diatur dengan remote control, manusia adalah makhluk yang berkehendak bebas. Dalam sejarah hidup malaikat, ternyata ada malaikat-malaikat yang memberontak kepada TUHAN Semesta Alam dan memposisikan diri sebagai seteru-NYA. Kehendak bebas yang diberikan kepada malaikat berbuntut pemberontakan sebagian malaikat, tidak berbeda dengan yang dialami manusia. Hanya bedanya, manusia diberi kesempatan bertobat tetapi malaikat yang jatuh tidak memiliki kesempatan lagi. Dalam Yeh. 28:18, dikatakan bahwa malaikat yang jatuh sudah ditentukan untuk masuk neraka.

Oleh sebab itu kesempatan yang diberikan TUHAN untuk rekonsiliasi ini hendaknya tidak kita sia-siakan. Bersyukurlah bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk bertobat, sehingga dengan kehendak bebas kita, kita dapat memilih untuk berdamai dengan ALLAH, hidup di bawah kedaulatan-NYA, hidup melakukan kehendak-NYA.
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger